Intermission 007: Diagonal

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Rasanya belum cukup pusing dia dengan agenda mendadak pagi itu, sebuah pesan dari Dahna untuk menemuinya di 'tempat biasa' malam nanti membuat mood Marcus Lowell tambah berantakan.

Mengurusi tamu yang datang dari Angia dikiranya akan berjalan sedikit terjal, tapi ternyata memang Kelompok Belajar Avalon bisa diajak kompromi. Mereka terlihat baik-baik saja dan Marcus bisa menyerahkan soal tamu Angia ke mereka, walau mungkin nanti ketika si Profesor kembali, akan jadi urusannya lagi untuk mengatur mereka.

Belum sempurna seminggu lewat, sudah ada yang membeberkan kalau tamu dari Angia ini tidak positif sihir ke khalayak elitis Cosmo Ostina yang 'menjaga' integritas para penyihir. Hal klasik, lagi menurut Marcus ini adalah hal yang sangat, sangat bodoh. Sangat menyita waktu.

Penyihir di Aira, utamanya mereka yang selalu ada di sirkel mereka yang berisi para penyihir dan mereka yang mengagungkan kinerja sihir, selalu melihat mereka yang tidak positif atau mereka yang tidak memanfaatkan sihir dengan sebelah mata. Sihir memang ada untuk semua di Aira, tapi tidak berarti dengan sihir, semua bisa meraih 'kemenangan'.

Itu mungkin yang membuat seorang kepala bagian kemahasiswaan begitu jijik dengan persaingan di Cosmo Ostina.

Marcus tidak menduga pertikaian akan pecah secepat itu, saking cepatnya rumor beredar dan mereka segera melakukan konfrontasi dengan pihak kemahasiswaan, meminta 'keadilan' versi mereka. Mereka meminta Duel Harga Diri untuk membuktikan kemampuan antara pihak Angia dan pihak Avalon.

Rasanya sudah pusing, tambah pusing.

Pembukaan Turnamen Sihir setelahnya berjalan kondusif, dan pihak penuntut puas dengan pengumuman bahwa ada arena khusus untuk Duel Harga Diri Angia dan Avalon. Acara mendadak ini juga dengan mudah disetujui oleh pihak kependidikan dan kemahasiswaan lain karena merupakan sesuatu yang berbeda di Turnamen Sihir kali ini.

'Duel Harga Diri' terdengar sangat mematikan. Istilah ini digunakan untuk pertarungan sengit antara dua pihak dalam batas waktu tertentu. Pertarungan itu harus dilakukan dalam jangka waktu tersebut dan hanya akan berakhir ketika waktu habis atau salah satu pihak menyerah. Pihak yang kalah nantinya harus menyerahkan sesuatu pada pihak yang menang. Apa yang mereka tukarkan harus setara dan diumumkan sebelum duel berlangsung.

Duel macam ini berbeda dengan duel biasa yang dilaksanakan di penjuru Cosmo Ostina untuk unjuk gigi. Biasanya duel ini dikhususkan ketika dua pihak tidak mencapai rekonsiliasi. Di kesempatan ini, duel ini berlaku karena persetujuan pihak Angia yang menjawab tantangan mereka para penuntut.

Ini sudah di luar kendali Marcus sebagai kepala kemahasiswaan, dia hanya bisa menyediakan tempat dan memastikan segalanya tidak kelewat batas.

Saat Marcus kembali untuk menyusun acara mendadak yang akan dilaksanakan esok hari ini, datanglah pesan dari Dahna.

Marcus telah menyusun kombinasi pertarungan antara tim Angia melawan tim Avalon. Alicia yang paling tidak positif sihir tidak diikutsertakan dalam duel, dan Alicia tidak boleh melakukan substitusi dengan siapa-siapa. Agar duel ini berjalan setara, Marcus sudah merancang agar yang berduel adalah mereka yang kemampuannya 'setara' - setara dalam artian mereka mampu menggunakan sihir dan gaya bertarungnya mirip.

Nantinya komposisi ini akan diumumkan satu jam sebelum pertarungan berlangsung agar adil, juga untuk memberi ruang baik Angia dan Avalon untuk tidak merasa tertekan.

Marcus mengernyit. Dia mengacak rambutnya gusar. Sayangnya dia tidak bisa merokok di lingkungan kampus, atau mungkin sudah berbatang-batang rokok menemaninya sambil meracau kesal.

"Sharon ... akan sama Alena Valerian ini. Alena Valerian menggunakan senjata turunan sihir, kemungkinan Sharon menang mudah, tapi kalau Alena dipasangkan dengan yang lain, Alena tidak punya kesempatan ..."

Marcus menjambak poninya seraya dia mengetuk-ngetuk meja, pena terus bergerak sembari dia mencatat menggunakan sihirnya.

"Nadia Loherangrin ... Karen Ray Spriggan," Marcus memijat pelipisnya. "Sihir Murni air bertemu dengan sihir api. Pihak kemahasiswaan lain sepertinya antusias dengan kombinasi ini. Mereka berdua cukup kuat, walau kita tidak tahu seperti apa sihir Angia bekerja dan seperti apa 'api' ini."

Ketukan jari Marcus di atas meja terhenti saat dia membubuhkan detail terakhir. Sisa nama dari daftar itu, dua yang bisa dibilang 'terkuat' di antara kedua kelompok akan berseteru di ring.

"Fiore Angelica Alba, klan Titania Angia ... wow aku tidak menduga ada asimilasi Sylph di sini," Marcus menyeringai sejenak sebelum ekspresinya kembali hambar. "Lawannya, Gawaine. Pemegang rekor duel di bawah dua menit untuk seluruh duel. Jenius dan monster."

Mereka tentu tidak membeberkan identitas secara detail pihak Angia sehingga tidak akan ada yang tahu Fiore adalah keturunan bangsa asimilasi Sylph, atau Karen yang merupakan orang Spriggan, tapi sesaat Marcus terus membaca identitas mereka secara lengkap karena dia butuh untuk menyusun detail pertarungan, dia menemukan sesuatu yang dirasa ganjil.

"Mantan narapidana politik Angia, Alicia Curtis?" Marcus berhenti sejenak dari menulis, melihat laporan Alicia. Jelas di sana usianya baru sembilan belas, lagi statusnya sebagai 'mantan narapidana' sudah membekas di sana, juga 'politik'.

Di Aira lebih banyak lagi anak-anak bermasalah yang dipenjara karena memakai sihir tidak pada tempatnya atau terlibat dalam usaha ilegal, seperti Sharon yang rekam jejaknya sangat buram, tapi melihat 'mantan narapidana politik' adalah hal yang sangat mencengangkan bagi Marcus.

"Keempat bocah ini rasanya terlalu eksklusif, apa pihak Angia ada agenda tertentu di Aira?" Marcus bertopang dagu. "Tapi tidak mungkin mereka hendak mencuri sesuatu dari Cosmo Ostina atau pendidikan sihir, 'kan?"

Mata Marcus kini tertuju ke kertas lain yang terbuka di sisi meja, pesan dari Dahna yang membuat alisnya kembali berkedut.

Malam ini, tempat biasa. Aku dapat ikan yang segar.

Belum selesai urusan satu, sudah antri saja yang lain. Ah, andai saja urusan tidak datang bertubi-tubi—lagi peringatan dari Raja Hitam benar adanya.

Sesuatu telah bergerak di balik layar - sebuah hal yang besar dan mungkin tidak bisa dihentikan begitu saja.



Ketika Marcus sampai di bar malam itu, Dahna sudah berbagi meja dengan seorang berambut hitam yang terlihat sangat pucat. Wanita itu tampak seperti tidak tidur berhari-hari dengan lingkaran hitam membekas permanen di bawah matanya. Penampilan wanita itu tidak berbeda dengan kebanyakan gadis desa yang melanglang buana di pelataran kota Iberia, entah tengah berbelanja atau sekedar mencari orang untuk dipacari: cardigan beludru warna pastel, blus motif bunga, rok panjang polos. Keberadaannya bertolak belakang dengan Dahna yang terlihat prima, rapi, dan semiformal dengan blazer dan sweater rajutnya.

Wanita berambut hitam itu bersulang dengan Dahna, sebotol ramping ale dengan segelas besar bir. Mata Marcus semakin berkedut saja walau dia melihat mereka dari kejauhan, bingung bercampur heran.

"Ah ini dia, maiden of the day." ucap Dahna seraya membentangkan tangannya. Marcus sekedar duduk menjauh dari mereka dan mulai menyalakan sebatang rokok. Wanita berambut hitam tadi melirik ke arah Marcus, senyumnya tipis.

"Jadi Hitam punya orang dalam di Ostina. Hebat juga."

Marcus menatap Dahna nyalang. "Kamu udah jual informasi ke awam soal Hitam, ya, idiot?"

Dahna terbahak, dikiranya ini adalah hal lucu. Lagi dilihat dari gayanya berkelakar, Dahna sudah menduga itu adalah yang akan Marcus katakan soal wanita ini.

Wanita itu menarik lengannya untuk memperlihatkan sebuah gelang berwarna hitam. Marcus tahu apa itu: itu adalah kemampuan rune dari Dahna yang biasa dia gunakan untuk menginterogasi 'sumber berita'-nya. Melihat gelang itu melingkar di wanita itu secara sukarela, wanita ini bukan sekedar 'gadis polos yang kebetulan berjalan di sekitaran Iberia untuk mencari uang'.

"Tidak ada tanda-tanda hipnotis," Marcus bertopang dagu, mengembuskan asap rokoknya panjang dan lama. "Atau jangan-jangan kamu dipaksa oleh cecunguk ini?"

"Ya ampun, Miss Lowell, segitu hinakah anda memandang saya dan pekerjaan saya sebagai seorang jurnalis?" Dahna tertawa lepas lagi. Dia menenggak botol ale-nya dengan senyum simpul. "Tebak, dong, siapa dia."

Marcus memberengut, "Dia tahu Hitam, tapi bukan anggota Hitam—tunggu." dia lalu terbeliak. "E8? Tidak mungkin."

"Messenger, ya." ucap wanita itu mantap. Gelang hitam di tangannya menyala dengan pendar hijau, menandakan dia mengutarakan kebenaran. "Messenger Kanan, Springer Kanan Hitam, aku satu-satunya Messenger untuk E8."

Hari itu benar-benar seperti sirkus untuk Marcus, dari pagi hingga malam. Marcus menggelengkan kepala, pening kembali menguasainya.

Bisa-bisanya mereka berbagi meja dengan anggota Putih secara tiba-tiba.

"Ceritanya, Ratu Putih ternyata sudah banyak membuang bidaknya dan kini bergerak sendiri untuk mencapai tujuannya," Dahna menjelaskan. Dia menunjuk si Messenger Putih. "Nah, dia ini walau tidak tahu gerak-gerik Sang Ratu ke mana, dia memilih tidak ingin diam."

"Lalu kalian akan bilang ini 'kebetulan' kalian bertemu?" Marcus menyundut rokoknya di asbak terdekat, menyalakan yang berikutnya. Rasanya stress-nya mulai bertumpuk.

"Kebetulan, mungkin tidak," Dahna menjawab dengan rileks. "Dia tengah mencari informasi di Iberia, dan ketika seorang pembeli bertemu penjual, terjadilah transaksi."

"Bisa dibilang Dahna memberikanku tawaran tepat, jadi aku bersedia berbincang dengan kalian, para bidak Hitam." ucap wanita itu, sama sekali tidak ragu andaikata dia membeberkan sesuatu tentang Putih—itu sudah cukup membuktikan kalau dia benar-benar tidak terikat dengan Sang Ratu.

Ratu Putih. Pemimpin E8. Berbeda dengan Raja Hitam yang mendirikan Schwarz, Ratu Putih ini memiliki agenda sendiri dengan segala andilnya dalam pencurian teknologi atau pengawasan di kontinen lain. Akan tetapi, berbeda dengan Raja Hitam dan kekuatannya, Ratu Putih seperti punya 'sistem' tersendiri. Semua seperti tahu Ratu Putih sudah bergerak, atau pengaruhnya dapat dirasakan di antero Angia, lagi tidak ada yang tahu Ratu Putih sedang melakukan apa atau berproses bagaimana.

Itu sepertinya pun berlaku pada 'kaki tangannya' sendiri di E8, melihat Messenger Putih di sana, menjawab pertanyaan Dahna dan tidak keberatan oleh Dahna dipasang 'pengaman' agar selalu memberitahukan kebenaran.

Atau ini adalah cara Putih untuk mencoba mencari kelengahan Hitam? Tidak, rasanya. Bila sudah demikian, Dahna pasti sudah dibunuh setelah Messenger ini mengetahui apa yang Dahna simpan.

"Lalu motivasimu apa, Messenger?"

"Selen saja, Miss Lowell." senyumnya. "Dahna tadi sudah bilang aku tidak ingin tinggal diam. Aku juga ingin tahu apa yang dilakukan Ratu dan apa tujuannya."

"Karena kamu merasa sudah dimanfaatkan, lagi tidak mendapat apa-apa?" Marcus mengisap rokoknya. "Pedih."

Selen tidak tersinggung menanggapi komentar culas Marcus, dia malah ikut tertawa, sementara Dahna mengamati mereka sambil mencatat, tertarik dengan bagaimana Marcus menarik informasi dari Selen.

"Sesungguhnya, aku lelah berurusan dengan Ratu, tapi aku berhutang budi dengan seseorang, jadi aku menuruti saja sarannya," Selen berujar lagi. "Dan benar saja, aku bisa bertemu kalian begini dan memastikan kerja sama—ah, yah, kalau kamu setuju sih, Miss Lowell."

Marcus menghela napas panjang, mencubit batang hidungnya sambil dia menurunkan kacamatanya. Dahna mengerling ke arahnya, satu kedipan dari pria itu yang menandakan kalau ikan yang dibawanya benar-benar segar.

"Apa keuntungan kami bila kami percaya padamu?"

"Selain menambah orang untuk mencari informasi, tidakkah kalian butuh mengetahui soal Putih?" Selen menawarkan. "Ratu tidak sekedar membuang satu bidak, lho."

Marcus mengerjap. Rokok di tangannya sudah mulai separuhnya menjadi abu karena dia lupa mengisap. "... Ada bidak lain?"

"Dia nanti akan datang pada anda bila waktunya tepat, dan pastinya dia akan memperkenalkan saya dan dirinya pada anda." ungkap Selen dengan percaya diri. "Dia Springer Putih, posisinya mirip dengan anda, bukan?"

Bagaimana Selen berbicara, artinya Selen sudah tahu kalau 'bidak' ini ada di dekat Marcus. Marcus tetap merasa curiga Selen masih ada sangkut-pautnya dengan Ratu Putih.

"Bagaimana kita bisa percaya kamu dan bidak satu lagi bergerak bukan atas nama Ratu?"

Dahna angkat bicara, "Itu sudah kubuktikan."

Wanita berambut merah itu terbeliak, "Hah? Kamu selain setuju pakai gelang bodoh itu, kamu ngebiarin Dahna melihat isi kepalamu pakai kameranya yang tolol itu?"

Selen mengangguk. Marcus-lah yang menepuk dahinya. Tentu dia tidak bisa menghilangkan skeptisnya terhadap datangnya anggota Putih yang mendadak, lagi dia tidak punya pilihan selain menerima hal ini.

"Terserah kamu lah, Dahna."

"Aku sudah menantikan ini, Miss Lowell!" sambutnya antusias. "Tinggal menunggu waktunya Cosmo Ostina terbuka untuk menjalankan langkah berikutnya, deh."

"Oh, ya, soal Cosmo Ostina," Marcus membuang napasnya berat. "Kayaknya kamu nggak bakal bisa sekedar nyelinap. Tahun ini bakal ramai sekali."

Dahna menelengkan kepala, "Ada apa kah?"

Marcus bingung dari mana dia harus memulai, entah dari saat pihak Angia datang, atau saat ada yang menuntut 'keadilan' yang tak ada ubahnya sebuah pepesan kosong.


---

Messenger Putih E8, Selen, sekedar mengingatkan

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro