XLVIII. | Requiem of Reconchestra, bagian keempat

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Amarah Nymph makin menjadi, memuncak, sekeliling gedung akademik yang sudah tak berbentuk itu makin bergetar. Tremor-tremor kecil mulai terus bermunculan seiring pilar tanaman dan sulur-sulur membengkak dan melawan.

Sharon yang berlaku layaknya mesin perang kala itu berhasil dipukul mundur oleh Celia dan Nadia yang tidak memberi ampun. Sharon menepi ke arah meja panjang yang merupakan resepsionis bagian pendidikan, sulur-sulur muncul di kakinya, menghalangi dari genang air dan hujan yang ditimbulkan.

"Selen, mundurlah, biar kami saja yang ada di depan. Miss Marcus bisa ada dalam bahaya." titah Nadia yang kembali menjaga tongkat di depan wajahnya, tidak sekali pun memberikan kelonggaran.

Selen menurut, memberikan lahan pentas itu untuk mereka bertiga. Celia di sebelah kanan, tongkatnya juga tidak pernah turun, melucuti satu demi satu sulur yang berusaha melindungi sosok 'Sharon'. Nadia di sebelah kiri, menyiasati sihir-sihir Permutasi dari tongkat itu sebelum sempat menyentuh mereka.

Wanita berambut coklat di hadapan mereka itu kini lebih tampak seperti mayat hidup ketimbang ketika saat itu dia pertama kali 'dikendalikan paksa' oleh Nymph. Itu sangat menyakitkan bagi Nadia, juga Celia tentunya. Kalau mereka menyimpulkan sesuai apa yang Miss Marcus ceritakan mengenai pemutusan sirkuit sihir, Sharon tentunya mengalami hal yang sama.

Lagi, tidak mudah bagi mereka untuk sekedar mengalahkan Sharon. Kata-kata tidak akan sampai di telinganya, dan serangan mereka dimentahkan oleh kuasa Sang Peri.

Apa mereka akan menyerah? Tentunya tidak.

Hanya mereka yang bisa membawa Sharon pulang.

"... Sepertinya sulur itu akan menjaganya selama dia mengumpulkan sihir Permutasi dan teknik nadanya untuk serangan pamungkas," ucap Nadia, ia mengerling pada Celia. "Siap, Celia?"

Celia sudah memanggil pecut apinya lagi. Khas Celia, sirkuit sihirnya mulai berpendar semakin sihirnya menguat. "Ayo, Nadia."

Pembuka pentas itu adalah dansa antara mereka bertiga, dua lawan satu. Dansa yang tidak bisa diprediksi, lagi dansa itu tidak memiliki lagu pengiring. Tidak dirinya atau Celia duga mereka akan bertarung seperti ini—berdansa dalam pertunjukkan yang sudah disediakan oleh Sang Peri.

Sebuah kehormatan untuk menghadapi seorang teman dalam sebuah karya yang digagas oleh sosok yang maha tinggi, mungkin. Lagi, tidak menghilangkan rasa pilu, pedih, dan kesal karena segalanya sudah diluar kemampuan mereka untuk mengendalikan.

Celia menguasai sayap kanan, bergantian dengan Nadia yang terus meneriakkan aba-aba. Kanan, kiri, kanan, kiri, serangan dinamis mereka dan pergantian langkah, selubung air bertemu api, bertransformasi menjadi asap, kembali menjadi air, melucuti akar, berusaha mengunci gerak Sharon. Sharon berkilah, melepas pengaruh sihir Celia dengan sekali percikan sihirnya, Celia pun mengubah bentuk airnya menjadi lucutan panas lagi. Saat Celia menjaga jarak, Nadia yang maju untuk mendorong Sharon hingga terhempas ke arah meja resepsionis di belakangnya dengan ledakan air.

'Sharon' tidak kenal menyerah dan lelah, membalas mereka dengan setimpal. Dia menjejak, melompat dari sisi meja dan melayangkan bilah air yang sudah digabung dengan kegelapan miliknya, menembakkan ke Celia yang menghindar, atau Nadia yang terpaksa harus berguling di atas genangan.

Mereka kembali ke posisi awal, terus menekan posisi Sharon, lagi dan lagi. Napas Celia terengah, Sharon mulai sedikit goyah, dan itulah saatnya dia melayangkan tongkatnya dan memanggil partitur nada.

Ini dia.

"Reconchestra—" mulut itu terbuka. "--impresario!"

"NADIA!"

Nadia mendorong dirinya, melentingkan dirinya menembus pelindung yang Sharon sudah buat. Nadia menemukan berkas nada yang diganti oleh Sharon, mengembalikannya ke bentuk semula, membuat bilah air di hadapan mereka berserak percuma. Celia memanfaatkan kesempatan itu untuk mendekat, meraih Sharon tepat di lehernya dan membenamkan kepalanya ke arah meja resepsionis.

Bahkan debam keras itu, atau darah yang mengalir dari pelipis Sharon, Sharon hanyalah sebatas 'boneka'. Celia masih merasakan denyut nadi di tempatnya mencekik Sharon, tapi dia bukan 'Sharon'.

Celia menahan tongkat sihirnya tepat di dagu 'Sharon', hendak memunculkan berkas apinya untuk memastikan posisinya, tapi itu pun tidak cukup.

Di jarak dekat itu, ada dua kemungkinan. Celia yang dalam bahaya atau Sharon yang dalam bahaya. Kedekatan mereka juga adalah kesempatan untuk Sharon memanggil partitur nada—kali ini mengambil dari tubuh Celia, dan ia pun melantunkan teknik dirigen lagi.

"IMPRESARIO!" pekiknya.

Sepersekian detik itu Celia akhirnya manfaatkan untuk menggores wajah Sharon sebelum dia terpental. Dia melihat Nadia sudah menyerang balik seperti yang sudah mereka siasati.

Celia melihat ke arah perutnya yang didorong oleh impresario, melihat bekas lukanya terbuka lagi.

"... Ya ampun, dia masih ingat aku luka sebelah mana, ya. Sharon, memang." Celia berlutut, menekan luka itu dengan sihirnya.

Mereka masih belum boleh lengah. Mereka masih belum boleh kalah. Fiore sudah di atas sana menghalangi Miss Nadir agar mereka bisa melumpuhkan Sharon dengan segala cara.

Celia menggenggam tongkatnya kuat-kuat, menghiraukan lukanya dan mulai memanggil partitur sihir yang diarahkannya ke Nadia dan Sharon. Menggunakan air di sekitarnya, Celia membuat sebuah bola raksasa, yang kemudian diubah susunan terluarnya menjadi serupa gas dan kabut menggunakan kemampuan penyetem.

Celia memejamkan mata, mengumpulkan energi sihirnya dalam tembakan itu, dan berfokus pada mereka berdua.

"Kombinasi," desisnya, mengalirkan irama garis ley pada dirinya sendiri, lalu pada tembakan itu. "Serang."

Nadia yang mengetahui tembakan itu segera melompat menjauh dari Sharon. Ia memanggil partitur sihir dari tembakan Celia, menyelubunginya dengan sihirnya, lalu menghujamkan ke bawah, layaknya badai es.

Sharon bergeming, menangkapi serangan itu dengan tenang, alih-alih Sang Peri sudah memperkirakannya. Sama seperti Nadia dan Celia yang menggunakan partitur kehidupan, Sharon pun segera berlaku serupa.

"Reconchestra, nocturna erebus."

Sihir air itu diserap oleh kegelapan, kemudian diluncurkan kembali sebagai sebuah loncatan energi yang terselubung oleh akar-akar yang terus berkembang, menjalar, dan meletus.

Baik Celia dan Nadia sempat untuk melompat mundur, menghindari kekuatan besar ledakan itu, tapi efek luar biasa penyerapan energi itu membuat gedung akademik runtuh sebagian. Akar-akar yang menjalar dan meletus pun semakin membengkak dan memenuhi sisa gedung itu, bahkan hingga sampai ke sisi mereka yang melindungi Miss Marcus.

Bila tanpa hujan dan genangan air langit, mungkin mereka bisa saja terluka parah ketika tiap akar itu meledak, akar itu mendesis, menyemprotkan pancaran energi berupa air ke seluruh arah. Air itu kemudian meninggalkan bekas lepuhan, lepuhan yang kemudian menghitam karena adanya sihir kegelapan tersembunyi di sana.

Sharon bangkit, seperti boneka yang diputus benangnya, berdiri limpung. Wajahnya kotor, pelipisnya masih mengucurkan darah, sisi wajahnya baret dan lebam, tubuhnya seperti sudah tidak lagi tegak karena ada yang patah. Benar-benar seperti bukan manusia lagi. Tongkatnya masih terayun, seakan ia sudah siap melakukan serangan balik. Nadia dan Celia sudah menghadangnya lagi, dan lagi-lagi 'Sharon' memanggil akar-akar garis ley itu untuk menarik kaki dan tangan mereka berdua.

"Apa yang akan kalian dapatkan, seketika sudah merasa menang karena bisa berhadapan dengan Sang Peri, hm?"

Suara yang keluar dari mulut itu dingin dan sinis. Nadia dan Celia tidak gentar, melucuti akar dan kembali berusaha memukul mundur Sharon yang melangkah di antara mereka—

—tapi tujuannya tidak lagi mereka.

Dengan gesit, Sharon menembus garis pertahanan mereka, menggunakan akar yang menusuk sebagai pelindung sementara tubuh boneka itu merangsek maju menuju Marcus yang masih menyenandungkan hujan dan banjir.

Pedang raksasa Karen mengenai tubuh itu, membuatnya melepuh, lagi 'Sharon' tidak menunjukkan tanda nyeri atau erangan. 'Sharon' sudah mengepalkan tangannya, menembak ke arah dinding tipis yang membatasi Marcus dengan serangan-serangan Nymph—

Dan ia dihentikan oleh seorang yang tidak bersenjata di antara mereka, memasrahkan dirinya terkena bulan-bulanan energi sihir untuk kesekian kalinya.

'Sharon' terbelalak, mendapati sosok berambut hitam itu berdiri di hadapannya tanpa takut. Seakan kematian hanyalah sekedar berpindah dimensi. Sihir kegelapan itu mengenai pelindung tipis sihir Marcus, dan juga wanita muda itu, dan sinerginya dengan pedang besar Karen setelahnya memunculkan ledakan besar energi yang bersumber dari garis ley, merontokkan segalanya.

"Duel kali ini aku yang menang, Sharon Tristania." ucap Alena Valerian, sebelum mereka - dan gedung akademik itu - ditelan cahaya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro