10 | Epik

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tema: Dunia dimana menulis cerita itu kegiatan ilegal

Karakter: Istri Pertama - maksud saya, Barbara


-

Lagi-lagi, gunungan buku-buku dibakar di tengah lapangan utama Mondstadt. Asap membumbung lebih tinggi dari patung Dewa Anemo yang selalu membukakan tangannya pada kebebasan.

Sudah beberapa bulan ini, semenjak terungkap bahwa ada orang-orang tertentu menumpuk buku cerita di bawah tanah, para Penertib Pustaka berkeliling setiap hari, memaksa semua yang menyembunyikan buku-buku cerita untuk mengeluarkannya. Atau, hukuman menanti mereka; hukuman yang sama sekali tidak manusiawi, kata orang-orang yang berhasil selamat. 

Entah kapan propaganda itu muncul, namun seketika 'perintah' membuang semua buku cerita datang dari Celestia, para Penertib Pustaka dengan tundung sehitam malam dan seringai selicik rubah terus menyambang dan mencari. 

Kabarnya, mereka berhasil menangkap Albedo karena keterlibatannya dalam buku-buku Legenda Gelimang Tombak gubahan Xingqiu.

"Kita harus tetap tenang," Sister Rosalia menyuarakan itu di dalam gereja yang terkunci rapat. "Walaupun Albedo dan Nona Jean tertangkap, kita masih bisa menjalankan misi kita untuk mengembalikan cerita ke khalayak yang sepantasnya."

Barbara menarik nafas panjang, sebelum membuangnya dengan perasaan berat. Sister Rosalia menatapnya sesekali ketika ia menjelaskan rencana mereka pada para Sister lain yang ketakutan. Di antara Sister senior lain, memang Rosalia-lah yang mampu membujuk mereka, ketika Barbara merasa tidak mampu. Master Varka dan Kardinal Simon masih sibuk dengan pertemuan lintas negara karena kehebohan ini, mereka - sebagai punggawa kebebasan - tidak bisa diam begitu saja. 

"Jadi, Sister Barbara," begitu namanya dipanggil, Barbara pun terkesiap. "Saya yakin anda sudah siap untuk menjadi tonggak awal rencana ini, sesuai dengan apa yang sudah kita bicarakan?"

Barbara tak kuasa menelan ludah. Memang, ia sudah tahu apa yang akan terjadi nanti ketika 'rencana' ini sudah dijalankan. Ini sama dengan meniti jalan di atas seutas tali - jatuh sudah berarti mati dan sangat, sangat mudah untuk jatuh. 

Rosaria menatapnya sekali lagi, begitu juga seluruh Sister yang hadir. 

Ini adalah satu-satunya kesempatan baginya untuk menjadi berguna. 

Seorang biarawati memang tidak punya penanda untuk menunjukkan rasa hormat atau kesiapannya kepada tugas yang diberikan, tidak seperti para kesatria Mondstadt yang akan membentangkan tangan kanannya empat puluh lima derajat bertolak dengan tubuhnya. Ia juga telah menerima kenyataan bahwa darah kesatria yang mengalir di dalam pembuluhnya bukanlah miliknya. Yang biarawati seperti dirinya bisa lakukan adalah bersimpuh, menunduk lurus searah dengan patung Barbatos yang telah mengawasinya sejak ia dibaiat menjadi seorang suci.

"Barbara, siap untuk menjalankan rencana."

-

Sesaat asap menghilang dan langit kembali kosong, Barbara datang menuju tempat di mana kedua belah tangan Barbatos bertemu. Seragam biarawati putih yang dikenakannya sangat mencolok, terutama karena tertimpa sinar matahari yang mengintip dari sela-sela awan yang menghitam. 

Para Sister telah bersiap di bawah patung, menghardik para Penertib Pustaka yang tengah merapikan lapangan sehabis pembakaran sekian eksemplar buku yang percuma. 

Dengan setengah ketukan, Barbara mulai bernyanyi. Angin, seakan mendengar nyanyiannya, mendengungkan lagunya jauh ke belantara negeri. 

Tidak, Barbara tidak sekedar menyanyi, ia melantunkan legenda yang telah terpatri di cerita sebuah panah yang diberi nama Amos. Lalu ia bernyanyi legenda-legenda yang ada di kitab-kitab tua mengenai Mondstadt. Setiap satu bait, para Penertib Pustaka sadar apa yang tengah Barbara lakukan, mereka mencoba menghentikan Barbara - mereka pun dihadang oleh Sister-Sister yang telah bersiap diri. 

Dan, Perang Pembebasan Kisah pun dimulai. [ ]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro