XLVI. | Requiem of Reconchestra, bagian kedua

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Val, Nadia, dan Karen, mengambil jalan memutar saat mereka mendapati pilar api yang Nadia bilang adalah sihir Celia. Terdapat bekas pertarungan di sana, tapi sepertinya pertarungan tidak berlangsung lama karena lawannya Celia. 'Prajurit' yang tampaknya menghampiri mereka adalah para mahasiswa, dari beberapa jaket hitam yang terbakar dan tercerai-berai, tapi tidak ada banyak sekali sisa 'tubuh' yang tertinggal.

"Apa Celia mengalihkan mereka ke tempat lain?" tanya Val. Nadia masih mengedarkan pandangan. Gedung akademik ada di barat daya, kemungkinan kalau Celia mengecohkan mereka agar tidak ke arah barat daya, Celia akan memancing mereka ke timur.

"Coba kita cek ke timur. Nanti dari timur kita menyeberangi jembatan saja menuju jalan utama yang menuju gedung akademik," tukas Nadia. "Ada hal aneh lagi, kah, Karen?"

Karen menggeleng. Dia mencoba menyentuh prajurit-prajurit boneka Nymph, kondisi mereka kurang lebih sama dengan staf-staf akademik yang mereka pukul mundur, tidak hidup tapi juga tidak mati. Koma. Atau mengambil istilah yang tadi Val sendiri sebutkan, tidur lelap.

"Apa ini yang diinginkan Nymph, agar semua warganya terlelap pada mimpi, mimpi palsu?" cebik Nadia seraya mereka melanjutkan ke arah timur. "Aku merasa semuanya semakin tidak masuk akal."

Kalau mereka membandingkannya dengan apa yang pernah terjadi di Angia, mantan Kanselir Bluebeard menggunakan kuasa 'racun' Progenitor untuk membuat tentara boneka. Mereka sekedar dikontrol, dicuci otak sehingga mereka berbuat sesuai kehendak otak dari itu semua, walau mereka dibiarkan dalam keadaan sadar. Dari situ sangat jelas bahwa Kanselir Bluebeard menginginkan 'kekuatan' untuk merebut paksa daerah-daerah sekelilingnya dan melanjutkan apa yang dimimpikan Bluebeard lama untuk menguasai seluruh Angia dengan tangan monarki Bluebeard.

Yang mereka bisa ketahui dari Nymph adalah Nymph tidak pernah percaya dengan 'orang lain', atau dalam konteks ini bisa juga disebut 'dia tidak percaya manusia'. Nymph disinyalir sudah menghapus ingatan klan asimilasinya, Undine, dan menanam ingatan palsu. Bisa diperkirakan Nymph tidak ingin campur tangan Undine dalam rencananya sehingga beliau 'menghilangkan' pengaruh Nymph.

Setelahnya, Nymph sepertinya hanya berhubungan dengan Pemegang Kitab-nya, Freya Nadir Romania. Agen perpanjangan Weiss Schach, E8, juga merupakan 'boneka' yang dikendalikannya. Kongsi dagang Putih sepertinya tidak memiliki hubungan jelas dengan E8 sebagaimana D1 difungsikan sebagai agen independen dari Hitam untuk menangkal pertumbuhan Putih. Kalau dideskripsikan, Weiss pertumbuhannya sebagai perusahaan ada karena E8 merambah ke seluruh kontinen selama belasan tahun lamanya, ketimbang sebaliknya.

Kini, saat Nymph sepertinya tengah menghimpun kekuatan besar dari garis ley Aira, tujuannya sepertinya ada juga pada Cosmo Ostina ini.

Pertanyaan besar yang belum terjawab, kenapa sekarang? Kenapa harus sekarang, ketika puluhan tahun namanya Nymph sudah membentangkan kekuasaannya di mana-mana, layaknya ular yang terus meliuk di sela-sela kehidupan, tanpa ada orang lain dapat menyikapi efek rimpangnya?

"Kenapa juga harus Sharon? Celia lebih hebat, Miss Nadir juga sempat sangat mengagungkan kemampuan Celia."

Karen menaikkan alisnya, "Ini kamu sedang menyatakan sikap iri, atau?"

"Aku memang iri, tapi ini—argh! Aku nggak ngerti!" ucap Nadia gusar. "Kami bertiga juga diajarkan teknik sama dengan bantuan Kitab. Memang Sharon yang nantinya dipilih untuk jadi yang menyalurkan itu saat sidang tugas akhir, tapi, tapi aku masih nggak paham kenapa harus Sharon."

Val turut berpikir, kembali mengurutkan fakta dari apa yang sudah mereka ketahui sejauh ini.

Sharon Tristania, seperti bagaimana Val sudah berkesempatan untuk berduel dengannya, adalah pengguna sihir yang kompeten. Memang, kalau berkiblat pada ilmu perbandingan Aira yang tidak adil, kemampuannya bisa dibilang jauh dari Nadia dan Celia, tapi bukan berarti Sharon lemah. 'Permutasi' sejauh yang Val pelajari, adalah sihir yang menggabungkan inti sihir Aira, air, dengan elemen lain. Berbeda dengan Kombinasi yang bisa mengubah bentuk inti sihir, Permutasi lebih berkutat sebagai penguatan, seperti bagaimana Val dan sihir terapan yang dia kuasai.

Saat Duel Harga Diri, Sharon menghancurkan kacamata Val dengan sihir Permutasi yang digabung dengan penyeteman nada, sehingga Val tidak bisa membetulkan kacamatanya selama beberapa waktu hingga dia meminta Celia mengoreksi 'nada' yang sudah berubah.

Mereka sampai di anjungan timur. Lagi-lagi ada banyak korban mahasiswa berjatuhan. Di dekat mereka ada lapangan rumput yang luas, sepertinya Celia tengah menghalau mereka yang berdatangan di sana, memojokkan mereka ke arah jauh di titik timur.

"Ah, daerah terbuka," ucap Nadia. "Celia tidak akan menggunakan taktik ini. Dia lebih suka mengurung musuhnya dengan pilar api. Jadi bisa kukira ada yang bersamanya."

"Alicia." ucap Val, menangkap desing besi.

"Oh iya aku sempat mau bertanya, temanmu itu ... dia berani banget menangkis sihir pakai pedang," Nadia berseloroh. "Di Angia syarat masuk kemiliteran bukan harus jadi monster dulu 'kan?"

"Kata monster lain," Val mendecak. "Alicia ... aku rasa dia sudah terbiasa berhadapan dengan sihir. Err. Aduh kayaknya kalau aku ceritakan, kamu bakal bengong lagi, Nadia."

Nadia mengerjap, "Memangnya kenapa?"

Karen terkekeh, "Sudah bercandanya."

Mereka memang belum sempat bercerita panjang lebar bagaimana Alicia sebagai mantan narapidana yang meneruskan hukuman sang ibu yang tidak pernah dia lihat mukanya, atau Alicia yang nantinya lulus seleksi untuk menemani sesosok putri yang kini sudah dilantik jadi ratu.

Andai mereka semua bisa bercengkerama lebih jauh, apa kondisinya akan berubah? Apa bisa mereka menerka apa yang ada di pikiran Freya Nadir Romania—menebak kemauan Sang Peri?


. . .


Celia menyuarakan decak kagum lagi melihat Alicia memukul siswa itu dengan belakang pedang. Dia dengan berani melompat di depan Celia, membuat dirinya sebagai tameng, sementara dia hanya punya sebilah pedang dan sihir menghadang dari segala penjuru.

Celia membalas serangan mereka—mahasiswa yang mengejar mereka—dengan peluru api membabi-buta. Pilar api di sekeliling mereka, perangkap berupa lantai api, lalu berikutnya pecut api. Ia mengalirkan sihirnya begitu saja, tidak memedulikan sebagian lapangan yang mulai terbakar, atau rumput gosong. Dia tidak bisa berhenti sekarang. Dia harus menjaga Alicia juga.

Alicia memegang pedangnya dengan bilah ke arah dirinya, menerjang serombongan mahasiswa yang masih berusaha merapal sihir mereka. Interval dari tiap penggunaan sihir adalah momentum bagi Alicia untuk menebas mereka agar menjauh dari Celia. Alicia mengayunkan pedangnya selebar mungkin, menggunakan baik itu bilah tajam, bagian belakang pedangnya, atau juga sarung pedangnya, apa pun caranya untuk membuat lawannya tumbang. Lagi Celia tidak melihat itu sebagai bentuk barbarisme.

Ia tidak pernah melihat orang bertarung dengan senjata sebelumnya, dia tak bisa untuk tidak takjub.

"Apa semua orang di Angia bertarung seperti ini?"

Alicia menyarungkan pedangnya saat barisan terakhir tumbang, dari kejauhan, Alicia melihat tiga sosok familier mendekat, dia melepas pandangannya untuk mengatasi adanya serangan susulan, barulah akhirnya dia mengerling ke arah Celia ketika aman.

"Hmm, nggak juga sih," Alicia menggaruk pipinya. "Kamu pas berantem—duel sama Fio, ingat nggak pas dia memukul kamu pakai badan panah, padahal dia pengguna sihir? Kayaknya aku termasuk orang yang bikin cara-cara sendiri buat bertarung."

"Ilmu pedang itu juga?"

"Hah, ilmu apaan! Ini cuma aku pelajari ketika di penjara." Alicia tertawa lepas.

Celia menaikkan alis, "Penjara?" dia segera membayangkan penjara anak-anak yang biasa diceritakan oleh Sharon yang kerap kali membantu 'teman' jalanannya kalau sudah terendus polisi di Asteria.

"Oh iya, aku belum sempat cerita ya. Kamu tapi sudah dengar 'kan kalau Alisha Rudra, orang yang mengandungku, ditahan di Angia?" Celia mengangguk. "Singkat cerita, setelah dia meninggal, aku jadi hidup di penjara meneruskan masa tahanan dia."

Celia yang tidak menduga jawaban itu pun tercekat, sementara Alicia menceritakannya dengan luwes.

"Kamu bisa bayangkan sendiri, mungkin, rasanya nggak tahu apa-apa, eh lalu dihukum." Alicia menaikkan bahu. "Tapi ya semua orang di penjara baik padaku, sih. Terus akhirnya masa hukumanku dikurangi karena ada orang baik yang bahkan membawaku bersekolah."

"Orang baik?"

"Sekarang dia sudah jadi semacam ratu simbolis di provinsinya," jawab Alicia. "Yah, ini bukan waktunya intermezzo tapi ... ya, begitulah, Celia."

Celia menurunkan tongkatnya saat mereka berdua berkumpul kembali dengan tiga orang yang berpisah tadi. Mereka bertiga tampak tidak apa-apa, dan kini mereka berlima memandang gelimang 'prajurit boneka' Nymph dan pelataran tanah rumput yang separuh hangus.

"Bisa dibilang, Celia, kamu termasuk daftar orang yang tidak ingin aku musuhi atau buat marah," ucap Alicia lagi ketika mereka memandang 'medan perang' yang sudah tercipta karena jilatan api sihir Celia.

Nadia mengangguk-angguk, "Nah, 'kan, bisa kalian sadari kalau Celia saat Duel Harga Diri itu sangat, sangat menahan diri."

"Nadiaaaa."

Mereka lalu bergegas menuju ke jembatan yang dimaksudkan Nadia, salah satu jalan pintas menuju ke arah gedung akademik Cosmo Ostina.

Apa yang akan menanti mereka di sana, jebakan Nymph, atau seberkas kebenaran, jawaban yang selama ini mereka coba cari?


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro