File 2.1.3 - Are You Making Joke of Me?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Persetan dengan Anjalni yang berseru marah. Sherlock Pemurung itu jangan dipancing rasa kesalnya. Kepsek, politikus, atau presiden sekalian bakal dia acuhin.

Setelah Michelle mengenalkan dirinya, Watson bangkit dari kursi, melangkah ke depan dan menyeret paksa gadis itu keluar dari kelas. Sekali lagi, bodo amat dengan Anjalni yang mengomel menyuruh berhenti.

Watson mendorong Michelle dengan kasar ke tembok, menatapnya dingin. "Siapa yang menyuruhmu?" Tidak mungkin Snowdown sebab organisasi itu sudah dia musnahkan.

"Untuk saudara yang sudah tidak bertemu enam tahun, kamu cukup garang ya, Kak."

"Shut your fucking mouth, Women. Jangan berani memanggilku begitu. Aku anak tunggal. Katakan yang sebenarnya, siapa yang mengutusmu? Kusarankan kamu menjawabku selagi aku minta baik-baik."

"Paman. Kamu tak dikabari olehnya?"

Panjang umur. Satu email dari Beaufort masuk ke ponselnya. Buru-buru Watson mengaktifkan handphone sambil terus melayangkan tatapan waspada ke Michelle yang memasang wajah datar-datar saja.

Isi email tersebut singkat, padat dan jelas. Tapi itu membuat Watson langsung konek.

Kesehatan Sang Ibu alias neneknya Watson memburuk. Mau tak mau Beaufort dan Noelle harus terbang ke Inggris tanpa sempat berpamitan dengannya. Tidak mau merepotkan keponakannya, mereka pergi membawa Noah dan Naoi. Tentu mereka tak bisa meninggalkan Watson sendirian.

Maka dari itu Beaufort memanggil Michelle yang selama ini dia sembunyikan di suatu daerah terpencil New York, saudara kembar Watson yang telah dia lupakan.

[Aku tahu kamu punya banyak pertanyaan. Tapi saat pasca ledakan di taman terkutuk itu, kamu kehilangan separuh ingatanmu. Aku terpaksa merahasiakan soal Michelle dan hari ini adalah momen yang tepat untukmu kembali mengingat saudaramu.]

Bagaimana mungkin Watson langsung percaya surat virtual itu diketik Beaufort? Ayolah, dia itu tidak bodoh. Michelle pasti mereka dan mengarang cerita. Akan tetapi, Watson tidak bisa menampik perasaannya yang khawatir terhadap neneknya.

Baiklah. Mari kita urus Nenek nanti-nanti. Yang mendesak sekarang adalah, Watson punya saudara? Terlebih kembar? Hahaha! Anak kecil pun langsung tahu bahwa telah terjadi sandiwara di sini. You kidding?

Aha! Ini seperti seseorang dari lingkungan miskin mengaku anak angkatnya presiden negara untuk mendompleng dan mendapat kehidupan layak. Mungkin gadis itu terinspirasi dan mempraktikkannya...

Watson memegang kepala yang berdenyut sakit. Sekelebat memori terlintas di benaknya. Seorang anak kecil bersurai pink tengah tersenyum padanya. Wajahnya samar, tak terlihat. Tapi seperkian detik, seperti channel TV, bayangan sosok itu rusak dan digantikan oleh sosok baru berambut hitam panjang seperti miliknya.

Apa? Ingatan apa ini? Siapa yang—

"Hatiku sudah sangat terluka harus dipisahkan darimu dan dilupakan olehmu, tapi sekarang kamu ingin menambah rasa sakitku dengan menolak keberadaanku?" Michelle tersenyum pahit, membelakangi Watson yang mandi peluh. "Kakak jahat."

Gadis eksentrik itu pun berlalu pergi.

"Tunggu...! Sudah kubilang jangan panggil aku..." Pandangan Watson memburam karena tak kuasa menahan pusing yang menyerang kepalanya. Dia pun pingsan.

-

*****DETECTIVE WATSON SEASON 3*****

Mama, maafkan aku... Aku minta maaf...
Ini semua salahku tak bisa melindunginya...
Aku tak bisa menjaga saudaraku...

Hal pertama yang Watson lihat ketika sadar adalah wajah khawatir Aiden, Hellen, dan Jeremy. Ada Kapela juga di sana. Hellen menjelaskan Anjalni menemukannya pingsan di lorong koridor lalu mengangkut Sherlock Pemurung itu ke UKS sendirian.

Duh, Watson jadi tidak enak karena sudah menepis kasar tangan guru itu tadi.

"Kamu baik-baik saja? Luka di perutmu tidak kambuh, kan?" Aiden menghela napas lega melihat Watson mengangguk pelan.

"Ini semua gara-gara murid baru aneh itu. Tiba-tiba muncul dan mengaku kembaran Watson. Yang paling ganjil, wajah serta perawakan mereka berdua sangat mirip!"

Kapela tergelak mendengar celotehan Jeremy, bersedekap tangan. "Tak mungkin Kak Watson punya saudara. Dia kan anak tunggal." Jelas lah dia yang paling tahu. Ayahnya dan Ayah Watson berkawan.

"Aku sudah mencari data gadis itu, Wat," kata Hellen menghela napas. "Tidak ada yang mencurigakan. Semuanya normal. Dia benar-benar sempurna adik kembarmu."

"Stern, kamu tahu itu tidak mungkin, kan? Terlebih ada yang aneh dengan pamanku. Beliau tiba-tiba pergi. Ini bukan seperti Beaufort saja. Ada yang tidak beres."

Aiden menunjuk ponsel Watson di meja. "Kami juga sudah memastikan keaslian email yang dikirim Om Beaufort, Dan. Soal keadaan nenekmu, itu adalah benar. Hellen memeriksa tiket pesawat dan paspor yang didaftarkan. Tak ada yang mengganjal selain kehadiran kembaran abal-abalmu."

Baru juga masuk sekolah, Watson sudah disuapkan masalah pelik saja. Itu mustahil. Saudara, adik, kembaran. Ck, yang benar saja. Lantas mengapa sekarang? Mengapa dia baru datang saat suasana tengah membaik? Saat Watson ingin menikmati kehidupan kelas tiganya? Tidak benar ini.

"Jangan khawatir, Kak Watson!" kata Kapela melakukan gerakan hormat. "Aku akan mendiskusikan ini dengan Papa. Kakak istirahat saja. Ingat, kamu itu masih baru pulih dari koma. Jangan macam-macam."

"Tunggu, Kapela. Aku tidak—"

Kapela termasuk tipe gadis gercep yang langsung tancap gas pergi bahkan sebelum Sherlock Pemurung itu menyetujui idenya.

"Tapi, Dan, kamu yakin kamu anak tunggal? Michelle sangat mirip denganmu."

Hellen mengangguk. "Di rekam medismu, pasca insiden pengeboman di Pockleland, kamu sempat dinyatakan amnesia. Mungkin saja Om Beaufort benar soal Michelle—"

"Aku bilang tidak ya tidak. Aku tidak kenal siapa dia. Aku tak punya saudara. Catatan medis itu pasti dimanipulasi olehnya. Gadis itu telah mengoperasi wajahnya. Aku tak punya adik atau kakak. Aku sendirian—"

"Mulai hari ini dia saudaramu!"

Mereka bertiga saling tatap bingung melihat Watson memukul-mukul kepala sendiri. "Err, kamu baik-baik saja?" Rasa curiga muncul di benak masing-masing, soal kebenaran ingatan Watson nan kacau.

Watson turun dari ranjang. "Aiden, Stern, aku ingin kalian fokus menyelidiki gadis yang berpura-pura menjadi keluargaku itu. Lalu kamu Jeremy, awasi gerak-geriknya."

"Siap, Bos. Kamu sendiri ngapain?"

"Aku ingin menanyakan kabar nenekku—"

BRAK! Pintu uks digebrak, menampilkan sosok Anjalni yang mendengus garang. Dia menatap Watson yang sigap pasang wajah datar seakan tidak ada dosa. Orang suci.

Berbeda dengan Aiden, Hellen, dan Jeremy yang masih manusia normal. Mereka spontan melompat ke belakang punggung Watson, mengumpet seperti anak ayam.

"Kuharap kamu punya jawaban memuaskan atas sikap kasarmu pada gurumu di kelas tadi, Watson Dan," kata Anjalni tajam.

"Jika anda punya otak di kepala—" Watson mengaduh karena Aiden mencubit pelan pinggangnya, geleng-geleng kuat. Jangan diprovokasi. Lihatlah, aura Anjalni sudah berkobar bagai api kemerdekaan. Sherlock Pemurung itu mendengus. "Privasi, Miss."

Tap! Anjalni berdiri lebih dekat. Tanda jengkel bermunculan di wajahnya, senyum maut. "Oh, ya? Bagaimana kalau kamu lanjutkan saja kalimatmu yang pertama? Saya sangat penasaran akan lanjutannya."

Ara-ara, rupanya dia terlanjur mendengar. Baiklah, dia yang minta sendiri. Watson tidak perlu menahan diri lagi. Chaos sudah. Aiden, Hellen, dan Jeremy menutup mata.

"Jika anda merasa punya otak di kepala, bagaimana kalau anda gunakan itu untuk menyelidiki si murid baru? Ah, apakah karena anda hanya guru sementara jadi tidak peduli asal usul murid? Saya seorang anak tunggal. Kalau anda di posisi saya, tentu saja anda geram dan ingin tahu apa yang sedang terjadi. Kenapa... tiba-tiba ada saudara kembar dalam hidupmu."

Hawa Anjalni semakin menajam dan meruncing. Beliau menatap jengkel Watson yang bergeming dengan ekspresi datar. "Kamu! Ikut saya ke konseling sekarang—"

"Ah, ada! Ada! Mereka di sini! Klub detektif Madoka!" Seseorang berseru dari luar ruangan, memanggil teman-temannya.

Seketika uks penuh oleh manusia.

"Watson Dan, tidak... Teman-teman dari klub detektif, tolonglah kami! Ini darurat!"

Mereka berempat bersitatap. Huh?

"Kandidat ketua Dewan Siswa periode 2023 telah menghilang!" lanjutnya, menyalakan tombol di kepala tim detektif Madoka.

Kasus baru sudah tiba. (*)






Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro