File 2.1.5 - Perfectionist Mother

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Alibi Hasby telah terkonfirmasi.

Dia tidak berbohong. Hasby berada di ruang Dewan Siswa tiga hari berturut-turut. Watson perlu mengakui jiwa dedikasi anak ini. Sampai bela-belain menginap di sekolah karena Kepala Sekolah Sementara mempercayainya.

"Dan, aku sudah bertanya pada pak satpam. Hasby keluar dari ruangan untuk makan dan ke toilet. Itu pun waktunya hanya lima menit. Terlalu singkat melakukan tindak penculikan. Yah, itu pun kalau Raia betulan diculik."

Lagi pula sekretaris Raia, Rainaly namanya, hanya bilang telah terjadi sesuatu pada Raia. Entah betul arah masalah ini ke penculikan, atau mereka harus menyelidiki lebih lanjut sebelum memvalidasikan kategori kasus.

Watson diam saja, menonton rekaman CCTV berkali-kali. Pikirannya agak tersendat karena keberadaan Michelle di sampingnya. Demi Kerang Ajaib, kenapa dia harus ikut sih? Aish. Kalau begini ceritanya, bagaimana dia fokus?

"Hellen, bagaimana dengan riwayat log panggilannya? Sudah kamu dapatkan?" tanya Jeremy, gemas melihat Watson bengong.

"Hanya Mamanya saja yang menelepon...
Apa ini? Ibu Hasby meneleponnya tiap menit. Astaga, apakah orangtuanya protektif?"

Hellen tadi sudah menyampaikan kalau Raia terakhir terlihat di toserba, empat hari lalu pukul 16.57 sore sepulang sekolah. Setelah itu Raia tak pernah tampak lagi di mana pun seakan hilang ditelan bumi. Ponselnya mati.

"Aneh," gumam Dextra menggaruk kepala yang tidak gatal. Dia sudah memeriksa semua kamera cctv di sekitar Toserba Rootax, setidaknya ada enam cctv di sana karena rentan terjadi pencopetan. Dan tidak ada satu pun yang menangkap sosok mencurigakan?

Eh, hei, sejak kapan kamu jadi anggota klub?

"Apakah kita harus ke Toserba Rootax untuk bertanya-tanya?" Aiden menatap Watson yang masih memelototi layar laptop. Sherlock Pemurung itu terus mengulang menonton rekaman, mengulangi, dan mengulanginya

"Eh, apa ada yang aneh, Dan?" Aiden peka.

"Tidak." For now, lanjutnya dalam hati. Mau berapa kali Watson mereplaynya, sesuai dugaan, ada yang tidak beres dari rekaman itu. Tapi akan Watson pikirkan nanti-nanti. Adanya Michelle membuat otaknya macet.

Melihat Watson berdiri membuat Jeremy langsung mengikuti. "Kita mau ke mana?"

"Aiden sudah mengatakannya. Kita mulai dari toserba itu," katanya pendek, menoleh datar ke Michelle. "Kamu tidak boleh ikut."

"Tidak masalah. Aku di sini saja."

Watson melambaikan tangan. Dia muak dengan gadis yang mengaku kembarannya itu.

-

*****DETECTIVE WATSON SEASON 3*****

Pegawai toserba yang baik mau berkerja sama dengan investigasi klub detektif, membiarkan mereka memeriksa cctv. Hellen memutar rekaman tanggal 28 februari, menekan tombol enter. Tampaklah Raia masuk ke toserba.

Huh? Wajah Watson tertekuk. Benar itu adalah Raia, masih memakai rok lipit pendek dengan motif kotak-kotak berlogo Madoka. Dia mengenakan hoodie, masker, dan tas hitam, menyembunyikan wajahnya dengan tudung hoodie. Kenapa dia begitu waspada?

Lihatlah, saat mengambil barang-barang yang ingin dia beli di etalase, kepala Raia tak berhenti mengamati sekitar. Dia agoraphobia? Atau merasa diikuti seseorang? Berdelusi?

"Kak, apa saja yang dibeli gadis ini?"

"Kalau tidak salah, lakban, pisau buah, tali, dan beberapa bungkus mie instan. Karena dia mencolok, aku jadi ingat daftar belanjanya."

Merujuk dari benda-benda yang Raia beli, terdengar seperti merencanakan sesuatu nan berbahaya. Mau apa dia sama lakban dan pisau? Mereka tak boleh berpikir aneh-aneh dulu. Mungkin berguna untuk apalah kan.

Usai bilang terima kasih pada si pegawai, Watson dkk keluar dari toko dengan berbagai banyak kemungkinan dan pertanyaan di kepala. Yang menjadi masalah besar adalah, minimnya jejak dari menghilangnya Raia.

"Haruskah kita ke rumah Raia, Dan? Kita belum tahu tanggapan orangtuanya, kan?"

Eh, benar juga. Kepala Watson tertoleh ke Aiden yang mengerjap, tersenyum manis. Perasaan Watson saja atau Aiden dari tadi sangat membantu kelancaran penyelidikan? Gadis Penata Rambut, ralat, kemampuan detektif gadis itu telah berkembang. Bagus.

Tangan Watson terjulur mengusap-usap kepala Aiden. "Tepat. Kita akan ke sana."

Yes! Aiden mengepal tangan senang.

-

Siapa yang akan menekan bel? Tentu saja diputuskan dengan suit. Mereka hompimpa. Biasanya kekalahan Watson amat terjamin dalam permainan ini, namun karena Dextra ikut serta, ketidakberuntungan Watson berpindah ke anak malang itu. Kasihan dia.

Baru juga tangan Dextra terulur, suara gaduh dari dalam kediaman itu memotong lebih dulu. Mereka berlima saling tatap. Suara pekikan histeris, perabotan rumah tangga yang dilempar ke segala arah, dan cermin pecah.

"Di mana anak itu?! DI MANA PUTRIKU?! Polisi sampah! Aparat brengsek tak berguna! Ini sudah mau delapan hari, dan kalian masih belum menemukan jejak anakku?! Sialan!"

Dextra melangkah mundur. Apa-apaan? Apa yang barusan berteriak adalah Ibu Raia? Kenapa membentak polisi? Dia sedang menelepon? Hellen dan Jeremy bersitatap ngeri. Tampaknya Ibu Raia sangat putus asa.

"LUPAKAN! Aku akan cari Raia dengan—"

Pintu dibuka oleh pemilik rumah, terkesiap melihat kehadiran Klub Detektif Madoka di teras rumahnya. Beliau pun mematikan sambungan panggilan, menatap tajam wajah mereka berlima. "Seragam itu... Madoka. Kalian satu sekolah dengan putriku, huh?"

"Ekhem." Watson berdeham, memasang raut wajah datar. "Kami hendak bertanya perihal Raia, Nyonya. Kami dari klub detektif—"

"Bagus. Aku ingat siapa kalian. Pahlawan Moufrobi. Berapa bodohnya aku melupakan rombongan kalian. Harusnya sejak Raia hilang aku langsung menghubungi kalian. Tapi aku teledor karena ditelan kepanikan. Menilai kedatangan kalian ke rumahku, sepertinya kalian menangani kasus putriku. Masuklah."

Wow... Mereka saling tatap kikuk. Ibu Raia seperti sedang rap yang sering dilakukan idol penyanyi dari Korea itu. Berbicara cepat.

"Rapikan sepatu kalian," tegur beliau kala melihat kedua sepatu Jeremy tidak sejajar.

Manik biru langit Watson memperhatikan sekitar yang kinclong. Tak ada satu barang yang tergeser sesenti pun. Anak kecil akan langsung tahu kalau wanita ini perfeksionis.
Atau bisa jadi beliau mengidap OCD sampai terganggu oleh posisi sepatu yang timpang.

Selagi beliau menyiapkan teh dan cemilan kering untuk mereka, Jeremy berbisik, "Entah kenapa satu dugaan masuk ke otakku."

Hellen mengangguk. "Aku rasa aku tahu apa yang kamu pikirkan," bisiknya satu suara.

"Raia  anak yang pintar," kata beliau kembali ke ruang tamu. Hellen dan Jeremy segera menarik diri, tak mau keciduk membicarakan pemilik rumah di belakang orangnya. "Dia juga displin sepertiku. Tapi Raia berubah sejak bergaul dengan cowok sialan itu!" geramnya hampir menumpahkan teh untuk Dextra.

Displin atau tante yang mengekangnya? batin Watson, menyesap teh jatahnya. Menyimak.

"Siapa...?" Aiden bertanya hati-hati.

"Hasby! Tentu saja, si Sasinmu playboy itu. Putriku yang santun menjadi nakal. Susah diatur. Bolos bimbel. Tidak belajar. Sering lupa mengerjakan PR, kepepet dan menulisnya di sekolah. Hasby perusak kehidupan Raia!"

Yosh. Kalau begitu sudah terbukti kalau Raia dan Hasby memiliki hubungan pertemanan... Tapi kenapa berakhir seperti ini, heh?

"Apa anda punya dugaan soal menghilangnya Raia?" Giliran Hellen melempar pertanyaan.

"Itu pasti ulah Hasby. Tidak salah lagi."

"Eh?" Mereka mengerjap.

"Jadwal sehari-hari yang kusiapkan untuk Raia berantakan dan kacau balau karena ulah anak berandalan itu! Raia sudah kularang agar menjauh darinya, tapi dia keras kepala. Tidak pernah sekali pun Raia membangkang dan membantah perintah ibunya! Hasby memberi pengaruh buruk pada putriku!" Beliau mencengkeram erat nampan perak, emosi.

Watson menghela napas pendek. "Tante, apakah Tante sadar kalau reaksi anda terlalu berlebihan? Bagaimanapun Raia itu remaja. Tante mau putri tante menjadi anti sosial dan introvert? Bukankah bagus dia berteman—"

"Tidak boleh," selanya dingin. "Teman itu hanya gangguan yang menghalangi impian Raia. Tidak ada hasil dari pertemanan. Dia akan masuk Universitas Fantasiana, kampus terbaik di kota ini. Raia tidak butuh teman atau apa pun itu. Dia hanya butuh belajar."

Jeremy tersedak air teh, terbatuk. Apa-apaan ini... Mereka merinding melihat tatapan dan mimik wajah Ibu Raia berubah seram.

"Aku rasa aku paham mengapa Raia hilang. Kita tak bisa mengabaikan kemungkinan dia tertekan oleh kekangan anda," jawab Watson berani, mengutarakan isi hati Jeremy-Hellen.

"Hasby sialan itu pelakunya. Karena dia berteman dengan Raia... Bersahabat dengan putriku... SEMUANYA JADI AMBURADUL! Tidak bisa begini. Aku akan menemukan Raia dan membeli jasa pengawal. Pengawas yang bisa memantau Raia sehari-hari." Beliau menoleh ke Watson dengan tatapan memelas namun ada denting ngeri menggantung. "Itu tugas kalian, kan? Kalian detektif. Kalian pasti akan membawa putriku kembali ke rumah."

Watson pun berdiri, disusul yang lain—nyali mereka ciut melihat perubahan watak beliau. "Maaf, Nyonya. Kami tak bisa membantu jika emosi anda seperti ini. Kendalikan amarah anda dan datang ke Madoka secara resmi."

Drap! Drap! Drap!

Perbuatan Ibu Raia sukses memicu adrenalin. Bahkan Dextra mulai takut melihat muka wanita itu. Tiba-tiba berlari melewati mereka yang ingin keluar, lalu berdiri di depan pintu dengan posisi menghalangi. Tatapan liar.

"Kalian tak boleh ke mana-mana. Kalian harus menemukan putriku dulu. Itu sudah jadi kewajiban kalian sebagai seorang detektif."

Watson melihat tangan ke dada. "Walau anda bilang demikian, kami bisa apa jika anda menaruh dendam pada tersangka yang masih ambigu? Kami tak mau mengambil resiko."

"Tunggu, Dan. Apa maksudmu?"

"Kita batalkan pengambilan kasus Raia."

Dengan kondisi mental Ibu Raia yang kurang stabil, beliau bisa nekat mencelakai Hasby. Itu berbahaya. Lebih baik pihak berwajib saja yang mengambil alih. Mereka bisa memberi perlindungan pada Hasby dari amukan beliau. Berkompromi untuk jalan keluar yang damai.

"Apa? K-kamu tidak ingin mencari putriku?"

"Jika anda ingin kami menemukan Raia, haraplah tenang dan berhenti menyebut Hasby pelakunya. Kita belum tahu jelas—"

Duk! Entahlah benda apa itu, panjang dan batangnya mengkilap oleh cahaya matahari yang tembus dari celah ventilasi. Benda itu cepat sekali menghantam perut Watson, tepat di bagian bekas luka tusuk. Watson terduduk, meringis kesakitan memegang perutnya.

"ANDA PIKIR APA YANG ANDA LAKUKAN?!"

Ibu Raia mengacungkan tongkat golf ke arah anggota klub detektif Madoka yang berngidik akan ekspresinya. "Kalian tak boleh keluar sampai putriku ketemu. Kalian akan di sini hingga Raia pulang kepadaku. Ini perintah."

Kesalahan besar mengambil kasus Raia. (*)










Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro