CHAPTER TEN: VIRUS X

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

KRETTTT. Dua Fang sedang berusaha membongkar pagar itu supaya bisa di masuki.

"Aku akan mengurusnya. Uni, kau buat Molotov!" ucap Chester.

"Molotov?"

"Itu, yang Pisco buat waktu itu."

"Ohh, oke," Uni melepaskan tasnya, dan membawa botol kosong yang kebetulan ada di bawahnya. "Berapa?"

"Dua, untuk jaga-jaga. Nona, tolong ya," Chester melihat wanita itu.

"Baik. Oke, kalian bantu kakak Uni saja ya," wanita itu berbicara kepada ketiga anak itu.

"Siap!" jawab mereka serempak.

Mereka berdua maju untuk memperlambat pembongkaran Fang. Chester dan wanita itu menembaki mereka masing-masing satu Fang. Fang kesakitan, sehingga dia tidak jadi membongkar pagar itu. Tapi, para vampir datang. Jumlahnya tiga, dua menyerang Chester dan satu menyerang wanita itu. Mereka bisa masuk karena ada celah kecil yang dibuat oleh Fang. Chester menembaki mereka, tapi hanya satu yang kena, satu lagi menyerang Chester, dia memukul tangan Chester sampai pistolnya jatuh, Chester menyerang balik dengan menendangnya, memukul pipi kanan, menebas lehernya dengan golok. Wanita itu tidak bisa mengendalikan tembakannya, vampir sudah mendekat dan menangkap dia, dia melawan, hampir saja taringnya mengenai lehernya, kalau Chester tidak menembak kepalanya. Karena mereka sibuk dengan vampir, tanpa mereka sadari kalau Fang sudah berhasil membongkar pagar itu, dan masuk. Fang menyerang mereka berdua, mereka hanya bisa menghindar untuk menghemat amunisi yang mereka miliki.

"Sudah siap!" teriak Uni.

"Oke, tolong lempar ke sini!" jawab Chester.

"Kalau nanti pecah gimana?"

"Sudah, lempar saja!" mereka mulai terpojok.

"Ini!" Uni melemparkan satu Molotov ke arah Chester.

Lemparan itu tepat mengenai tangan Chester, Chester menyalakan sebuah pematik ke arah ujung kain yang terikat ditutup botol.

"Rasakan ini!" Chester melemparkan Molotov itu, ternyata langsung meledak tanpa ditembak dulu. Mereka masih bisa bertahan.

"Uni!" teriak Chester. Sekarang Uni berada cukup dekat dengan Fang. "Coba kau lempar langsung Molotov itu ke mereka."

"Oke," Uni melemparkan Molotov itu. Mereka semua langsung kesakitan karena datang ledakan baru. Tak lama kemudian, mereka mati hangus.

"Terima kasih banyak," ucap wanita itu.

"Sama-sama. Kenapa kalian ada di sini?" tanya Chester.

"Sebetulnya, kami bisa di sini karena..." ucapnya terhenti. "Kendaraan yang kami naiki terjadi kecelakaan," lanjut wanita itu.

"Memangnya kalian mau pergi ke mana?"

"Tentu ke kota Jite lah."

"Ohh, kalau begitu bagaimana kalau kalian pergi ke rumahku? Aku memilik sebuah kendaraan."

"Benarkah? Terima kasih banyak."

"Ayo! Sebentar lagi kita akan sampai," mereka berjalan keluar dari lapangan ini.

Sekarang mereka sudah ada di dalam rumah Chester.

"Hai Uni, ayo kita makan," ajak Chester. Uni sedang melamun di depan pintu masuk.

"Oh, nanti aja deh kak Chester," katanya masih melihat pintu.

"Saya yakin. Pisco pasti baik-baik saja, dia kan kuat," Chester berusaha menghiburnya.

"Terima kasih kak Chester."

"Enggak usah panggil kakak, panggil aja Chester. Ayo!"

"Ya Chester," lalu Uni berbalik.

Monster itu berteriak sangat keras sekali.

"Sial!" kata Pisco. Mereka berdua menutup telinga mereka, tak lama kemudian monster itu berhenti.

"Dia apa?" tanya Isma.

"Namanya Sonic, dia vampir yang hampir sama dengan Bloater. Tapi tenang aja, dia enggak bisa menyerang. Yang bisa menyerang hanya anak buahnya saja, dan tadi dia melakukan pemanggilan."

"Kapan mereka datang?"

"Entahlah, lagi pula mereka juga pasti pusing dengan panggilan itu. Kecuali Vante sih," lalu tiba-tiba di belakang Sonic, datanglah dua Vante. "Biar aku yang urus mereka," lanjut Pisco.

Pisco berancang-ancang, langsung mereka berdua maju. Pisco menghajar satu Vante sampai terjatuh, satu lagi menyerang dengan tangan, ditahan, Pisco memukul dada, pipi kanan, kiri, menendang dada, terakhir memukul kedua sisi leher sampai kepalanya hancur. Vante yang tadi berdiri, menyerang, tapi sudah tertembak oleh Isma.

"Maaf ya," ucap Isma.

"Ya sudah, tak apa," kata Pisco melihat Sonic yang mulai melakukan panggilan lagi. "Rasakan ini jelek!" Pisco melempar bom asap sebelum dia berhasil melakukan panggilan.

Sekarang ruangan ini penuh asap, Pisco mengambil kesempatan ini. Dia maju, terus menebas berkali-kali badan Sonic, terakhir menusuk dadanya.

"Uhuk uhuk!" lalu asap mulai menipis. "Kau berhasil Pisco," kata Isma setelah melihat Sonic mati berlumuran darah.

"Kita lari!"

"Kenapa?" tanya Isma.

"Kau dengar itu," tiba-tiba terdengar suara pukulan di arah rolling door yang tadi.

"Ternyata itu. Ayo!" mereka berlari ke ruangan selanjutnya. Mereka berjalan ke atas, sampai di ruangan perkantoran, di sini ada 2 Clicker, 1 Hulk, 3 Jikot. Mereka semua sedang memegang kepala mereka. Pisco menembaki Hulk dengan shotgun, tiga Jikot menyerang, satu berhasil ditembak oleh Isma, satu menyerang Pisco dan satu lagi menyerang Isma. Pisco menahan kedua tangan Jikot itu, menendang perut, Jikot berbalik menyerang, tapi ditangkis, Pisco memukul kepala, pipi kanan, menusuk kerongkongan dengan dua jari yang dirapatkan. Isma menyimpan snipernya, Jikot akan memukul kepala Isma, tapi Isma dengan cepat menendang perut, loncat, berputar sambil menendang kepalanya, terakhir menginjak kepalanya dengan keras. Kedua Clicker masih pusing, kesempatan itu diambil oleh mereka, Pisco menembak kepala Clicker dengan revolvernya dan Isma menembakinya dengan sniper. Mereka melanjutkan lari mereka, mereka menuju jendela samping, di sana ada tangga darurat yang terbuat dari besi. Mereka menaikinya, sekarang mereka ada di teras atas gedung ini.

"Isma, kamu bisa loncat ke gedung itu?" tanya Pisco.

"Hmm... bisa!"

"Kalau begitu ayo!" mereka berlari dan meloncat ke gedung selanjutnya. Saat mereka sampai di sana, mereka melihat ke arah belakang, ternyata para mayat hidup itu sudah ada di belakang mereka. Mereka melanjutkan lari mereka, meloncat lagi. Sampai mereka terpojok di gedung yang ternyata jauh sekali.

"Bagaimana nih Pisco?" tanya Isma sambil melihat ke belakang, ternyata para mayat hidup itu sudah mulai dekat.

"Hmm..." Pisco melihat sekitarnya. "Itu dia, kita coba pakai itu," ternyata ada sebuah tiang yang memilik kawat tebal menuju gedung selanjutanya.

"Bagaimana caranya?"

"Anggap aja lagi main flyingfox. Gunakan sniper kamu untuk meluncur."

"Baiklah," Isma memasang sniper itu ke kawat. "Hahhhhh!" Isma sekarang sudah meluncur dengan memegang sniper.

"Bagus," Pisco melihat Isma sudah sampai di sana, lalu Pisco menyusul dengan meluncur menggunakan shotgunnya.

Tapi di tengah jalan, Pisco merasakan sakit di bahunya, yang mengakibatkan dia melepaskan pegangan.

"Piscoooo!" teriak Isma.

Pisco jatuh, tapi dia akan mendarat ke arah jendela di gedung itu. Pisco memutar badannya, supaya yang menabrak jendela itu adalah punggungnya. 'Pranggg!', Pisco sudah tergeletak di ruangan itu.

"Aduhh!" Pisco berdiri sambil memegang kepalanya. Ternyata, di depannya sudah ada zombie. Dia menyerang, Pisco menendang dia, memukul kepalanya sampai dia jatuh, terakhir menginjak kepalanya. "Sambutan yang bagus," tiba-tiba masuklah dua Clicker.

Pisco mau menembak mereka, tapi amunisi shotgunnya habis. Clicker menyerang, Pisco menebas mereka dengan pedangnya, yang terjatuh hanya satu. Yang masih berdiri menahan sakit luka sayatan di badannya, Pisco menendang dia, dan menginjak kepalanya dengan keras. Yang satu lagi kembali berdiri, Pisco dengan cepat menusuk badannya. Tiba-tiba di belakang, Hulk memukul punggung Pisco, Pisco jatuh, dia berbalik dan mendapati Hulk ingin memukul kepalanya, Pisco berguling sambil mengunci kaki Hulk, Hulk jatuh, Pisco berdiri dan menginjak kepala Hulk, tapi ditahan oleh dia. Saat kakinya ditahan, Pisco menembak badan dia dengan revolvernya berkali-kali.

"Pisco!" Isma masuk ke ruangan itu.

"Oh Isma," jawab Pisco dengan santai, seperti tidak terjadi apa-apa.

"Kau baik-baik saja?"

"Ya, aku baik-baik saja," Pisco mengisi amunisi revolvernya.

"Syukurlah," Isma berjalan menuju jendela yang diterobos oleh Pisco. "Mereka berhenti mengejar kita," sekarang para mayat hidup yang mengejar itu mulai mundur kembali.

"Baguslah. Bagaimana kalau kita istirahat dulu?"

Mereka semua duduk di lantai. Pisco meminum air yang dia bawa.

"Oh ya Isma, kau tahu nama teman kakakmu, yang kakak kamu sedang cari?"

"Tahu. Kalau tidak salah namanya Gaki."

"Kau tahu siapa dia?"

"Hmm..., aku kurang tahu?"

"Dia adalah asisten professor Tonki."

"Apa? Benarkah?"

"Iya, aku kenal nama itu. Oh ya Isma, kau tahu orang yang bernama Jocelyn Williams, Hayley Johanes, dan Travis Elliot?"

"Kalau Hayley Johanes adalah pacar kakakku. Memangnya ada apa dengan mereka?"

"Mereka adalah nama-nama orang yang memilik kemampuan seperti kakakmu."

"Tunggu, aku kurang paham," lalu Pisco menjelaskan tentang virus X. "Ohh begitu ya. Sialan!" kesal Isma sambil mengepal tangannya.

"Baiklah, ayo kita lanjutakan perjalanan ini."

Mereka menuruni ruangan ini, tapi di sana ada banyak Fax. Mereka menggunakan topeng itu, lalu melanjutkan perjalanan mereka. Sampailah mereka di suatu ruangan, mereka bersembunyi karena ada 3 zombie sedang berjalan, 4 Clicker diam, dan 2 Jikot sedang diam. Pisco menembak kepala kedua Jikot itu dengan anak panahnya, keduanya mati seketika. Pisco dan Isma berpindah tempat dengan mengendap-ngendap, Pisco berhasil menembak dua Clicker sebelum mereka diketahui keberadaanya oleh para zombie. Dua Clicker menyerang, satu berhasil ditembak oleh Isma, Pisco maju, mendorong Clicker itu sampai jatuh, menahan badannya dengan kakinya, lalu menembak kepalanya dengan revolver. Ketiga zombie meyerang bersamaan, satu zombie berhasil mendorong Pisco ke dinding, dua menyerang Isma. Pisco melawan supaya tidak tergigit, Pisco mendorong dia, memukul pipi kiri, kanan, perut, memegang kepalanya, dan terakhir membenturkan kepalanya ke lutut dengan keras, kepalanya hancur. Isma menyimpan snipernya,  satu zombie menyerang, ditangkis, Isma menendang perut, menendang samping kepalanya, dia jatuh, satu lagi menyerang dan berhasil menangkap Isma, Isma melawan dan menendang badannya, zombie yang ada di belakang ikut menyerang, tapi dari belakangnya Pisco mencekiknya, zombie itu menyerang Isma lagi, Isma membalas dengan tendangan ke kepala, lalu dia menunduk, dan Pisco menembaki kepalanya.

"Kerja yang bagus," lalu Pisco dan Isma melakukan tos.

"Hahh, ternyata lumayan sulit juga menggunakan caramu," Isma mengisi amunisi snipernya.

"Heheh. Rajinlah berlatih, mungkin kau bisa mengalahkan satu mayat hidup tanpa menggunakan senjata, dan kakimu."

"Iya deh," mereka melanjutkan perjalanan dan sampai di depan pintu yang tertutupi oleh daging Induk.

"Isma bantu aku," Pisco dan Isma mendobrak pintu itu, lalu mereka berhasil.

"Hahh... udara segar," kata Isma membuka topengnya.

"Ayo kita lanjutkan!" Pisco menutup pintu itu.

Mereka berjalan, terus berjalan sampai di depan sebuah rumah yang tak asing bagi Pisco. Mereka masuk rumah itu.

"Ikyyy!" Uni berlari menghampiri Pisco, dan memeluk dia.

"Selamat datang sobat," ucap Chester.

"Ya," kata Pisco sambil mengelus kepala Uni.

"Isma?" kata wanita yang ada di belakang Chester.

"Andin!" lalu Isma memeluk dia.

"Kau kenal dia?" tanya Chester.

"Ya, dia temanku. Kenapa kau bisa ada di sini? Bukankah kau harus pergi ke kota Jite?"

"Saat di tengah perjalanan, ada sebuah kecelakaan. Jadi kami tersesat di sini, dan mereka berdua sudah menolong kami."

"Kami?" lalu secara bersamaan ketiga anak kecil itu datang. "Kiko! Laju! Neni!" Isma memeluk mereka.

"Kakak Isma kenapa ada di sini?" tanya salah satunya.

"Ceritanya panjang. Oh ya, aku perkenalkan ini keponakanku Neni, dan dua lagi temannya, Kiko dan Laju, dan ini temanku Andin." Mereka semua menundukkan badan ke Pisco, Uni dan Chester. "Yang itu Pisco, yang sedang dipeluknya Uni, dan ini Chester teman baru yang aku temui di perjalanan."

"Bagaimana dengan kakakmu? Sudah ketemu?" tanya Andin, tapi Isma hanya menjawab dengan gelengan dengan wajah sedih. "Ohh, sabar ya," Andin menepuk pundak Isma pelan.

"Kakak Pisco. Kakak suami kakak Uni?" tanya gadis kecil itu, namanya Neni.

"Siapa yang bilang?" tanya Uni.

"Itu kakak Uni langsung aja memeluk kakak Pisco. Itu biasa dilakukan ayah dan ibuku."

"Heheh," Pisco jongkok untuk bicara dengan gadis kecil itu. "Belum, mungkin nanti dia akan jadi istriku. Doakan ya," Pisco mengusap kepala gadis itu.

"Kakak Chester sudah punya istri?" tanya pria kecil yang bernama Kiko.

"Itu..." wajah Chester menjadi pucat.

"Sudah! Kalian masih kecil! Jangan menanyakan hal-hal yang aneh!" tegas Andin.

"Sudahlah Andin, jangan marah. Lagi pula, suatu saat nanti mereka akan mengalaminya," ucap Isma. Lalu mereka semua tertawa kecil.

"Baiklah, ayo kita makan," ucap Chester.

Selesai makan, Pisco menatap keluar dari jendela.

"Sobat kau sedang apa?" tanya Chester.

"Aku merasakan ada sesuatu di luar sana," Pisco masih memandang keluar.

"Mungkin hanya perasaanmu saja." NGAAAAA.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro