Bab 23 - Hubungan -

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Panas di wajah Hana tiba-tiba saja datang, jelas terlihat bahwa kini wajah wanita itu tengah memerah karena malu. Dia bahkan tidak bisa membalas ucapan Evan yang tiba-tiba itu.

"Jangan malu gitu dong," goda Evan sembari mengelus pipi Hana.

Wanita itu kemudian menjauhkan tangan Evan sembari membuang jauh pandangannya. Jika dia memandang Evan, entah kenapa alunan detak jantungnya menjadi tidak karuan.

"Lo nggak usah becanda deh," ucap Hana menyanggah apa yang Evan katakan sebelumnya.

Evan menarik tangan Hana dan mengelusnya dengan pelan. "Lo pikir selama ini gue becanda? Gue udah nembak lo dua kali loh dan kali ini... Lo bakal nolak lagi?"

Pikiran Hana tiba-tiba saja berhenti. Senyum yang sebelumnya terlukis pun pudar. Dengan perlahan dia kembali menatap Evan dan melepaskan genggaman pria itu.

"Van, apa yang buat lo suka sama gue? Gue ini nggak ada apa-apanya dibanding cewek lain!" tegas Hana dengan cepat.

Dia merasa bahwa hubungan mereka tidak bisa lebih dari sekedar teman. Namun, dia juga tidak bisa berbohong kalau dia memiliki perasaan pada teman belajarnya itu.

"Han, lo nggak perlu sempurna buat gue. Gue bahkan jauh dari kata sempurna. Tapi... Gue yakin lo juga punya perasaan yang sama kaya gue."

Seperti dapat menebak pikiran Hana, tiba-tiba Evan mengatakan hal yang benar adanya terjadi. Hana tidak bisa menahan keterkejutannya atas ucapan Evan dan lagi-lagi membuat wanita itu berpikir cukup lama.

"Han, gue malah yang ngerasa nggak pantes buat lo. Tapi, Ibu gue selalu ngasih semangat ke gue buat nggak nyerah dapetin lo," lanjut Evan dengan cepat. Pria itu bahkan dengan jujur mengatakan semuanya.

"Jadi, Ibu lo tau?" tanya Hana dengan hati-hati. Evan segera mengangguk dan hal itu membuat Hana merasa bersalah.

Dia ragu untuk menerima Evan. Namun, hatinya terus menggebu untuk mendapatkan pria itu. Pria yang nyaris sempurna bagi Hana.

"Tapi, kalau lo nggak mau, nggak papa kok. Tapi... Kita masih bisa jadi temen kan?" tanya Evan sembari tersenyum.

Senyuman tersebut jelas berbeda dari sebelumnya. Senyuman kesedihan yang nyatanya dipaksa. Hana sudah tidak tahan lagi untuk berpura-pura bahwa dia juga menyukai Evan.

"Nggak... Gue nggak mau jadi temen lo," ucap Hana dengan tiba-tiba yang membuat Evan kebingungan.

"Jadi, lo nggak mau temenan sama gue lagi?"

Hana menggeleng dengan cepat. "Nggak, bukan gitu maksud gue. Tapi, gue mau kok jadi pacar lo."

Evan kembali bingung karena ucapan Hana. "Maksudnya? Gue nggak paham?"

Alis Evan bertaut saat meminta penjelasan, dia bahkan sedikit kesal saat melihat Hana yang kini enggan untuk menatapnya.

"Han," panggil Evan dengan pelan. Pria itu mengangkat wajah Hana agar dapat menatap wajah cantik milik wanita itu. Namun, mata Hana enggan untuk menatap balik ke arahnya.

"Gue nggak mau maksa lo, kalau lo nggak mau. Nggak papa kok... ."

"Gue nggak kepaksa kok! Gue juga suka sama lo!" potong Hana dengan suara yang cukup nyaring. Hingga membuat pengunjung tempat makan tersebut menatap ke arah mereka.

Hana menundukkan kepalanya lagi sembari menggigit bibir bawahnya, dia sangat malu sekarang. Namun, pria di hadapannya malah tertawa kecil.

Hana mengangkat pandangannya dan memberikan tatapan tajam ke arah Evan.

"Maaf, maaf. Gue nggak maksud ketawain lo kok."

* * *

Akhirnya keduanya memutuskan untuk pulang setelah makan, keduanya masih cukup canggung atas kejadian sebelumnya. Tidak ada percakapan serius yang kembali mengarah pada hubungan mereka dan hal itu membuat sopir pribadi Hana cukup bingung.

"Mau dianter kemana nih, Non?" tanya sopir pribadi Hana dengan pelan sembari melihat wajah anak bosnya itu melalui kaca mobil.

"Kita anter Evan dulu ke rumahnya."

"Oke, Non."

Mobil tersebut melaju dengan cukup kencang. Jalanan sore ini sedikit sepi sehingga mereka bisa sampai di rumah Evan dengan cukup cepat.

Sesampai di rumah, Evan menatap ke arah Hana yang tengah asik melihat ke luar. Pria itu kemudian menggenggam tangan Hana yang berada di pinggir kursi mobil.

Hana terkejut dan kemudian menatap ke arah Evan. "Kenapa?"

"Nggak papa kok, gue masuk dulu ya."

Evan kemudian turun dari mobil Hana dan pria itu kemudian berjalan ke sisi pintu pengemudi. "Pak, saya titip Hana ya. Tolong, hati-hati jalannya."

"Siap, Mas."

Evan kembali ke sisi pintu mobil dimana Hana berada, pria itu kemudian mengangkat tangannya dan mengelus kepala wanita yang sudah berstatus pacarnya itu.

"Kalau udah nyampe rumah kabarin ya," pinta Evan dengan nada pelan.

Hana masih cukup canggung dengan perlakuan Evan yang memang sangat manis itu. Tadi, saat di tempat makan. Mereka menyempatkan diri untuk membuka ponsel baru Evan dan Hana mengajari pria itu cara menggunakan ponsel tersebut.

Di sana, hanya ada satu kontak yang pria itu simpan dan kontak tersebut adalah milik Hana bahkan mereka menyempatkan diri untuk foto bersama. Hana tidak tau bahwa foto mereka tadi sudah dijadikan wallpaper oleh pacarnya itu.

"Iya, bawel banget sih."

Evan tertawa kecil karena melihat sikap kasar Hana yang masih sama seperti sebelumnya. "Ya udah, hati-hati di jalan ya."

Mobil berwarna putih tersebut akhirnya pergi meninggalkan Evan yang masih setia memperhatikannya. Pria itu bahkan sampai tidak sadar bahwa ibunya kini berada di sampingnya.

"Itu Hana?" tanya Sari dengan tiba-tiba.

Evan terlonjak kaget karena kedatangan ibunya yang tiba-tiba. "Astaga, Bu. Kaget loh aku."

Sari tertawa kecil sembari menepuk bahu anak tertuanya itu. "Hehe. Gitu aja kok kaget, gimana? Sudah ada kemajuan?"

Sari cukup penasaran dengan hubungan anaknya dan Hana karena sepertinya mereka sudah berbaikan. Buktinya Evan telah diantar pulang oleh Hana.

Evan terdiam sembari menggaruk-garuk belakang kepalanya, wajahnya memerah karena malu dan hal itu membuat Sari tau apa yang telah terjadi.

"Ciee, akhirnya diterima," goda Sari sembari mencolek tubuh Evan dengan pelan.

"Ih, Bu. Jangan gitu dong."

"Iya, iya. Maaf. Hmm, kalau nilai kamu gimana?" tanya Sari dengan wajah serius.

Evan mengulas senyum bahagia di wajahnya, pria itu kemudian mengambil rapor di dalam tasnya.

Pria itu membuka rapornya dan memperlihatkan isi rapor tersebut kepada ibunya. "Aman dong, Bu. Peringkat pertama," ucap Evan dengan bangga.

Sari pun menarik Evan untuk masuk ke dalam pelukannya. "Selamat ya, Nak."

"Makasih, Bu."

Saat tengah asik berpelukan, tiba-tiba saja ponsel Evan berdering. Tanda sebuah pesan masuk ke dalam ponsel baru tersebut.

Evan segera mengeluarkan ponselnya dan membuat Sari terkejut. "Itu hape siapa, Nak?" tanya Sari dengan was-was.

"Hape Evan kok, Bu. Hana yang beliin," jelas Evan setelah membalas pesan singkat dari Hana.

Wanita itu ternyata sudah sampai di rumahnya. Evan kini dapat bernafas lega karena entah kenapa pria itu cukup khawatir pada Hana.

"Beneran?" tanya Sari lagi. Wanita itu jelas tidak percaya bahwa Hana memberi anaknya ponsel.

Evan mengangguk pelan. "Iya, Bu. Beneran."

"Keluarga Hana pasti kaya banget ya," ucap Sari dengan tiba-tiba. Ucapan tersebut berhasil membuat Evan terdiam.

"Ya sudah, yuk kita masuk ke dalam," ajak Sari yang langsung membuat keduanya masuk ke dalam rumah.

***

Yeay, Evan diterima guys hihi.

***

Jangan lupa tinggalin jejaknya ya.

***

Makasih.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro