Chapter 19

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Paviliun Visconti di Ansaldo Workshops tempat yang biasanya digunakan untuk pameran seni di teater La Scala menjadi atensi ketika pekan mode kembali digelar. Mengusung tema musim semi, dekorasi di bagian pintu masuk dibuat cerah untuk memberikan kesan ceria dan hangat. Bunga dan pohon imitasi menjadi spot foto terbaik berlatar tulisan Milan Fashion Week, sementara bagian dalam ada ruang memanjang bercat putih tampak kontras dengan orang-orang yang mengenakan pakaian berbagai macam warna dari designer terkenal. 

Di sana, ada kursi tanpa sandaran bermotif catur mulai diduduki para tamu. Bagian ujung panggung berbentuk huruf U terbalik memiliki dua sisi pintu yang sepertinya menjadi tempat keluar-masuk para peragawan dan perawagati memamerkan fashion trend terbaru. Di sana juga menampilkan potongan demi potongan video pagelaran mode musim gugur dan musim dingin yang berhasil dilaksanakan dan mendapat apresiasi dari penikmatan busana. 

Sayangnya, perhelatan besar ini tidak sembarangan didatangi oleh umum, kecuali mendapat undangan khusus seperti blogger, influencer, jurnalis, fotografer, artis, hingga model top. Namun, penyelenggara akan menyiarkan secara langsung di alun-alun kota Milan sehingga publik bisa menikmati secara gratis.

Di pintu masuk berkarpet merah, ratusan bidikan kamera berhasil memotret artis dan model papan atas termasuk Louisa yang kini digandeng Dean begitu posesif. Balutan dress selutut berwarna hitam dihias tulisan Channel, gambar mawar serta logo brand pakaian berwarna keemasan. Potongan rendah bagian dada berhias batu safir biru dan perak membuatnya makin tampak glamor. Tidak hanya itu juga, di bagian leher ada semacam aksesoris dari gaun cantik yang tersambung di punggung sehingga dari depan seakan memakai kalung. Tak perlu riasan mencolok, dia memfokuskan riasan mata smokey dan pulasan lipstik coral yang membuat wajahnya terlihat flawless. Rambut cokelat Louisa sengaja diurai panjang sebahu dan terakhir kaki jenjang Louisa dibalut stiletto heels hitam dengan ankle strap yang melingkar.  

Melihat penampilan Louisa, Dean benar-benar sempat terhipnotis cukup lama seperti tidak pernah melihat perempuan menakjubkan itu. Manalagi wangi parfum manis bagai sepotong cupcakes vanila menggoda hidung Dean. Bagai menyuruh untuk mengisap kuat pembuluh darah Louisa. Kalau bukan di tempat umum, mungkin Dean akan menerjang Louisa dengan ciuman dan merobek paksa gaun yang membalut lekuk tubuh gadisnya. Ditambah ratusan pasang mata tak henti-hentinya mengagumi Louisa yang dinilai seperti Cleopatra era modern. 

Dean meremas pinggang ramping Louisa, memberi ciuman di pipi kanan untuk menunjukkan teritorial yang tidak boleh dilanggar orang lain. Gadis itu menoleh, berpura-pura melebarkan senyuman padahal ingin sekali menghajar Dean dengan pemukul bisbol. Namun, dia harus menahan kekesalan setelah pertengkaran terakhir mereka malam itu. Tidak mungkin dia menunjukkan bahwa di balik hubungan mesra ini ada sebuah jurang lebar yang memisahkan. 

Dean tidak suka orang lain mengetahui masa lalunya. 

Dean tidak mempercayainya. 

Louisa masih sakit hati jikalau mengingat hal tersebut. Seakan-akan Dean membangun dinding tinggi dengan pagar kawat sehingga Louisa bakal kesulitan untuk menembusnya. Entah apa yang terjadi di kehidupan Dean sampai tidak mengizinkan orang lain tahu. Patah hati? Trauma? Louisa tidak paham sama sekali, pun ditilik dari kelakuan Dean tidak menunjukkan dia benar-benar pernah merasakan patah hati. Justru dialah yang sering mematahkan ekspektasi perempuan padanya. Haruskah Louisa bertanya kepada Christine?

"Kau cantik," puji Dean di telinga Louisa. "Aku suka gaun ini melekat di tubuh indahmu."

Louisa tidak membalas rayuan manis itu, memilih berpaling ke arah kamera lalu berjalan seraya melepas genggaman Dean lalu memasuki area VIP untuk menikmati catwalk yang akan segera dimulai. Menyusul Louisa, Dean kembali merapatkan posisi, mendekap pinggang meskipun tahu gadis itu mulai risi. Tapi dia segera membisikkan dan mengingatkan bahwa mereka di sini dikenal sebagai pasangan dimabuk asmara. Setidaknya hal tersebut yang ingin disematkan Dean agar orang tidak sembarangan merayu Louisa. 

Bola mata Louisa rasanya ingin menggelinding saat ini juga. Dean benar-benar ahli memainkan suasana tanpa memedulikan perasaan orang lain atas sikapnya. Louisa menepis tangan itu ketika mereka duduk di salah satu kursi lantas menikmati nyanyian dari Adelle yang menggema sampai ke sanubari terdalam. Louisa menarik napas sejenak, mencoba mengatur mood sebaik mungkin agar jangan sampai ketika Troy muncul wajahnya terlihat masam.

"Ingatlah bahwa kita berdua tidak sedang baik-baik saja, Mr. Cross," lirih Louisa penuh penekanan. "Aku masih marah padamu."

Dean membisu, melempar sorot mata yang tidak bisa Louisa baca. Tapi dari gelagatnya yang mengatupkan rahang tersebut, dia yakin Dean menahan kemurkaan sama seperti dirinya. Kemudian, lelaki itu mengedarkan pandangan mengamati satu-persatu wajah tamu sebelum akhirnya memutuskan untuk menggenggam erat tangan Louisa kembali. 

"Aku tidak suka ditolak walau kau ingin menghajarku, Ms. Bahr," ucap Dean mengetahui Louisa menepis tangannya lagi. Ditarik tangan berhias cincin permata lalu mengecupnya pelan. "Aku ingin menyeretmu agar bisa menyelesaikan masalah kita kemarin," bisiknya lagi. "Merobek gaun sialan ini."

"Atau ... aku bisa memukul kepalamu dengan pemukul bisbol, agar tahu otakmu ada di mana saat mempermainkan perasaan perempuan," sindir Louisa. "Seks bukan jawabannya, Mr. Cross."

"Mari kita lihat nanti," kata Dean memiringkan sudut bibir.

Louisa tertegun beberapa saat mendengar lantunan lagu Adelle. Tiap bait yang nyanyikan begitu merdu bagai membuka lembar demi lembar kenangan terutama pertemuannya dengan Troy beberapa waktu lalu di Navgili. Cara pandang Troy sudah jauh berbeda daripada saat di mana mereka masih dimabuk oleh cinta yang membara. Padahal dulu mereka adalah sepasang kekasih yang sudah mengikrarkan janji di bawah senja bahwa mereka akan selalu bersama-sama walau terpisah jarak dan waktu. Masih ingat betul kalimat yang Troy bisikkan di telinga Louisa bahwa lelaki itu akan memujanya sampai akhir hayat, mengagumi kecantikan dan bakat yang dimilikinya, juga ingin mengukir masa depan bersama.

"Ich liebe dich, Schatzi ...ich kann nicht ohne dich leben," bisik Troy. 

(Aku mencintaimu, Sayang ... aku tidak bisa hidup tanpamu)

Louisa tersipu malu mendengar rayuan Troy ketika mereka duduk berdua di salah satu restoran terbaik yang ada di Positano, Italia. Menyaksikan keagungan Sang Pemilik Alam ketika pergantian siang ke malam, menyemburkan warna-warna pastel di angkasa sementara burung-burung camar terbang rendah. Tumpukan rumah Positano bercat aneka warna beserta kubah gereja menambah daya tarik, apalagi kapal-kapal tampak bersandar di pinggir laut sebelum kembali menyambut hari esok. 

Sayang, janji tersebut hanyalah sekadar kata di mulut tanpa ada pembuktian. Perut Louisa langsung melilit setiap kali mengingat Troy mengatakan putus tanpa alasan sampai dia menemukan kebenaran dibalik perubahan sang mantan. Louisa menengadah, menahan bulir air mata meresapi nyanyian Adelle. Dia melepas genggaman tangan dari Dean, mengeluarkan tisu untuk menghapus kristal bening itu sebelum jatuh. Louisa tidak ingin terlihat lemah. Setidaknya jangan sekarang.

When will I see you again? You left me with no goodbye

Not a single word was said. No final kiss to seal any sins

I had no idea of the state we were in. I know i have a fickle heart and a bitterness

And a wandering eye, and a heaviness in my head

But don't you remember? Don't you remember

The reason you loved me before

Dean menatap Louisa dalam diam, memahami isi kepala gadis itu dan apa yang sedang menggelayuti hatinya. Cinta memang menyakitkan tapi tidak semestinya ditangisi sampai berhari-hari. Cinta tidak akan kembali sekalipun manusia menangis darah. Alhasil, sebagai bentuk simpati, dia mengisi sela-sela jemari Louisa yang bebas membuat gadis itu menoleh dengan ekspresi kaget. 

Mereka bertemu pandang cukup lama dan tenggelam dalam pikiran masing-masing tanpa menemukan jalan keluar. Melihat iris mata Dean yang penuh misteri itu menimbulkan percikan aneh dalam diri Louisa. Sesaat tatapannya penuh gairah seperti malam-malam yang mereka lalui, sesaat kemudian akan berubah dan tidak bisa dibaca Louisa. 

Louisa bertanya-tanya dalam hati tanpa menolak sentuhan lembut Dean sekarang. Apa yang sebenarnya ada di pikiran Dean tentangnya dan hubungan ini? Apakah perempuan sebelum Louisa juga memiliki pertanyaan-pertanyaan berkecamuk dalam kepala seperti dirinya? Apakah mereka juga tidak bisa mendapatkan secuil hati Dean? Perut Louisa menegang kalau tidak bisa menemukan jawaban atas keresahannya sendiri.

"Aku tidak bisa memahamimu, Mr. Cross," tandas Louisa jujur. "Selain itu, kalau bukan karena acara sialan ini, aku tak mau datang."

"Menurutmu aku tidak? Kau mudah marah, menangis tiba-tiba, dan membuatku gila setengah mati, Lou," balas Dean. "Kita bisa menyelesaikan masalah kemarin setelah acara ini berakhir. Setidaknya aku masih punya hati ketika kau memohon padaku untuk pamer ke mantanmu. Atau kau berubah pikiran?"

Dean langsung melepas tautan jemari mereka, membuat sisi lain Louisa langsung mengerutkan kening tak suka. Dia mengamati guratan nadi Dean yang tercetak jelas dan berharap bisa merasakan hangat tangan besar lelaki itu lebih lama. Setidaknya sentuhan Dean sedikit menenangkan dan mengajaknya keluar dari lubang kesedihan. Tapi, Louisa diperingatkan oleh sisi egoisnya untuk tidak mudah menurunkan harga diri setelah perdebatan mereka. Akhirnya dia berpaling, memilih fokus pada model-model yang berjalan seraya mengenakan koleksi brand ternama. 

Tren mode tahun ini lebih terasa ke gaya klasik dengan sedikit melebihkan proporsi model pakaian seperti rumbai-rumbai, aksen renda dengan laser cut, motif bunga, hingga asimetris. Untuk warnanya sendiri, Louisa berpendapat kalau earth tone masih menjadi pemegang takhta warna paling diminati di seluruh dunia. Sementara alternatif lain yang populer adalah lilac, neon, hingga kuning menyala yang bakal menyala terang dipakai di bawah terik matahari. 

Tak lama sesuai dengan perkiraan Cory, sosok tinggi bermata amber dengan rambut ikal keluar dari sisi kiri pintu lalu berjalan dengan celana pipa longgar yang menggantung di pinggul sedangkan bagian atasnya mengenakan jas berwarna moka tanpa dalaman untuk memamerkan pahatan otot perut. Walau sorot mata itu tidak sampai ke Louisa, tapi dia tahu Troy mengetahui keberadaannya bersama Dean.

Iris mata Louisa langsung beredar, mencari-cari posisi kekasih Troy yang tengah mengandung itu. Apakah dia duduk kursi tamu undangan atau menunggu di belakang panggung sambil membawa buket seperti yang pernah Louisa lakukan. Kalau mengingat wajah perempuan itu terutama perutnya yang membuncit, rasanya ada perasaan tak menentu yang tidak bisa didefinisikan kembali bergemuruh dalam dada. Dia tidak bisa menyebutnya kekecewaan, marah, ataupun kesedihan. Seolah-olah ada seseorang yang melubangi hati Louisa dengan bor sampai segala sesuatu yang melintas di sana tak berarti kecuali pedih yang ditinggalkan.

Ah! Harusnya aku sudah move on kan? Kenapa selalu teringat si keparat itu!

Mungkin Louisa butuh sebotol red wine sembari melihat panorama kota untuk melonggarkan perasaan mencekik ini. Dia butuh oksigen sebanyak mungkin agar kepalanya bisa kembali berpikir jernih lagi bahwa tak selamanya cinta membuat seseorang terpuruk. Dia harus mengingat ucapan Cory bahwa dia cantik dan berbakat, ada banyak lelaki yang bakal mengantre untuk menjadi kekasihnya. 

Ya! Tentu saja!

###

"Lou!" teriak seseorang yang jelas-jelas itu suara yang sempat ingin ditepis Louisa.

Gadis itu membalikkan badan, menyunggingkan seulas senyum agar terkesan dia sudah move on. Dia mengernyitkan alis tak mendapati lelaki pengkhianat bersama pujaan hatinya seperti kemarin. Apakah Troy datang sendiri?

Begitu mendekat, Louisa seperti ditarik ke masa lalu. Lagi. Masa di mana dia akan menyambut Troy, memberikan ciuman dan pelukan bahwa lelaki itu sudah melakukan hal terbaik saat catwalk. Bahu lebar di balik kemeja formal biru itu membuat Louisa mengenang bahwa di sana dia pernah menyandarkan harapan sebelum diremukkan kenyataan oleh orang ketiga.

"Hei, apa kabar?" tanya Louisa. "Ah, selamat atas penampilanmu Troy."

"Baik dan terima kasih. Sorry, pertemuan kita kemarin terkesan begitu canggung. Aku tak enak dengan kekasihmu itu," tukas Troy menarik bibirnya membentuk senyum simpul.

"Dean? Ya, dia tidak suka lelaki lain mendekatiku, Troy. Setidaknya dia lebih tulus," ucap Louisa menggebu-gebu padahal kenyataannya juga tidak begitu. "Daripada kau."

"Aku tidak sempat mengucapkan maaf yang pantas, Lou," kata Troy lirih. Ekspresi wajahnya menyalurkan sebuah kesedihan begitu kentara. Apakah dia sekarang menyesal? batin Louisa.

"Lupakan apa yang terjadi, Troy. Aku sudah bahagia bersama Dean," balas Louisa tegas.

Bahagia dalam imajinasiku sendiri.

"Iya, bisa kulihat kalian seperti itu," kata Troy. "Kapan-kapan, aku ingin kita minum bersama."

"Lantas kau akan merebutnya dariku?" suara Dean memecah percakapan mantan pasangan itu. Dia menyipitkan pandangan seperti ingin menghajar Troy saat ini juga. Dia menghampiri Louisa setelah menyelesaikan urusan dengan salah satu pihak penyelenggara yang ternyata teman lama dan menawari kerja sama dengan agensi Cross. 

Dean tidak menyangka kalau Troy masih berani mendekati Louisa usai mencampakkannya seperti sampah. Apakah Troy akan mendaur ulang semua perempuan yang pernah tidur bersamanya?

Lelaki itu langsung merangkul pinggang Louisa, menatap tanpa gentar ke arah Troy. "Aku tidak setuju kalau kau mengajak kekasihku minum, Mr. Austin. Kami memiliki beberapa daftar kencan panas yang belum terselesaikan. Ayo, Babe, kita pergi."

Troy terpaku di tempat merasakan gumpalan amarah membelenggu mendapati betapa angkuh Dean. Di sisi lain, ada rasa dengki menjalari Troy mengetahui Louisa mendapatkan lelaki yang benar-benar jauh lebih baik darinya. Dia paham betul, Louisa bukan perempuan yang mudah berpindah hati setelah hubungan mereka terjalin bertahun-tahun. Lantas, bagaimana bisa seorang artis pendatang baru membuat CEO agensi bisa bertekuk lutut seperti itu?

Tidak mungkin kan?

Troy terbahak atas spekulasinya sendiri, namun matanya berkilat dan memunculkan senyum samar penuh arti.

"Aku harus cari tahu."


Louisa cantiknya mana tahan 😭😭😭😭

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro