VIII. | Pesan dari Air

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kantin di Cosmo Ostina bisa dibilang cukup besar dan megah. Dibangun di gedung yang berbeda saat terjadi reformasi besar-besaran pendidikan, total luasnya mencapai dua lantai dengan aksen menyerupai loft, dengan pemilihan furnitur berwarna merah marun dan hitam, juga dengan bagian atap kaca yang menghadirkan penerangan baik sehingga kantin ini juga menjadi tempat singgah untuk siapa saja yang ingin belajar sambil makan.

Kantin ini mampu menampung ribuan mahasiswa, terutama saat jam padat makan siang. Ada berbagai kedai makanan dan minuman yang didirikan di sana sehingga ada banyak sekali pilihan kudapan, selain untuk mereka yang ingin membeli makan via kupon makan siang yang selalu tersedia setiap harinya.

Celia senang sekali teh susu boba di sini. Katanya, susunya didatangkan dari Asteria, sehingga Celia menjadikan itu alasan (bukan alasan yang nyambung juga) untuk mendorong usaha lokal. Sharon kurang senang minuman semanis itu, tapi dia kadang suka ikut beli juga karena butuh asupan gula. Nadia adalah tim pahit—bukan berarti karena dia mulutnya pahit. Ketika mereka berdua akan minum teh boba, Nadia akan mencari kedai lain yang menyediakan secangkir kopi panas. Biasanya Nadia juga sudah akan membawakan sepiring kukis mentega untuk mereka bagi-bagi tanpa disuruh.

"Kelasmu masih sejam lagi?"

"Iya, telat sedikit juga nggak apa-apa." tukas Nadia menanggapi Celia yang meminum tehnya dengan khidmat. "Hari ini sayangnya nggak ada seminar Bu Nadir. Huh. Sudah sia-sia aku datang cepat-cepat."

"Nggak apa-apa lah, Nona Nadia," sindir Sharon.

Nadia memijat pelipisnya, "Ya, kuharap tadi PR rune-mu nggak dapat C kayak daftar kelas lain."

"Ih, ngehina ya kamu."

"Sharon." Nadia menghela napas.

"Kalian jangan berantem~" sela Celia yang masih memainkan sedotannya.

Sharon biasanya hanya akan ke kantin untuk makan siang gratis, tapi kadang dia akan menemani Celia saja atau Nadia saja, dan jadinya dia turut ikut beli cemilan atau beli minum. Tentu dia masih sangat berhemat, walau dia sudah mendapat uang saku dari beasiswa dan uang dari pekerjaan sampingan. Rasanya ada saja kebiasaan yang tidak bisa berubah.

"Kamu nggak apa-apa, 'kan, Celia?"

"Kenapa apanya?" Celia mengerling ke arah Sharon. Celia sengaja menyandarkan kepalanya di pundak Sharon yang duduk disampingnya. Nadia yang duduk di seberang mereka di meja panjang itu tengah menyeruput kopi hitamnya dengan anggun.

Kayaknya Sharon mendengar ada jeritan anggota klubnya Nadia dari suatu tempat, tapi mari kita biarkan saja.

"Duel tadi," ucap Sharon.

"Ooh~" Celia terkekeh. "Nggak apa-apa kok, sudah biasa~"

"Jangan-jangan besok ada yang ajak duel lagi?"

"Wah, Nadia tahu saja."

"Biasa ya, anak kesayangan Bu Nadir." cengir Nadia. Sharon kadang mempertanyakan kalau Nadia berkata seperti itu dia memang cemburu dengan Celia yang dianggap (dan memang benar) anak kesayangan Bu Nadir. Sharon tahu Nadia sempat sedih sekali tidak dipilih jadi asisten pengajar, tapi dia juga tidak akan terima kalau Celia sengaja menyerahkan posisi itu ke Nadia.

Nadia memang sangat mengidolakan profesor muda nan hebat itu, tapi bukan berarti dia akan mengambil posisi yang bukan haknya. Nadia akan berusaha sendiri untuk memeroleh apa yang dia inginkan.

"Nggak gitu Nadia~"

"Tahu kok," Nadia mengedikkan bahu. "Oh nanti malam kita ada acara tertentu kah, penelitian atau?"

"Hmm, kayaknya libur dulu, yuk?" imbuh Celia. Ia menaikkan kepalanya untuk menatap mereka berdua. "Miss Nadir juga kayaknya bakal kembali telat ke Rumah Pohon, rapat akademis, katanya."

"Yah, sudah nggak ketemu pas sarapan, nggak ketemu pas makan malam juga!" Nadia melengos. "Oh iya omong-omong Celia, jangan lupa belanja buat Rumah Pohon."

Celia seperti mengingat sesuatu yang seharusnya dia tidak lupakan. Dia menjentikkan jari. "Wah, iya juga. Pantas hari ini kita cuma sarapan roti kering dan telur."

Sharon mendesah pelan, "Kamu baru sadar sekarang?"

Celia menarik lengan Sharon, "Kamu lagi kosong? Mau ikut belanja?"

"Aku 'kan mau cari kerja sambilan ... ah tapi gapapa juga sih, daripada kamu lupa lagi." tukas Sharon. Dia melirik ke arah Nadia. "Nanti balik aja langsung ke Rumah Pohon ya, Nadia?"

Nadia tersenyum pasti, "Oke!"

Interkom informasi menggema di gedung kantin itu. Mereka yang umumnya menggunakan sihir untuk hampir segala hal tetap mencampurkan teknologi informasi untuk membuat interkom sihir ini, jadi interkomnya bisa mencapai seluruh bagian Cosmo Ostina tapi nirkabel, dan semuanya dikontrol dari satu tempat oleh bagian akademis.

"Perhatian. Kepada Kelompok Studi: Avalon. Saya ulangi, Kepada Kelompok Studi: Avalon. Diharapkan kehadirannya di Pusat Akademik dan Kemahasiswaan segera dan menghadap Miss Marcus. Terima kasih."

Mereka bertiga pun sontak mendongakkan kepala, lalu saling bertatapan. Mereka saling keheranan dengan panggilan yang tiba-tiba itu, mengingat tidak ada yang aneh dengan kertas laporan juga apa yang terjadi akhir-akhir ini. Mereka juga seharusnya tidak menerima tugas baru di luar tugas akhir.

"Kamu mau ikut, Nadia?" tanya Celia, menyeruput habis tehnya sebelum segera membuangnya ke tempat sampah terdekat dengan sekali ayunan tangan. Nadia menepuk-nepuk tangan dan merapikan jubahnya sambil berdiri. Sharon sudah sigap mengikuti Celia.

"Nggak apa-apa, masih ada waktu sebelum kelas, kecuali Miss Marcus mau menjelaskan sesuatu, aku percayakan ke kalian."

Sharon mengangguk, "Oke."

Miss Marcus Lowell, kepala urusan kemahasiswaan, adalah orang yang paling sering ditemui oleh para mahasiswa di gedung yang terletak di sebelah utara dari danau utama Cosmo Ostina. Wanita bertubuh tinggi dengan rambut merah menyala bergelombang itu tampak apik dengan kacamata bertali yang dikenakannya. Perangainya yang ceria dan cara bicaranya yang selalu santai lagi teratur membuatnya sangat akrab dan disegani oleh mahasiswa.

Ketika mereka bertiga sampai di gedung akademik dan kemahasiswaan, Miss Marcus Lowell dengan seragam khas staff Cosmo Ostina yang berwarna biru benhur dan jubah warna senada, juga topi tinggi dengan bulu burung merak, sudah hadir di mejanya yang berada di paling kanan konter. Beliau tampak sudah menunggu mereka bertiga, senyumnya merekah saat mendapati mereka bertiga datang.

"Anak-anak Avalon-ku yang manis!" ucapnya dengan nada bahagia. "Kalian datang dengan lengkap, ya, kebetulan sekali! Bisa kalian masuk dari pintu staff dan masuk ke ruanganku di dalam?"

"Maaf, Miss Marcus, apakah ini akan lama? Saya ada kelas sekitar setengah jam lagi."

Miss Marcus menaikkan kacamatanya. "Tenang saja, ini hanya sebentar. Aku hanya lebih senang kalian semua bisa hadir karena ini adalah hal yang sangat penting ..." ada jeda di sana. "Dan rahasia."

Mereka bertiga saling menoleh, tapi mereka segera menuruti perintah Miss Marcus dan masuk ke ruangan beliau yang ada tepat di belakang konter kemahasiswaan. Sofa beludru coklat yang tampak selalu menerima tamu itu warnanya sudah semakin pudar saja. Miss Marcus mengayunkan tongkat sihirnya untuk menuang teh untuk dirinya sendiri, dia juga menyusun beberapa kertas di udara untuknya baca.

Wanita itu menyuruh mereka semua duduk yang nyaman, bahkan menawarkan teh - yang segera mereka bertiga tolak dengan santun.

"Jadi, err, apa Miss Nadir sudah bilang kalian akan kedatangan tamu?"

Sharon mengernyit. Celia menelengkan kepala. Nadia segera menggeleng, "Tidak sama sekali, Miss."

"Ya ampun, memang ya si Nadir," cebiknya pelan. Sedikit aura ramahnya luntur sejenak, sebelum dia kembali tersenyum cerah. "Oke, intinya, nanti Avalon akan menerima asisten untuk masa ujian akhir ini. Mereka akan datang kurang lebih dua minggu lagi ke sini."

"Asisten?" Sharon segera bertanya. "Tapi bukannya kami tinggal menyelesaikan tugas kami, dan dari pihak akademik pun tidak ada anjuran untuk asistensi?"

"Ini ... bisa dibilang perintah langsung dari pihak Cosmo Ostina. Saya juga tidak tahu jelasnya, tetapi asistensi sangat esensial bagi kalian untuk menyelesaikan tugas akhir. Harusnya telegram itu sudah sampai ke Miss Nadir, tapi kalau beliau beralasan lupa karena sibuk, baiklah, biar saya yang menjelaskan."

Miss Marcus menaruh teko teh dan cangkirnya ke arah meja utamanya yang bertumpuk banyak sekali buku tebal dan kertas-kertas kuning. Beliau menarik kursi berlengan beludru ke hadapan mereka bertiga, kertas-kertas yang semula ada di samping beliau kini sudah beliau arahkan ke atas meja untuk mereka bertiga baca. Kertas itu bertuliskan: ASISTENSI TUGAS AKHIR, KELOMPOK STUDI AVALON, menampilkan penjelasan singkat mengenai alasan asistensi ini dipilihkan untuk mereka, dan sekilas profil mengenai tim yang akan menjadi asisten tugas akhir mereka.

Ada empat nama beserta empat deskripsi singkat mengenai informasi dasar dan apa yang sudah mereka lakukan di Angia selama masa pendidikan militer hingga berada di masa wajib militer. Terbubuh di sana juga identitas mereka berupa nama, umur, jabatan militer, dan nomor registrasi tentara Angia. Bersamaan juga di sana nama kelompok mereka 'Skuadron Glacialis', dengan yang rambut pirang mata kirmizi jadi pemimpin mereka.

"... Angia? Perwira militer Angia?" Nadia membeliak. "Tunggu sebentar, ini sekolah sihir, bu. Tugas kami pun tidak ada sangkut pautnya dengan kemiliteran sihir, apalagi soal Angia."

"Loherangrin. Tahan dulu. Biar saya jelaskan sebentar." tukasnya sambil menaikkan tangannya.

Mereka bertiga mendengarkan dengan saksama. Nadia tetap menunjukkan ekspresi kurang puasnya walau Miss Marcus sudah mencoba menjelaskan sedetail yang beliau bisa, dan bahwa keberadaan asisten ini tidak akan mempersulit mereka.

Menurut Miss Marcus, perintah ini langsung dari pihak akademik, dan keempat orang ini nantinya akan tinggal bersama mereka di Rumah Pohon. Sharon bisa menebak kalau ada keinginan tertentu dari pihak akademik melakukan ini secara tiba-tiba, mengingat mereka tidak memerlukan asistensi. Belum lagi, orang-orang ini dari kontinen lain. Ini adalah hal yang sangat ganjil bagi mereka.

Atau bila ini tidak berkaitan dengan mereka, apa ini ada hubungannya dengan Miss Nadir? Untuk apa orang dari Angia datang jauh-jauh ke Aira?

"Sebentar, dua dari mereka tidak positif bisa sihir, Miss," tanya Celia. "Apa tidak akan masalah mereka ada di lingkungan Cosmo Ostina?"

"Tidak masalah," beliau mengangguk. "Hanya saja, mungkin akan ada beberapa yang sangsi karena mereka seharusnya tetap berpakaian layaknya tentara."

"Tidak beda dengan diawasi ya? Ya ampun. Bukan dari kontinen sendiri, pula, tapi dari Angia." Nadi mendecak keras. "Apa-apaan ini?"

"Loherangrin," Miss Marcus memperingatkan. "Ini pun di luar kehendak saya sebagai bagian kemahasiswaan untuk mengajukan banding. Miss Nadir sendiri sudah mengiyakan soal ini, jadi kalian sebagai mahasiswa yang diampu beliau hanya bisa menuruti keputusan beliau."

Miss Marcus kemudian menyerahkan dokumen lengkap ke tangan Nadia, yang merupakan pemimpin dari Kelompok Studi Avalon. Nadia menggeram, tidak menyembunyikan kekesalannya, tapi dia hanya bisa diam. Dia menyerahkan dokumen itu ke Sharon, yang segera mulai membaca satu persatu.

"Perwakilan dari Angia akan datang ke Cosmo Ostina dari jalur laut. Mereka sepertinya akan sampai di Pelabuhan Hestia di minggu kedua bulan Maret." jelas Miss Marcus. Beliau menyilangkan sebelah kakinya. "Maaf sekali saya tidak bisa membantu kalian atau menjawab kegundahan kalian seputar ini. Saya hanya bisa meyakinkan bahwa ini bukan berarti kalian ada dalam pengawasan tertentu."

Pada akhirnya, mereka bertiga hanya bisa terdiam saat Miss Marcus menjelaskan sedikit lagi kalau orang-orang Angia ini juga mungkin akan berada terus bersama mereka dalam jangka waktu yang tidak ditentukan, atau mungkin hingga kelulusan.

Meninggalkan ruangan itu dengan penuh tanya dan berat hati, mereka pun berpisah jalan karena Nadia harus menuju kelasnya, sementara Celia dan Nadia menuju pusat kota Iberia, kota terdekat dengan wilayah khusus pendidikan Cosmo Ostina, untuk berbelanja bahan-bahan makanan.

"Nadia paling ngomel-ngomel lagi nanti, untung Bu Nadir pulang telat," tukas Celia seraya mereka menuju portal yang mengarah ke Iberia.

Sharon mengantongi dokumen dari akademik itu dan berjalan sambil tertunduk lesu. Aneh sekali mereka bertiga yang sudah sebentar lagi lulus mendapat berita seperti ini. Rumah Pohon nantinya akan kedatangan empat tamu baru, walau bukan masalah tempat yang jadi isu mereka karena Rumah Pohon bisa saja selalu menambah wilayah baru.

"Mereka datang dari Angia, sepertinya mengawasi kita ... atau Bu Nadir." gumam Sharon. "... Ah, maaf, Celia, aku jadi terus kepikiran."

"Kamu tadi udah baca sedikit soal mereka-mereka ini, ya, gimana menurutmu?" sahut Celia santai.

Dia masih menggenggam lengan Sharon sambil berjalan. Di antara mereka bertiga, memang Celia yang paling sering berpegangan tangan, memeluk, atau bersandar antara Sharon dan Nadia. Kadang dia bisa saja tidur di pangkuan Nadia pas Nadia lagi sibuk marah-marah.

"Aku tidak bisa menebak dari nama atau profil mereka. Mereka terlihat seperti ... tentara tulen. Pernah ikut perang dan lain-lain. Mereka juga punya badge kehormatan." Sharon menghela napas panjang. "Lalu dua dari mereka tidak positif sihir."

'Tidak positif sihir' artinya mereka yang hampir tidak menggunakan sihir sama sekali, atau menggunakan senjata tertentu yang minim prinsip sihir. Ini bukan hal baru di Aira, tapi bagi institusi seperti Cosmo Ostina, pastinya akan mengundang banyak tanya mengapa mereka dipilih sebagai tim asistensi. Seakan pihak akademik tengah bercanda.

"Hmm, anggap saja berarti Rumah Pohon akan semakin ramai!" Celia menanggapi riang. "Atau, oh! Apa mereka hendak mencuri sesuatu dari Miss Nadir? Kayak di film-film dan pentas seputar spionase itu, lho."

"Kayaknya kejauhan deh, Celia," Sharon tertawa kering. Lagi, kemungkinan itu tetap ada. Akan tetapi, pihak Angia ini ditunjuk oleh akademik Cosmo Ostina, jadi mereka bisa mengabaikan soal mereka datang jauh-jauh untuk mengulik sesuatu dari penelitian Bu Nadir.

"Kita harus cari tahu tentang Angia juga berarti sebelum Nadia pulang," pemilik rambut coklat itu mendecak. "Kita mampir toko buku juga berarti, Celia. Tenang, aku nggak akan lupa kalau kita perlu belanja."

Celia melingkarkan lengannya di sekitar pinggang Sharon, setengah mendorong Sharon untuk berlari ke arah portal, "Siaaaap."

"Oi, tunggu, Celia!"

Sepertinya, tahun terakhir mereka di Cosmo Ostina itu akan berjalan cukup sulit.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro