Chapter 39 🔞

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Degup jantung Louisa berdetak cepat manakala iris matanya membaca untuk ke sekian kali tagline berita yang ada di internet beserta tangkapan foto bersama Dean di lobi hotel. Entah siapa yang begitu berani menyulut masalah, apalagi mereka menuliskan ada rahasia yang sengaja disembunyikan Louisa dari publik dan menyinggung hubungannya dengan Troy. Dia menggigit kuku jari, mengais-ngais ingatan apakah ada seseorang yang sengaja menguping pembicaraan atau memang seseorang tahu dan membocorkan hal tersebut kepada media. 

Cory?

Louisa menyipitkan mata lalu menggeleng pelan. Sebanyak apa pun pertengkaran yang sudah dilaluinya bersama Cory, Louisa mengenal betul siapa manajernya. Di sisi lain, Cory tak kunjung menghubungi Louisa walau berita tersebut ramai menjadi bahan perbincangan di beberapa situs. Alhasil, dia gelisah bukan main, tak dapat membayangkan kalau manajer yang sudah dianggap sebagai teman sekaligus kakaknya sendiri begitu tega berkhianat. 

"Hei," panggil Dean menghampiri Louisa yang tenggelam dalam pikirannya sendiri. Dia menarik kursi sofa di depan kekasihnya, lalu berpaling ke arah pepohonan yang mengelilingi restoran berkonsep rumah kaca di Buffalo Bayou Park. Padahal suasananya sangat sejuk walau lampu-lampu kristal menggantung di atas mereka tuk menambah kemewahan restoran bintang lima ini. Sebenarnya, Dean ingin mengajak Louisa ketika matahari benar-benar tenggelam namun mengingat nama mereka tengah trending di internet, dia memutuskan untuk memesan tempat pribadi yang tidak perlu bersinggungan dengan banyak orang. 

"Kau tak suka?" tanya Dean. "Kita bisa pindah, Babe."

Yang ditanya menggeleng lemah, meraih gelas berisi anggur merah yang tadi dituangkan pelayan untuknya. Menyesap pelan membasahi kerongkongan yang kering kemudian menghangatkan lambungnya yang ikut merasakan keresahan Louisa. "Aku suka apa pun yang kau lakukan untuk kita, Dean. Hanya saja ... menurutmu apa gosip itu akan berlalu?"

Dean terpaku beberapa saat, menyandarkan punggung ke kursi yang didudukinya seraya memandang lurus ke arah bola mata Louisa. Jemari Dean mengetuk-ngetuk pelan meja, merutuk dalam hati siapa saja yang membuat gadisnya dilanda rasa takut seperti itu. Kalau dia sendiri akan bersikap masa bodoh, selama  tidak mengganggu proses syuting. Tapi, semua berbeda menurut sudut pandang Louisa. Sejak awal ketenaran pemeran Abby McMilan itu, sedikit isu saja bisa membawa dampak yang lebih besar, entah itu asmara atau bakatnya. 

"Kita sudah membahasnya tadi, Lou, tidak perlu kau pikirkan," tukas Dean menggenggam tangan Louisa, memberi kecupan lembut di sana. "Semua ditangani Mr. Reese."

"Mereka menyangkutpautkan namaku dengan Troy lagi," tandas Louisa belum bisa merasakan kelegaan. "Mereka bilang kalau kita--"

"Tidak, Lou," sela Dean seakan-akan mengetahui isi kepala Louisa tentang hubungan mereka. "Calm down, Babe, semua akan baik-baik saja. Jadi, makanlah!"

Dean melirik seorang pelayan berkulit pucat membawakan pesanan makan siang mereka setelah berjam-jam menunggu gadis itu selesai syuting. Bibirnya mengukir senyum tipis melihat wajah Louisa yang tadinya masam kini memerah mendapatkan makanan yang bisa mengenyangkan perut juga menenangkan perasaan. Setidaknya itu yang dia pahami tentang bagaimana menyenangkan wanita yang dilanda masalah.

"Aku memikirkan Cory," ujar Louisa lagi ketika garpu yang dipegang menancap daging ikan bakar yang segar. "Aku takut jika dia yang mengadu kepada mereka hanya karena kami bertengkar hebat."

"Kurasa itu bukan dia, Lou, aku mengenal Mr. Conley dengan baik. Dia memang cerewet untuk ukuran pria tapi dia peduli dan menjaga betul apa pun rahasia perusahaan," timpal Dean menarik piring Louisa dan membantu mengiris daging ikan tersebut menjadi potongan lebih kecil. "Kau harus makan agar bisa mencari jalan keluar, Babe. Hari kita masih panjang."

Dia mengembalikan piring Louisa dan menyiratkan agar gadis itu segera menghabiskan makanan. Louisa menaikkan sebelah alisnya lalu tersipu malu dan bertanya, 

"Apa yang sedang kau rencanakan?"

"Something spicy," jawab Dean lalu tertawa pelan seraya mengiris steak dan melahapnya. "Bersamamu rasanya tidak akan menyenangkan bila kita melakukan hal-hal nakal, Ms. Bahr."

Louisa meneguk ludahnya sendiri, merasakan sengatan gairah yang dipancarkan Dean membakar dirinya. Melenyapkan kegundahan yang tadi sempat menguasai berganti gejolak dan ide-ide nakal terlintas di kepala. Sudut bibirnya ditarik ke atas berbarengan kilatan mata yang berkobar-kobar menyetujui apa pun rencana Dean nanti. 

"Kau membuatku penasaran," ujar Louisa bersemangat, mengunyah makanannya sembari mengerlingkan sebelah mata. 

"Mari kita lihat nanti, Ms. Bahr."

###

Walau seharian penuh bersama Dean tidak akan pernah membosankan, termasuk ketika mereka berhasil keluar dari Escape Room setelah memecahkan teka-teki yang membingungkan. Sesuatu yang panas yang dimaksudkan Dean adalah bagaimana keluar dari penjara dari area permainan Prison Break untuk mencuri berlian. Hal mencengangkan yang baru pertama kali Louisa rasakan adalah Dean menggodanya untuk melakukan quickie di sela-sela permainan tersebut. 

Ibarat membangkitkan adrenalin yang terlalu lama terlelap di dasar lapisan tubuh, Dean membangunkan gairah Louisa dan saling memuaskan diri hingga pelepasan itu terjadi. Tubuhnya nyaris ambruk saat mulut Louisa menguasai pusat tubuhnya, menjilati sisa-sisa pelepasan dengan mata berkilat-kilat. 

Dan sekarang, mereka memilih menonton film romantis di Moonstuck Drive in di mana sebuah layar terpampang jelas di depan puluhan mobil. Dean mendekap Louisa seraya melahap berondong jagung manis sebagai teman bicara, sesekali mencium bibir kekasihnya seakan-akan bercinta di Escape Room tidaklah cukup.

Tak tinggal diam, Louisa balik menggoda Dean dengan mengelus pusat tubuh lelaki itu. Beruntung mobil beratap terbuka milik sang CEO tertutup sehingga tidak ada seorang pun yang tahu kalau mereka tengah bermain-main di antara gairah panas yang menjilat-jilat. Dean melirik, membelai rambut Louisa dan menegakkan badan membiarkan gadis itu menunduk serta membuka resleting celananya. 

"Hei, baby boy... " sapa Louisa mengamati kenjantan Dean penuh damba. 

"Dasar gadis nakal," cibir Dean mulai gelisah saat tangan Louisa memanjakan dirinya. 

"I am, Bos," ucap Louisa memandang lurus bola mata Dean yang dibakar nafsu. 

Jakun Dean naik-turun menikmati perlakuan Louisa padanya, sesekali dia terkekeh dan mengelus rambut sang pujaan. Sebelah tangan lain menggosok dagu ketika gelombang kenikmatan itu mulai merangkak perlahan dan berputar-putar di perut. Menciptakan jutaan kupu-kupu yang bakal membumbung tinggi serta meledakkan diri di angkasa. Dean menggertakkan rahang manakala lidah Louisa makin menggila menggoda dan mengaduk-aduk pertahanan pusat tubuhnya. Bagai besi yang dibakar dalam suhu tertinggi, seluruh tulang Dean meleleh bersamaan saat pelepasan itu datang. 

Dia menggeram, meloloskan sebagian besar kupu-kupu itu dari mulutnya lalu sudut bibir Dean terangkat penuh kepuasan. Dia melihat Louisa masih betah bermain-main di sana, membersihkan sisa-sisa kenikmatan itu dengan wajah memerah. 

"Kau membuatku gila," kata Dean memuji Louisa. Menyandarkan kepala ke kaca mobil seraya menarik napas sebanyak mungkin untuk menyatukan kembali segenap kewarasannya yang luluh lantak. 

Gadis itu menegakkan badan, menarik tisu dari dasbor untuk menyeka sudut bibir namun Dean merebut dan membalasnya dengan ciuman dalam. 

"Karena aku mencintaimu, Dean," ujar Louisa. "Aku mencintaimu dan akan kulakukan apa pun untuk membuatmu berada di sampingku," tandasnya lagi. 

Dean terpaku beberapa saat, mengamati raut cantik Louisa yang mengamatinya penuh ketulusan. Bibirnya mengatup rapat, membentuk garis lurus menerima pernyataan secara terang-terangan gadis itu. Dia menangkup wajah Louisa lalu mengecup keningnya dengan penuh kasih sayang kemudian menyatukan kening mereka untuk merasakan lebih dalam seberapa besar perasaan Louisa kepadanya. 

"I know," bisiknya. 

###

Dean berdiri di balik pagar balkon dalam diam, merasakan angin malam Houston membelai lembut kulitnya yang lembap. Mengamati langit malam bertabur gemintang di mana bulan tengah bersinar terang. Dia memutar kepala, mengamati hasil goresannya di atas kertas yang mengabadikan ekspresi terlelap Louisa dengan dada terbuka nan menggoda lantas berpaling  sebentar tuk menatap punggung telanjang Louisa yang tertutup selimut. 

Iris biru samudra Dean terfokus pada ukiran tato sayap kecil yang baru diukir di salah satu tempat tattoo artist terkenal di Houston. Dia teringat kalau Louisa meminta untuk dibuatkan tato di punggung kanannya sebagai tanda keseriusan bahwa hatinya bukanlah sebuah permainan. Tidak peduli seberapa besar rasa sakit yang diterima, Louisa tetap mencintai Dean. Begitulah yang diingat pria tersebut sampai termangu merenungi kembali pernyataan cinta Louisa. 

Apakah ini yang dia inginkan?

Apakah hubungannya akan sesuai dengan ekspektasinya?

Apakah tidak akan ada orang lain yang hadis di antara mereka?

Walau mencoba menerima Louisa, selalu saja ada celah bagi Dean untuk menilik kembali masa lalunya bersama sang mantan. Meratapi betapa menyedihkan dan mengenaskan seseorang yang tak dikenal datang untuk merebut pujaan hati. Dan setiap kali bayangan itu datang, menimbulkan waswas dalam dada Dean kemudian berubah menjadi mimpi buruk. Bagaimana dia kehilangan akal sampai menghilangkan nyawa seseorang. 

Tak berapa lama, ponselnya bergetar. Dean merogoh benda itu dari dalam celana longgar berbahan katun yang menggantung rendah di pinggul. Melihat nama sang asisten tampil di sana menimbulkan satu ulasan senyum di bibir. 

Sebelum menjawab panggilan itu, Dean menoleh kembali berharap Louisa benar-benar terbuai oleh mimpi. Selanjutnya dia menggeser ikon hijau dan bertanya, 

"Bagaimana?"

"Dia setuju menemui Anda besok sebelum kembali ke San Diego."

Seberkas sinar di wajah Dean makin terang seperti menemukan batu berlian paling besar. Mendadak dadanya mengembang dipenuhi kelegaan bahwa dia bisa bertemu dengan Anastasia setelah sekian lama gadis itu menghindarinya. Apakah ini tahapan awal dia bisa mendapatkan ampunan dari gadis itu?

"Atur pertemuanku, Mr. Reese dan ..." Dean berbalik untuk melihat Louisa lagi. Beruntung gadis itu tidak terganggu oleh suaranya. "Jangan sampai orang lain tahu, termasuk Ms. Bahr dan manajernya."

"Baik, Mr. Cross."

***

Gimana? Udah capek belum sama kelakuan Dean? Silakan timpuk kepalanya pake batu gpp, aku ikhlas...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro