Bab 6 - Uang Dari Mana? -

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dengan perasaan yang bahagia, Evan datang ke rumah sakit tempat Roa di rawat. Pria itu mengambil uang tersebut dari bank dan kini, dia membawa semua uang itu.

Rencananya uang tersebut akan dia memberi kepada ibunya. Sebagian untuk kemoterapi Roa dan sebagiannya lagi untuk belanja sehari-hari keluarganya. Pria itu sadar bahwa semakin hari akan semakin banyak pengeluaran sehingga akhirnya dia memutuskan untuk memberi semua uang itu kepada sang ibu.

Sesampai di depan ruang rawat Roa, Evan mengetuk pintu kamar tersebut dan langsung masuk.

"Kak Evan datang," ucap Evan dengan nada semangat.

Pria itu langsung mendekat ke kasur Roa dan mengajak gadis kecil itu berbincang.

"Gimana kabar, Roa, hari ini?" tanya Evan dengan senyum bahagia di wajahnya.

Roa tersenyum sembari memperbaiki kupluk yang dia gunakan. "Baik, Kak Evan. Roa sehat banget loh, udah enggak sakit lagi."

Melihat Roa begitu semangat, Evan pun ikut semangat. Apalagi setelah dia bisa mendapatkan uang untuk kemoterapi adik bungsunya itu.

Setelah berbicara dengan Roa, Evan pun mengedarkan pandangannya. Dia tidak menemukan ibunya di kamar rawat tersebut. Hal itu tentu membuat Evan bingung juga khawatir.

"Ibu, mana?" tanya Evan dengan penuh penasaran.

Roa kemudian ikut menatap sekeliling, ternyata gadis kecil itu juga tidak tau di mana ibunya.

"Enggak tau, Kak. Roa tadi tidur."

Evan menganggukkan kepalanya dan kembali mengulas senyum di wajahnya. Dia tidak mau membuat Roa berpikir terlalu banyak.

"Ya sudah, kalau gitu. Roa, tiduran aja ya. Kak Evan, cari Ibu dulu. Roa, berani kan di kamar sendirian?"

"Berani kok," ucap Roa dengan semangat sembari mengepalkan tangan kanannya.

Evan mengusak kepala Roa yang berbalutkan kupluk tersebut, "Hebat banget, Adik Kakak yang satu ini. Sebentar ya, Kakak tinggal."

Tanpa menunggu apapun, Evan segera keluar dari kamar rawat Roa. Sebelumnya, pria itu menyempatkan untuk menaruh tasnya terlebih dahulu di kursi yang berada dekat dengan kasur Roa. Kemudian, dia keluar untuk mencari sang Ibu.

Evan cukup bingung karena ibunya tidak ada di ruang rawat Roa. Biasanya wanita tua itu akan bertahan hingga akhirnya Evan pulang, walaupun dia memiliki sesuatu yang ingin dilakukan. Namun sekarang, wanita itu hilang entah kemana.

Sebelum akhirnya menelepon sang Ibu, Evan sudah bertanya ke beberapa perawat yang dia temui. Namun, tidak ada satupun yang melihat sang Ibu.

Beberapa kali, Evan menelepon sang Ibu. Namun, tidak ada jawaban dari wanita itu. Sudah jelas terlihat bahwa pria itu khawatir, ibunya kenapa-kenapa. Tetapi, tak lama kemudian sang Ibu datang dengan Lea dan Alvin. Adik pertama dan kedua Evan.

Ada rasa lega di benak Evan saat ini, karena menemukan sang Ibu dengan keadaan baik-baik saja. Dia hanya memilikinya ibunya sekarang. Maka, pria itu harus benar-benar menjaganya dengan baik.

"Eh, Kak Evan. Sudah pulang?" tanya Lea, adik pertama Evan.

Gadis cantik berusia 13 tahun itu terlihat begitu terkejut saat melihat Evan karena biasanya pria itu datang pukul tujuh ke atas dan sekarang baru pukul empat sore.

Ada banyak kegiatan yang pria itu lakukan sehingga setelah pulang sekolah, dia tidak akan langsung pulang. Melainkan, dia akan melakukan kegiatan OSIS atau basket.

Evan memang terkenal jago dalam melakukan olahraga basket, bahkan pria itu adalah ketua tim basket sekolahnya.

Dengan pelan Evan berjalan mendekat ke arah Ibu dan kedua adiknya, dirangkul adik pertamanya itu dengan hangat. Lantas hal itu membuat Lea bingung.

"Kenapa, Kak?"

"Nggak papa kok, emangnya Kak Evan nggak boleh ngerangkul, Lea?"

"Nggak papa sih, tapi ... ."

"Udah, jangan banyak ngomong. Kasian Roa, ditinggal sendirian," potong sang Ibu sembari berjalan lebih dahulu, meninggalkan ketiga anaknya yang masih saling bertatapan.

Keempat orang itu akhirnya sampai di ruang rawat Roa, gadis kecil itu ternyata benar-benar kembali tidur seperti apa yang Evan perintahkan. Wajahnya begitu damai saat tertidur, untungnya kondisi dia sudah cukup baik beberapa hari ini.

Setelah masuk ke dalam ruang rawat Roa, Ibu Evan terlihat sibuk memilah baju-baju yang dia bawa dari rumah. Ternyata, wanita itu pulang ke rumah untuk mengambil baju bersih untuknya dan juga Roa. Padahal, Evan sudah berulang kali mengatakan bahwa dia yang akan mengambil baju tersebut. Namun, wanita itu terlalu keras kepala sehingga akhirnya pergi sendirian dan kemudian membawa Lea juga Alvin untuk datang ke rumah sakit.

"Mau aku bantu, Bu?" tanya Evan basa-basi.

Pria itu sebenarnya bingung untuk membuka pembicaraan dan memberi uang yang dia bawa pada ibunya. Lantas, pria itu langsung saja menyodorkan segepok uang kepada sang ibu. Uang yang Hana beri padanya.

Ibu Evan menatap bingung uang tersebut, kemudian tatapannya beralih ke wajah Evan yang tengah tersenyum.

"Uang dari mana itu?" tanya Ibu Evan dengan wajah yang bersiap untuk marah, dia tentu memiliki pikiran buruk pada anaknya itu. Apalagi, wanita itu yakin uang yang tengah berada di tangan putra pertamanya itu memiliki nominal yang cukup banyak.

"Van, jelasin, uang sebanyak itu dari mana!"

Kini, suara Ibu Evan meninggi dan hal tersebut membuat Lea juga Alvin kaget. Kedua anak itu kemudian menghampiri Evan dan Ibunya. Mereka kemudian terkejut saat melihat segepok uang di tangan kakaknya.

"Kak, uang siapa itu?" tanya Lea dengan wajah terkejut.

"Tenang, ini uang Kakak dari teman Kakak kok. Dia bayar kakak untuk ajarin dia belajar."

"Maksudnya?"

Evan tersenyum dan menjelaskan maksud ucapannya lagi, "Jadi, ada salah satu teman aku yang punya nilai kurang baik di sekolah. Nah, aku mau bantu dia untuk memperbaiki nilainya, akhirnya dia kasih uang ini."

"Tapi, ini terlalu banyak, Nak."

Evan menatap uang di tangannya itu dengan wajah sendu, "Iya, aku juga ngerasa gitu, Bu. Tapi, dia bilang, uang ini untuk pengobatan Roa dari dia. Dia juga nitip salam buat Roa. Dia harap Roa cepat sembuh."

"Roa juga titip salam, Kak, buat dia. Bilangin ke dia ya, Roa berterima kasih banyak."

Tidak ada yang menyangka, bahwa Roa sudah bangun dari tidurnya. Gadis kecil itu ternyata juga mendengarkan semua percakapan antara Ibu dan saudara-saudarinya.

Evan beranjak dari duduknya dan mendekat ke arah Roa. Tangannya terulur mengelus pipi tirus adiknya itu. Ada rasa bahagia juga sedih saat melihat Roa tersenyum ke arahnya.

"Kalau boleh tau, nama kakaknya siapa, Kak Evan?"

Evan mengerutkan dahinya bingung, "Kakak siapa?"

"Yang kasih Kak Evan uang itu."

Roa menunjuk uang yang dipegang Evan, dia akhirnya menyadari maksud ucapan Roa. Pria itu pun mengangkat tangannya dan memberi uang itu kepada adik kecilnya.

"Uang ini dari Kakak Hana ... ."

"Hana?" potong Roa dengan cepat. "Kakaknya cewek?" tanya Roa dengan mata berbinar.

Evan mengangguk pelan, "Iya, Kak Hana."

"Teman Kakak atau pacar Kakak tuh?" goda Lea dari kejauhan.

Hal itu berhasil membuat Evan salah tingkah, "Temen kok," jawab Evan singkat.

"Kalau memang benar, uang itu dari Hana. Coba kamu ajak dia ke sini. Ibu, mau berterima kasih dengan dia."

Mendengar ucapan sang Ibu, Evan pun terdiam sembari berpikir.

"Hmm, nanti aku coba ajak ke sini deh, Bu. Semoga dia mau."

***

Di bab ini kayanya ceritanya lebih singkat dari bab sebelumnya 😢

Tapi enggak papa, aku usahain buat lebih baik ya kedepannya.

***

Jangan lupa tinggalin jejaknya.

***

Terima kasih.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro