Bab 22 - Ponsel Baru? -

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mal yang ramai tersebut begitu dirindukan oleh Hana. Selama menuju ujian, wanita itu menahan dirinya untuk tidak pergi ke mal karena setiap kali Hana pergi ke mal. Dia akan lupa waktu dan tentu hal tersebut akan mengganggu waktu belajarnya.

Kini, Hana dan Evan sudah sampai di depan mal yang mereka tuju. Entah dengan tujuan apa Hana mengajak Evan ke sini karena wanita itu belum mengatakan apapun.

Tadi sebelum ke sini, mereka sempat singgah ke rumah Evan dulu untuk berganti baju karena mal tidak mengizinkan pelajar yang masih menggunakan seragam untuk masuk ke area mereka.

Walau harus sedikit memakan waktu untuk ke rumah Evan dulu. Namun, hal itu tidak membuat semangat Hana luntur.

Evan yang di sisinya pun tak dapat menahan diri untuk tidak tersenyum, saat melihat Hana berloncat-loncat seperti anak kecil. Dia juga beberapa kali menuju toko-toko di dalam area mal dan Evan hanya mengikuti wanita itu dari belakang.

Sudah nyaris lima toko wanita itu datangi dan sampai di toko ke lima. Evan menghentikan langkahnya, dia cukup bingung karena Hana berjalan ke arah toko ponsel yang cukup terkenal dengan logo apel tergigit.

Hana yang sudah masuk ke dalam toko tersebut mencari-cari keberadaan Evan yang seharusnya berada di dekat dia. Namun, ternyata Evan masih ada cukup jauh di belakangnya.

Hana bergegas menuju ke arah Evan dan menarik pria itu untuk masuk ke dalam toko ponsel bersamanya.

"Lo mau beli hape?" bisik Evan.

Hana yang tengah asik melihat-lihat ponsel pun menatap balik ke arah Evan. "Iya," jawabnya singkat.

"Hmm, Mbak. Kalau Iphone 14 pro max nya ready?" tanya Hana pada wanita yang tengah melayani mereka berdua.

"Ada, Mbak. Mau warna apa?"

Hana terdiam dan kemudian menatap ke arah Evan, "Bagusnya warna apa?"

"Hitam aja, netral," jawab Evan singkat tanpa melihat ke arah Hana karena kini pria itu tengah sibuk melihat-lihat ponsel di hadapannya.

"Ya udah, yang hitam aja, Mbak. Penyimpanannya yang paling gede ya."

"Baik, Mbak. Untuk pembayarannya bisa cash, debit atau kredit."

"Debit aja, Mbak."

"Baik, silakan lewat sini ya, Mbak."

Hana kemudian melepaskan kaitan tangannya pada Evan dan mengikuti wanita yang melayaninya tadi. Namun, sebelum itu dia berpamitan dulu dengan Evan dan menyuruh pria itu untuk menunggunya sebentar.

"Bentar ya, gue mau bayar hapenya."

"Iya."

Sepeninggal Hana, Evan kemudian berjalan-jalan di area toko ponsel tersebut. Keinginannya memiliki ponsel baru sebenarnya cukup besar. Namun, dia harus sadar bahwa kondisi keluarganya cukup memprihatinkan.

Tunggu satu tahun lagi dan pria itu akan bekerja keras untuk mendapat uang lebih agar keluarganya bisa hidup nyaman tanpa perlu memikirkan uang.

Hana kembali dengan tas kecil berisi kotak ponsel. Tentu di dalamnya ada sebuah ponsel yang wanita itu beli. Hana kemudian mendekat ke arah Evan dan kembali mengaitkan tangannya.

Evan cukup terkejut dan ketika melihat pelakunya adalah Hana, dia melempar senyum terbaiknya.

"Sudah?"

Hana mengangguk dengan semangat. "Udah, nih," ucapnya sembari mengangkat tas kecil ditangan kirinya.

"Ya udah, terus mau kemana?" tanya Evan yang langsung membuat Hana terdiam.

Wanita itu tanpa sadar menekan-nekan dagunya dengan jari telunjuk. Entah sejak kapan dia melakukan itu saat tengah berpikir. Evan yang melihatnya pun tertawa kecil. Menurutnya, Hana sangat menggemaskan.

"Makan aja deh, gue laper," keluh Hana karena dari pagi tadi, dia belum makan apapun dan sekarang sudah nyaris pukul satu.

***

Mereka berdua akhirnya memutuskan untuk makan disalah satu tempat makan siap saji yang cukup terkenal. Letaknya tidak terlalu jauh dari toko ponsel tersebut.

"Mau makan apa?" tanya Hana.

Evan terdiam sembari berpikir. Kini keduanya tengah mengantri untuk memesan makanan.

"Tenang, gue yang bayarin kok," ucap Hana lagi. Wanita itu takut Evan tidak memiliki uang dan kali ini dia ingin mentraktir pria tersebut.

"Samain aja deh," jawab Evan dengan cepat.

Keduanya masih setia mengantri dan tiba-tiba saja Hana terdorong ke depan. Dengan cepat, Evan menahan tubuh Hana agar tidak menabrak orang di hadapan mereka.

Hana cukup terkejut. Namun, setelah melihat Evan. Dia lebih terkejut karena pria itu tengah menatap tajam ke arah orang yang mendorong Hana.

"Van," panggil Hana dan tatapan Evan kembali ke arahnya. "Udah, gue nggak papa kok."

"Beneran?" tanya Evan dengan wajah khawatir.

Hana mengangguk pelan sebagai jawaban dan beberapa saat kemudian mereka sudah bisa memesan makanan yang mereka mau. Makanan Hana dan Evan sama persis. Setelah membayar, Evan segera mengangkat nampan berisi makanan mereka berdua.

Keduanya memutuskan untuk duduk di kursi paling ujung dari tempat makan tersebut. Menurut mereka tempat itu cukup baik agar tidak ada yang mengganggu keduanya.

Sembari makan, keduanya asik berbincang dan hubungan mereka juga sudah membaik sekarang. Walau semua karena sebuah kesalahpahaman. Namun, berhasil membuat mereka seperti tak kenal.

Setelah makan berat, Hana masih mencoba menghabisi ice cream yang dia pesan sebelumnya. Evan sedari tadi berkata agar Hana jangan membuang makanan. Namun, rasanya perut wanita itu akan pecah sekarang.

Wajah bosan Hana membuat Evan tersenyum, wanita itu jelas ingin menyudahi kegiatannya tetapi Evan terus melarangnya.

"Udah ah, gue kenyang," keluh Hana sembari menjauhkan gelas ice Creamnya.

Evan mengambil gelas tersebut. "Ya udah, biar gue yang habisi."

Hana terkejut saat melihat Evan memakan ice creamnya, bahkan pria itu tidak ragu memakai sendok yang sama dengannya.

Cukup lama Hana memandangi Evan yang tengah makan. Lalu, pikirannya kemudian mengingat sesuatu yang sebelumnya terlupakan.

Hana kemudian mengangkat tas kecil yang berisikan ponsel ke atas meja mereka. Evan melirik sekilas tetapi pria itu tidak tertarik untuk memperhatikan apa yang Hana tengah lakukan.

Hana tiba-tiba mendorong tas tersebut sampai di depan Evan. "Nih, buat lo."

Dahi Evan mengkerut bingung, kegiatan makan ice creamnya pun akhirnya berhenti. "Maksud lo?"

"Maksud gue, gue beli hape itu buat lo," lanjut Hana, kemudian wanita itu merogoh sesuatu di dalam tasnya. "Nih, gue juga punya hape yang sama. Beda warna doang sih."

Hana memamerkan ponsel yang dia miliki. Jelas terlihat bahwa wanita itu tengah bahagia. Mereka seperti pasangan dengan ponsel yang identik dan hanya berbeda warna saja. Hana memilih warna gold dan Evan warna hitam.

"Lo gila ya?" tanya Evan yang langsung membuat Hana melotot.

"Gila apaan!"

"Ini hape mahal, Han. Lo jangan gila deh!" Evan memasang wajah tak sukanya pada Hana karena wanita itu lagi-lagi mengeluarkan uang yang sangat banyak.

"Ya udah sih, kalo lo nggak mau. Tinggal jual tuh hape," ucap Hana ketus dan wanita itu kemudian ingin berdiri dari duduknya.

Evan dengan cepat menahan kepergian Hana. "Han, bukannya gue nggak mau. Tapi, ini kemahalan."

"Tapi, gue ikhlas kok. Anggep aja ini hadiah dari gue."

Evan mengambil nafasnya dengan panjang, "Oke, gue bakal terima ini hape... Asal lo terima gue jadi pacar lo."

***

Orang kaya mah bebas hahaha.

***

Jangan lupa tinggalin jejak kalian ya guys.

***

Makasih.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro