CHAPTER THREE: ADVENTURE

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

TRENG. Mereka memasuki saluran bawah tanah, terlihat banyak sekali gorong-gorong dan di tengahnya ada saluran air. Mereka jalan, namun Uni berjalan sambil menutup hidung.

"Hei, kau kenapa?" tanya Pisco.

"Di sini bau, apakah jaraknya jauh?" kata Uni.

"Ya lumayan. Hei kemari!" katanya menarik tangan Uni, mereka bersembunyi di balik gorong.

"Ada apa?" kata Uni.

"Sssttt, ada Clicker."

Tiba-tiba muncullah Clicker, dia itu zombie berwajah batu, dia tidak bisa melihat, tapi pendengarannya seperti kelelawar. Dia ada tepat di depan mereka, tak lama kemudian Pisco mendekatinya dan mencekik dia, tapi karena Clicker itu lehernya keras. Jadi cukup lama Pisco untuk bisa membunuhnya.

"Apa itu?" tanya Uni mendekati mayat Clicker.

"Ya seperti di film. Dia adalah zombie yang buta karena sudah lama terinfeksi, namun pendengarannya tajam."

Kemudian mereka melanjutkan perjalanan mereka, di depan mereka sekarang ada pagar. Mereka membukanya dan di depan mereka ada Vante.

"Waah gawat, Uni bersembunyi di balik pagar itu," kata Pisco, lalu Vante berteriak, tapi tidak terdengar.

"Ehh, apa yang sedang dia lakukan?" tanya Uni.

"Memanggil kawanannya."

"Tapi tidak terdengar."

"Memang, karena yang dikeluarkannya suara Ultrasonik."

Tak lama kemudian datanglah Clicker, zombie, vampir, Jikot masing-masing berjumlah dua. Pisco mengambil shotgun dan menembak kedua kepala Clicker. Lalu Jikot, zombie dan vampir menyerang Pisco bersama-sama, Pisco menghindar dan menembakki mereka dengan shotgun. Pisco sedikit kesulitan, karena amunisi shotgun habis dan hanya terkena dua zombie dan satu Jikot. Selanjutnya dia menggunakan pedang dan tinjunya, setelah menghindar dan menyerang akhirnya dia menghabisi mereka dengan tujuh tebasan, terakhir adalah Vante. Dia menyerang, namun berhasil ditangkis oleh tangan Pisco, lalu dia memukul dada tengah, menendang kepala samping, dan terakhir menginjak kepalanya dengan keras.

"Huff, lumayan," katanya sambil mengisi amunisi shotgun.

"Kakak tidak apa-apa?"

"Ya, ini olahraga mingguanku."

Mereka pun melanjutkan perjalanan. Mereka berjalan sampai menemukan pintu, lalu mereka membuka pintunya.

"Waahh, ini mirip ruangan tamu ya," kata Uni. Ternyata ruangan itu adalah tempat istirahat pekerja saluran bawah tanah, ada kursi, meja, tempat air mineral, beberapa loker, kasur dan ruangan ini cukup besar.

"Yaa, sebaiknya aku memeriksa tempat ini. Kau tunggu di sini, kalau ada apa-apa teriak saja," kata Pisco meninggalkan Uni yang sedang duduk di kursi.

Pisco menelusuri ruangan ini, ada satu Clicker, dua vampir, tiga zombie, mereka sedang berjalan dan Clicker tertidur. Pisco bersembunyi di balik meja, dia mengambil batu, melemparkan ke sampingnya yang cukup jauh, yang bergerak ke sana adalah Clicker, sisa lima. Satu zombie yang ada dekat dengan Pisco, dihabisi dengan lemparan pisau ke kepalanya yang dibawa Pisco. Satu vampire menghampirinya, lalu Pisco menghampiri belakang vampir itu dan mencekiknya. Selesai, Clicker datang ke arah Pisco, dia dilempari pisau yang sudah diambil dari kepala zombie, melempar ke lehernya, Clicker bersuara tak karuan, datanglah sisanya. Selama Clicker kesakitan, Pisco menghabisi ketiga sisanya dengan tinju dan tebasan pedang. Selesai, Pisco menusuk dada Clicker yang masih kesakitan. Setelahnya Pisco menelusuri kembali dan tidak ada lagi, lalu Pisco mendatangi tempat Uni diam.

"Ayo! Sudah aman," kata Pisco.

"Tunggu dulu! Aku lapar," kata Uni dengan memegangi perutnya.

"Baiklah, ayo kita cari panci untuk memasak air dan kompor kecil. Kau cari kesana!"

"Ini dia," kata Uni dengan membawa panci.

"Baiklah, simpan di atas kompor," kata Pisco, dia yang menemukan kompor kecil.

Pisco memasuki air mineral yang ada di sana, kira-kira setengah panci. Lalu kompor dinyalakan dengan korek api yang dibawa Pisco, selanjutnya Pisco memasuki dua kaleng daging.

"Apa airnya tidak apa-apa?" tanya Uni.

"Ya tidak apa-apa, Virus T maupun PTY hanya menyebar lewat udara. Menurut peneliti, air tidak akan bisa dihinggapi Virus tersebut."

Setelah cukup lama menunggu, mereka makan. Selesai makan mereka melanjutkan perjalanan, mereka telusuri ruangan itu. Akhirnya mereka menemukan pintu, namun letaknya ada di atas dan tangga untuk dinaikinya ada di atas.

"Baiklah Uni, kau naik ke sana."

"Bagaimana caranya?" lalu Pisco mendekati dinding itu.

"Ayo naik," kata Pisco, tangannya memegangi tangan satu lagi.

"Jangan ngintip ya," katanya, karena dia menggunakan rok.

"Iya tenang saja," lalu Uni menaiki tangan Pisco dengan kaki kanan, tentu mata Pisco menutup, lalu kaki kirinya menaiki pundak kanan. Uni ada di atas, kemudian dia menurunkan tangga, Pisco naik.

"Kakak tidak mengintipkan?" katanya dengan nada malu.

"Hanya sedikit, ada warna..."

"Kakak genit."

"Hahah. Bercanda kok, aku enggak mengintip."

"Bener?"

"Sumpah."

Kemudian mereka membuka pintu. Mereka sekarang ada di ruangan mirip lorong bawah tanah. Mereka berjalan, bertemu dengan dua zombie, mereka dihajar oleh Pisco dengan sepuluh pukulan di badan. Selesai, mereka melanjutkan perjalanan.

"Oh ya kak, boleh aku bertanya?"

"Ya boleh, asalkan tidak terlalu keras suaranya."

"Pekerjaan kakak apa?"

"Ehh, kenapa menanyakan hal itu?"

"Ya aku ingin tahu aja."

"Hmm, tentara bayaran."

"Ohh, pantas saja kakak hebat dalam menembak."

Mereka terus berjalan, sampai mereka terhenti oleh sebatang kayu besar yang menghalangi perjalanan.

"Bagaimana ini kak?"

"Akan ku coba untuk mengangkat kayu itu," katanya, lalu mengangkat kayu tersebut. "Cepat masuk! Kamu tahan kayu ini, dan aku masuk," Pisco masuk. "Yaa, lepaskan!"

"Hei kak Pisco, lihat itu," katanya menunjuk kunang-kunang yang berterbangan mengelilingi mereka.

"Indaah sekali," kata Uni mencoba mengambil salah satunya.

"Ya benar, ayo kita lanjutkan!"

Keadaan di sana cukup terang oleh kunang-kunang, banyak sekali, seperti lantera. Mereka bertemu dengan sebuah pintu dan mereka membukanya. Ternyata di dalamnya adalah ruangan seperti rumah, terbukti dengan adanya kasur, cucian, mesin cuci, dan banyak lagi.

"Hmm, sepertinya di sini banyak sekali tempat tinggal," kata Pisco sambil memeriksa sekitar.

"Yaa. Hei kak Pisco, lihat ini. Lucukan?" katanya, dia menunjukkan sebuah boneka Tedy bear.

"Ya, tapi jangan di bawa ya?"

"Kenapa? Ini kan lucu?"

"Ya terserah deh. Aku akan memeriksa tempat ini."

Setelah Pisco memeriksa tempat itu. Tidak ada satupun zombie maupun vampir.

"Baiklah, sebaiknya kita beristirahat di sini."

"Oke. Kakak sedang apa?"

"Aku ingin tidur, kalau ada apa-apa bangunkan aku ya," dia tidur di lantai, dengan bantal yang ada di sana.

"Huaaah. Maaf membuat kamu men..." kata Pisco, namun dia melihat Uni tertidur juga.

Pisco melihat sekitar, pintu yang mereka masuki dihalangi oleh lemari.

"Hmm, baiklah sebaiknya aku pemanasan dulu," katanya. Dia bangun lalu melakukan beberapa gerakan pemanasan seperti push up, sit up, back up dan lainnya.

"Huaaah. Kak Pisco sedang apa?" tanya Uni setengah bangun.

"Sedang berolahraga."

"Ehhh! Maafkan aku kak. Aku tadi lupa dan tertidur."

"Tidak apa-apa. Lagi pula pasti bosan sendiri dan tidak ada teman bicara. Lagi pula kau sudah memasang penghalang pintu."

"Sekali lagi maaf."

"Ya sudah, ayo kita pergi!"

"Eh kak, tunggu! Ada yang ingin ku tanyakan?"

"Apa?"

"Kenapa kakak tidak mengungsi ke tempat yang aman?"

"Karena aku harus menghapus dosaku."

"Maksud kakak?"

"Sudahlah, itu tidak penting. Ayo!"

Mereka berjalan melewati pintu yang berada di bagian samping. Mereka bertemu dengan Clicker, Pisco menghabisinya dengan beberapa tebasan pedang. Selesai membereskan Clicker, tiba-tiba terdengar suara langkah yang keras.

"Lari!" kata Pisco.

"Apa?"

"Ayo kita lari!"

Mereka berlari dengan sekuat tenaga, menaiki tangga. Setelah sekian lama berlari, mereka menemukan pintu, mereka masuk dan Pisco menahan pintu yang barusan mereka lewati.

"Cari sesuatu untuk menghalangi pintu ini," Uni pun mencari dan menemukan sebuah kursi, gagang pintu itu diselip oleh kursi yang diambil Uni.

"Ayo! Kita cari pintu keluar!"

Mereka mencari dan akhirnya menemukan pintu keluar, namun terkunci.

"Kita coba dobrak pintu ini!" mereka mendobrak pintu itu, namun tak berhasil.

"Sial! Sepertinya mereka sudah sampai di depan pintu."

"Bagaimana ini kak?"

"Uni, coba kau lewati lubang ini?" katanya. Ada sebuah lubang cukup besar di samping pintu.

"Tapi kakak bagaimana?"

"Tenang, aku pasti baik-baik saja. Sekarang kau lewati lubang ini, dan coba buka pintu dari luar."

Uni pun melakukan apa yang diperintahkan Pisco. Suara dobrakan pintu semakin mengeras.

"Kak, ternyata pintu ini terhalang oleh kayu yang besar," teriak Uni.

"Baiklah. Sekarang kau coba pindahkan kayu itu, aku akan menahan mereka."

Tak lama kemudian suara pintu terbuka terdengar, banyak sekali zombie maupun vampir yang datang. Mulai dari Vante, Jikot dan Clicker, mereka mendekat, Pisco mempersiapkan diri dengan shotgun, yang datang pertama adalah zombie dan vampir berjumlah enam, Pisco menembak mereka dengan masing-masing ditembak sekali. Kedua, datanglah Jikot, Clicker, Vante, vampir dan zombie, mereka serempak datang dengan jumlah masing-masing tiga. Pisco mengamunisi shotgunnya sebelum mereka datang. Tertembak satu zombie, satu Clicker, dua Jikot, satu vampir dan satu Vante. Sisanya akan dihabisi dengan pedang, namun yang mati hanya satu zombie. Pisco mulai kelelahan, tiba-tiba suara Uni terdengar. Dia mengatakan sudah terbuka, Pisco pun mengambil tabung pemadam kebakaran yang kebetulan ada di sampingnya, dan melemparkannya ke arah Clicker, lalu tabung itu ditembak oleh handgunnya, keluarlah asap putih. Kesempatan itu digunakan Pisco untuk lari, sebelum bertambah banyak, akhirnya Pisco ada di luar.

"Cepat tutup!" mereka mendorong kembali kayu itu.

"Huuuf. Akhirnya keluar juga," kata Pisco memegang lututnya.

"Kakak tidak apa-apa?"

"Ya tidak apa-apa. Ayo kita pergi!"

Mereka berjalan. Sekarang mereka ada di sekitar perumahan yang banyak sekali pepohonan, mereka terus berjalan sambil melihat pemadangan dan menghirup aroma segar udara di sini. Sampailah mereka menemukan sebuah rumah.

"Ayo kita ke sana. Kita istirahat di sana."

Mereka memasuki rumah berwarna merah dan biru, cukup besar. Sekarang mereka sedang bersantai di sana, duduk di sofa.

"Kakak, coba perlihatkan tangan kanan kakak!"

"Tidak."

"Sini!" kata Uni menarik tangan kanan Pisco. "Kakak terlalu memaksakan diri, biar ku obati," luka tangan Pisco adalah luka sebuah cakaran. Uni menggulung lengan jaket Pisco, dia mengeluarkan alkohol di tasnya dan perban. Dia membersihkan lukanya dengan alkohol, lalu setelah selesai dia memperbani tangan Pisco.

"Selesai."

"Terima kasih Uni."

"Ya sama-sama."

Setelahnya mereka melanjutkan perjalanan, di tengah perjalanan mereka betemu dengan dua pria berjaket hijau, yang satu berbadan gemuk, bertopi, celana biru. Dan satu lagi, berbadan sedang, menggunakan kacamata pelindung, celana hitam.

"Hei, ada orang?" ucap Pisco.

"Siapa ya mereka? Apa mereka tentara?" tanya Uni.

"Entahlah? Coba ku tanya," Pisco mendekati mereka. "Permisi, ini di kota apa ya?" reaksi mereka kaget dan tiba-tiba menodongkan pistol ke arah Pisco.

"Angkat tangan! Serahkan makanan dan obat kalian!" kata salah satu pria itu.

"Hei nona! Mendekatlah kepada pria itu!" Uni secara respon mendekati Pisco.

"Kak, aku takut."

"Tenang. Baiklah kalau kalian ingin makanan dan obat kami, kami punya. Uni tasmu?"

"Tapi kak..."

"Tenang saja, serahkan kepadaku," Pisco mengambil tas itu. "Baiklah kalian lihat ini, banyak sekali makanan kaleng dan obat-obatan,"

Lalu mereka mengisyaratkan untuk membawanya ke mereka, Pisco mendekati mereka. BRUKK.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro