XXXVII. | Keprihatinan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ketika mereka akhirnya mencapai hari pertemuan dengan Nona Marcus di luar Cosmo Ostina, anggota Glacialis datang terlebih dahulu ke tempat tujuan yang sudah ditentukan.

Nadia bilang nanti dia akan menyusul setelah tugas mereka selesai di Rumah Pohon, karena mereka tidak bisa meninggalkan tanggung jawab mereka di sana sebagai mahasiswa. Celia memilih untuk menunggu Nadia dan dia akan memberitahukan via Val bila mereka akan datang menemui Nona Marcus bersama skuadron Glacialis.

Fiore, tidak punya banyak pilihan dan tidak ingin membuat pihak yang sudah menyempatkan waktu untuk mereka menunggu terlalu lama, memutuskan agar mereka segera bertolak ke kota Iberia.

'Kafe Kandela' yang menjadi tujuan mereka ternyata sudah pernah mereka sambangi sebelumnya, dan Nona Marcus sangat spesifik dengan jam pertemuan mereka, di sore hari ketika kafe dan jalanan di sekitarnya tidak terlalu penuh, namun bukan malam yang mengharuskan mereka mencari dalam gelap di hingar-bingar kota gemerlap.

"Kafe ini bukannya yang waktu itu pernah kita datangi saat setelah Duel Harga Diri?" Alicia menoleh ke arah Karen. "Ah, Karen, jangan bilang kamu sudah bisa tebak apa atau siapa yang akan kita temui selain Nona Marcus."

"Aku ... tidak menyangka ternyata akan seperti ini." Karen menahan dagunya. "Selain karena kita kembali ke kafe ini."

"Maksudmu?" tanya Alicia.

"Aku sempat curiga Nona Marcus ada kaitannya dengan Pemegang Kitab tapi ternyata ... ah, mungkin sebaiknya nanti kita pastikan saja langsung."

"Jangan gantung gitu, dong!" sergah Alicia.

"Sudah, sudah kalian." Val menyela. "Kayaknya aku udah nggak bisa kaget lagi sekarang kalau Karen tiba-tiba bilang, 'oh, aku sudah tahu'."

"Hei, yang ini nggak loh ya." Karen membela dirinya. "Aku cuma curiga dengan motivasi Nona Marcus."

Di konter yang kemarin seingat mereka ada barista yang merupakan seorang pria berambut pirang kini terisi oleh seorang familier. Wanita berambut hitam yang dahulu adalah musuh mereka, walau baik Fiore, Val, maupun Alicia, mungkin tidak pernah tahu Messenger dari Weiss secara intim dibandingkan mereka yang harus berkonfrontasi langsung dengannya.

Wanita itu terkejut melihat mereka memasuki kafe, seperti tidak menduga mereka akan di sana - dan dengan jelas baginya satu-satunya tamu yang sudah duduk di sana adalah Nona Marcus Lowell.

Wanita yang biasanya tersenyum cerah bagai mentari itu duduk di pojok kafe, sebatang rokok terapit di jarinya. Dia sekedar menaikkan kepalanya untuk menghitung berapa orang yang masuk, sementara Messenger Putih sudah berjalan mendekati mereka. Sang kepala kemahasiswaan itu terlihat berbeda di luar tampilannya yang selalu ceria, sepertinya mungkin beginilah beliau yang sebenarnya.

Ia seperti sudah memperkirakan kalau anggota Avalon tidak bersama mereka.

"Ini yang mau kamu temui?" Messenger Putih angkat bicara pada Nona Marcus.

Nona Marcus mengernyit, "Apa, kamu kenal bocah-bocah ini?"

"Ceritanya panjang," Messenger Putih mendesah pelan. "Jadi ini bagian rencanamu, Karen?"

"Selen," kini giliran Nona Marcus yang terbeliak. Dia sampai meninggalkan rokoknya yang jatuh di asbak.

"Tunggu, tunggu, tunggu." Nona Marcus menaikkan kedua tangannya alih-alih berang dan bingung. "Kamu? Atau kalian semua orang Angia adalah anggota Putih?"

Alicia langsung menunjuk Karen, "Oh nggak, Bu, Karen aja kok. Kita nggak ikut-ikutan. Hehe."

Karen melempar pandangannya ke Alicia sedikit geram, tapi di ruangan itu, yang rasanya sebentar lagi meletus adalah Nona Marcus.

Fiore sedikit banyak punya gambaran sekarang siapa Nona Marcus sebenarnya selain dia mengakui adalah bagian dari klan asimilasi Nymph, Undine.

"Jadi ini," Marcus menunjuk Karen. "Dia anggota Putih yang sempat kamu bilang?"

"Ya," Messenger Putih—Selen—mengangguk. "Tapi kami berdua putus kontak saat mereka sampai Aira karena Karen harus ada di ... Hutan Penyihir, ya?"

Karen mengangguk, "Terserah anda menganggap saya di sini sebagai anggota Putih atau bukan, Nona Marcus."

Fiore bersedekap. Suasana di ruangan itu yang semula adem, kini sedikit mencekam. "Erm, para yang berkepentingan sekalian, bolehkah kami turut duduk dan mungkin meminta sedikit minum untuk mencairkan suasana?"



Awal pertemuan itu dihabiskan Nona Marcus untuk menyalakan sebatang rokok lagi, yang diisap dan diembuskannya kuat-kuat seakan dia merasa sangat tertekan. Selen menyajikan mereka semua secangkir kopi yang sama, yang bahkan dia sediakan bersama pot untuk sewaktu-waktu mereka ingin isi ulang.

Kafe Kandela terasa seperti selalu sepi, seakan waktu berhenti di sana untuk mereka sekedar bercengkerama.

"Kafe ini punyamu?" tanya Karen.

"Ceritanya panjang," dia mengulang itu lagi. "Sebenarnya ini kuambil alih karena sudah lama tutup. Rekannya Nona Penyihir satu ini percaya saja aku sudah membunuh pemilik lamanya."

"Ambil alih? Tumben kamu bisa baik." sahut Karen cetus.

"Ah, maaf ya, aku nggak terus-terusan mikir masa depanku cuma ada di Putih," sambut Selen dengan senyum kecilnya. Dia berdiri di sisi meja mereka, tetap di sana sembari Nona Marcus sepertinya masih butuh waktu untuk menguraikan isi kepalanya dan menyerap informasi.

Di meja beliau terbentang sebuah perkamen berisi peta Aira. Data legenda berupa garis-garis tampak menyala di atas perkamen itu, sepertinya atas kehendak sihir beliau. Sementara, Marcus Lowell masih mengisap rokoknya dengan gusar. Jari tangan kiri beliau mengusap peta, menilik garis yang menuju ke arah sebuah tempat di ujung utara yang dinamakan Valley of The End.

Mereka tetap menunggu, menanti beliau siap untuk berbicara. Begitu rokoknya dia matikan, Nona Marcus memijat pelipisnya, terlihat lebih lelah dibanding saat Glacialis pertama kali masuk ke kafe itu.

"Marcus Lowell," ucapnya memperkenalkan dirinya lagi. "Aku adalah anggota Schwarz Schach. Kongsi Dagang Hitam, agen senior unit khusus D1. Mungkin di Aira perseteruan antara Putih dan Hitam kurang terasa karena Aira bukanlah tujuan utama kami."

"Sayap Peri," Alicia mendesis. "Aku nggak mau kaget dari awal tapi rasanya baru di sini saja sudah mengagetkan."

Marcus menatap mereka tajam, "Anak-anak Avalon nggak sama kalian bukan karena diminta si Nadir, 'kan?"

"Mereka nanti akan menyusul, katanya." ucap Val. Nona Marcus menghela napas kelegaan, kembali menopang dagunya. Kebingungan yang berkelebat di wajahnya sedikit sirna, walau ragu tetap tersisa di sana.

Fiore memahami kalau Nona Marcus cukup skeptis, apalagi dengan Nadia yang sempat menyuarakan ketidaknyamanannya dengan pilihan Nona Marcus untuk membicarakan topik ini—seputar Ialdabaoth—dengan mereka di luar Cosmo Ostina dengan alasan yang akan mereka ketahui saat ini.

"Aku anggap kalian sudah paham kenapa Weiss dan Schwarz berseteru dalam lingkup sebagai Kongsi Dagang," Nona Marcus melirik Karen. Karen sekedar mengerjap. "Aku sekedar memberitahukan apa yang kuketahui tentang Ialdabaoth, sebagai bentuk respek terhadap klan Titania."

Fiore menundukkan kepalanya dalam, "Terima kasih, Nona Marcus."

Sepertinya beliau tidak akan menunggu hingga pihak Avalon menyusul, atau ia malah mengharapkan mereka tidak muncul—dan andaikan mereka muncul pun, beliau akan menyerahkan soal penjelasan apa yang hendak beliau ungkapkan pada Glacialis.

"Ialdabaoth bukanlah penyihir," Fiore mengerjap. Bahu Karen turun, menandakan dia yang mungkin sudah menganalisis tentang ini seperti mendapat jawabannya. Alicia memekik, tapi dia mencoba tetap tenang. "Ialdabaoth itu ... ah, di Angia apa ada semacam bangsa sejenis, bangsa pencipta? Alkemis. Ialdabaoth adalah kaum alkemis."

Selen, yang semula berdiri di dekat meja, seperti tersentak mendengar topik itu dibicarakan Marcus dengan gamblang. Dia menatap arah Marcus tidak percaya. Karen mendapati hal itu, juga menunjukkan sirat penuh tanya pada Selen yang kini menunduk.

"Kaum," Val mengulang itu. "Jadi ternyata hampir mirip, ya, struktur di Angia dan Aira. Klan penyihir, bangsa alkemis ..."

Marcus menanggapi pernyataan mereka sebagai lampu hijau untuk melanjutkan, "Kenyataan ini terkubur saja karena sebuah peristiwa yang terjadi sekitar dua dekade silam. Keberadaan Ialdabaoth yang sama tertutupnya dengan Undine, mereka ... mereka dilenyapkan oleh Nymph karena kesalahan mereka."

Masing-masing mereka menahan napas.

"Kalian bisa melihat kalau bangsa penyihir yang angkuh ini seakan melupakan jasa Ialdabaoth semudah itu, ya, karena kesalahan mereka dua dekade silam," beliau mengulang. "Aku sendiri tidak mengerti kenapa kalian mencari Ialdabaoth, tapi yang bisa kubeberkan sebagai anggota Undine hanyalah sejarah mereka saja, karena mereka sudah tidak ada lagi di Aira."

Anggota Glacialis bungkam. Nona Marcus menatap mereka masing-masing, "Apa itu cukup? Sebenarnya apa lagi yang kalian cari di Aira?"

Baru ketika Fiore hendak bertanya, Selen menggebrak meja.

"Itu tidak benar!" Selen mendadak berseru. "Ialdabaoth tidak bersalah!"

"Selen?" Karen menyela. "Tidak biasanya kamu bakal begini."

"Aku tidak tahu kalau kamu—kalian ke sini mencari juga soal Ialdabaoth! Kamu harusnya bilang padaku, bukan pada wanita sampah ini."

Marcus mendelik. Matanya nyalang di balik kacamata itu begitu dia berdiri dan menarik kerah baju Selen. "Apa katamu!?"

Val dan Alicia lah yang segera melerai mereka berdua. Val menahan Selen, sementara Alicia menarik Nona Marcus ke sisi berlawanan.

"Aku memang bukan anggota Ialdabaoth karena aku penyihir, tapi bukan berarti kamu bisa mencoreng nama guru." geram Selen.

Marcus seperti paham apa yang dikatakan Selen, segera melepas dirinya dari kungkungan Alicia, merapikan sisi lengan bajunya. "Ah, begitu. Jadi kamu kenal dengan orang itu."

"Ya, ya, kalian berdua tolong tenang dan jelaskan dengan bahasa yang kami mengerti, apa yang sudah kami lewatkan atau apa yang kami perlu ketahui?" Val menengahi. "Tolong jangan jadikan kami sekedar kambing congek. Kami juga di sini karena ingin tahu."

Nona Marcus menurunkan lengan yang sempat terangkat, berdeham keras sebelum kembali ke tempat duduknya. Selen mengutuk dalam napasnya, namun dia berdiri tegak, pandangannya murka pada Nona Marcus yang kembali menguasai panggung.

"Dua dekade yang lalu, klan Undine dan Ialdabaoth mendapatkan tugas khusus dari Nymph. Detail tugas ini tidak bisa aku paparkan karena rahasia," dia menatap tajam Selen yang membuang muka. Val tetap berdiri bersama Selen, menahannya andaikata akan terjadi perkelahian di antara mereka.

"Kala itu, pihak Ialdabaoth yang memimpin proyek ini melakukan kesalahan fatal, dan dia diasingkan oleh Nymph. Sementara sisa dari anggota Ialdabaoth selain beliau ... Nymph yang memutuskan."

Marcus menarik tongkat sihirnya, memunculkan beberapa perkamen yang disegel. Saat perkamen itu dibuka satu-persatu, gambar-gambar yang bergerak mengenai detail saat 'peristiwa' itu terjadi terpampang oleh mereka semua.

Atensi mereka pun tertumbuk pada sesosok wanita bertubuh tinggi yang warna rambut dan warna matanya sangat familier bagi mereka semua. Sontak mereka pun menatap Alicia, yang tetap melihat foto itu tanpa mengedip.

"Wanita ini, dalang dari peristiwa dua dekade lalu, namanya adalah Alisha Rudra. Kala itu, beliau adalah pemimpin dari kaum alkemis Ialdabaoth."


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro