XXXVIII. | Keterbatasan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Situasi yang mulai mencekam dan mencengangkan ini semakin memanas setelah Marcus Lowell sebagai anggota Undine mengucapkan satu nama, menyebutkan nama itu sebagai dalang di balik 'dosa' yang telah terjadi dua dekade silam.

Nama wanita itu adalah Alisha Rudra. Beliau adalah pemimpin dari kaum alkemis Ialdabaoth yang dianggap Nymph telah melakukan suatu kesalahan sehingga beliau dihukum dan kaum alkemis ini dihilangkan.

Selen menggeram, giginya menggertak seraya Nona Marcus menceritakan kronologi singkat bagaimana keputusan ini dijatuhkan oleh Nymph dan klan Undine menjadi saksi. Bagaimana kaum alkemis Ialdabaoth telah melalaikan tugas yang mereka emban dan menanggung seluruh kesalahan.

Tentu mereka, anggota Glacialis, telah melihat sedikit kebenaran. Alisha Rudra, yang sosoknya seperti pinang dibelah dua dengan Alicia, adalah 'tahanan politik' yang selama ini mereka coba cari jejaknya, dia yang melahirkan Alicia di sel tahanan sebelum akhirnya wafat.

Ibu kandung Alicia ternyata adalah orang penting bagi Aira, keturunan sang pendiri Cosmo Ostina yang dibungkam karena 'dosa' yang beliau lakukan.

Tidak mereka sangka mereka akan sampai pada kenyataan ini.

"Mereka tidak bersalah. Kamu saja yang diam, wanita bedebah!"

"Hei, jaga mulutmu, tikus kecil." sergah Marcus. "Aku tidak ingin berdebat denganmu. Kamu juga cuma sekedar orang luar yang tidak tahu apa-apa soal Undine dan Ialdabaoth."

Val kembali harus menarik Selen agar dia tidak maju untuk menerkam—atau lebih buruk lagi—Marcus.

"Yang kami ketahui setelah putusan ini dijatuhkan, kami hanya sekedar tahu kalau dia—Alisha Rudra—diasingkan ..." wanita berambut merah itu mengetuk-ngetuk meja, mengevaluasi wajah-wajah pucat di hadapannya. "... rasanya kalian punya sesuatu mengenai ini, alasan mengapa kalian mencari tentang Ialdabaoth?"

"Apakah bila kami bertukar informasi dengan anda, anda bersedia memberikan detail tentang peristiwa dua dekade lalu pada kami?" Fiore berkilah. Dia yakin bisa saja Marcus tetap berusaha menutup aib itu, atau menganggap mereka sebagai orang luar yang tidak berhak mengetahui seputar peristiwa itu.

"Memang hari itu sudah menjadi masa lalu, lagi aku masih kurang yakin kalian akan menggunakan informasi ini untuk hal yang penting-"

"SAYAP PERI!" Fiore tersentak, begitu juga Val dan Karen ketika Alicia meninju keras meja kafe itu hingga kayunya retak. "Rahasia ini, rahasia itu! Kontinen macam apa ini, yang ketidakadilan digadang sebagai kebajikan!?"

Baik Fiore dan Karen hendak menghentikan Alicia sebelum dia menarik pedangnya atau berlaku di luar apa yang harusnya dia lakukan, apalagi pada Selen atau Nona Marcus. Tapi tatapan nyalang Alicia membuat Fiore bungkam. Karen, seakan mengerti bahwa kemarahan Alicia ini wajar dan tidak sepatutnya ditampung, sekedar menahan tangannya.

"Aku tidak pernah mengenali orang yang melahirkanku, kukira dia cuma sosok yang pengecut, menurunkan hukumannya dan mati begitu saja di penjara-" Alicia menunjuk Marcus. "Lalu apa katamu—kalian? Kalian mengenalnya, dan kalian sekedar berkutat di pikiran kalian sendiri mengenai dia!"

Markus dan Selen masing-masing membuka mulut mereka, lagi tidak ada suara yang keluar. Fiore paham seharusnya dia tetap menyimpan soal itu untuk memaksa Nona Marcus memberitahukan tentang apa yang disembunyikannya, lagi dia tidak ingin menghentikan Alicia. Dia ingin Alicia terus berang, terus marah, terus menumpahkan emosinya.

"Anda seenaknya bilang kalau dia sudah berdosa, dosa apa yang pemilik rahim itu lakukan? Tolong saja katakan segera." Alicia menggeram. "Kamu juga, Selen, apa yang kamu ketahui tentang orang yang sudah membusuk di sel Pulau Penjara Angia? Buat apa kalian sok berkata-kata seperti kalian yang lebih tahu?"

Sunyi yang datang setelah gema lolongan Alicia begitu berat. Selen menurunkan bahunya, sementara Marcus menunduk tanda malu. Informasi mengenai 'Alisha Rudra' yang ternyata ada di 'Angia' sepertinya adalah hal baru untuk mereka. Mereka tidak pernah tahu mengenai hal ini, entah kenapa.

"Kamu—kamu anaknya Guru Lisha?" Selen mendesis. "Selama ini—selama ini beliau ternyata diasingkan ke Angia!?"

"Aku pun tidak tahu. Aku cuma sekedar lahir di penjara. Kepala sipir pun nggak tahu dia 'salah apa' karena keterbatasan geopolitik." Alicia mengepalkan tangannya. Meja yang sudah retak itu mungkin sebentar lagi akan terbelah, tapi Alicia tidak peduli.

Selen menghela napas panjang, tubuhnya yang biasa tegar itu gemetar, "Sebagai orang luar, menurut wanita ini, aku cuma tahu Ialdabaoth dibubarkan dan tidak boleh ada lagi yang bicara soal Ialdabaoth," ia mengacak rambutnya gusar. "Panti asuhan pun ditutup. Kami yang jadi sisa dari tempat itu, masih di bawah umur saat itu, sekedar hidup saja di jalanan."

Fiore menangkap kata kunci 'panti', sepertinya sosok yang Selen anggap sebagai seorang guru itulah pemilik panti tersebut, dan Selen menaruh respek yang sangat tinggi untuk beliau.

"Guru bilang, rumah ini sempit, jalanan lebih luas untuk kalian, walau tidak ada alas tidur atau atap yang melindungi dari hujan," tukasnya. Matanya mengedar ke ruangan kafe yang mereka tempati seraya menerawang, seakan cahaya lampu di sana tidaklah redup dan suasana ruangan itu hangat. "Kafe ini dulu adalah panti asuhan Kandela. Rumah Guru."

Sedikit demi sedikit informasi mengisi senyap, mengisi satu persatu bingkai kosong yang merupakan Ialdabaoth dan 'Alisha Rudra'. Selen melepaskan dirinya dari Val dan bertolak menuju ke konter, terlihat dia butuh waktu untuk menyendiri.

Marcus melipat lengannya. Dia sudah mulai hendak menyalakan rokok lagi, mencoba membuang rasa kalut.

"Ialdabaoth memimpin ... sebuah proyek yang dinamakan Restorasi." sahut beliau, bicaranya cepat tanpa mampu melihat Alicia yang menatapnya tajam. "Restorasi—mengembalikan sesuatu atau menyempurnakan sesuatu. Kami hanya tahu untuk membuat sesuai cetak biru yang sudah disediakan Ialdabaoth. Kami selalu melakukan sesuai dengan arahan mereka sang pencipta yang selalu lebih pintar-"

"-Hingga Nymph berkata bahwa mereka melakukan kesalahan." Karen menyimpulkan. Marcus diam sejenak, menarik napas dalam-dalam, dan melanjutkan. Batang rokoknya pada akhirnya sekedar terapit di antara jari, tidak dinyalakan.

"Semua hukuman ditujukan pada kepala proyek, Alisha Rudra yang dianggap sudah menyelewengkan posisinya dan menghancurkan proyek ... aku pun cuma tahu Nymph mengasingkannya, tapi tidak tahu kemana dia diasingkan," Marcus membuka mulut lagi. Bisik halus mengenai 'Angia' lewat di mulutnya. Dia masih seperti tidak percaya walau kenyataan bisa terlihat di depan matanya.

"Aku—kami yang saat itu sebagai bagian penindak dari Undine menyegel beliau sesuai ketentuan yang ada, sisanya adalah hak ... Nymph. Nymph dan Pemegang Kitab."

"Pemegang Kitab? Freya Nadir Romania...?" Fiore terbeliak. "Beliau juga turut hadir saat itu?"

"Hak prerogatif. Dia ada di mana-mana kalau soal Nymph." Marcus menaikkan bahunya. "Dan kita sebagai klan asimilasi hanya diperbolehkan berlaku kalau diperbolehkan, atau tahu apa yang boleh diketahui. Jujur aku sudah lama nggak suka sama dia dan haknya. Dia seperti anjing penjaga Nymph."

Fiore tidak menduga kata-kata kias seperti itu akan keluar dari mulut beliau. Fiore menyimpulkan kalau memang Nona Marcus tidak senang dengan Freya Nadir Romania bukan sekedar karena beliau dipandang tinggi, tapi juga tentang 'hak' beliau sebagai Pemegang Kitab.

Alicia mengepalkan tangannya kencang, semakin kencang. "Anda ... bermaksud bilang kalau ternyata Pemegang Kitab yang menurunkan hukuman untuk Alisha Rudra dan anggota Ialdabaoth yang lain?"

"Itu—"

Peta yang ada di bawah lengan Marcus menyala di satu titik. Garis yang semula diperhatikannya, Valley of The End, berpendar kuat sebelum menghilang. Wanita berambut merah itu terkesiap, matanya segera mencari Selen yang sempat menghilang di konter utama kafe. Dia mencoba menarik garis di sekitaran peta itu, namun hanya garis-garis tipis redup yang terlihat.

"Gila." kutuknya. "Apa jangan-jangan dugaan Dahna benar?"

Karen mengerjap, "Dahna?"

Marcus Lowell sudah menaikkan tongkatnya, dia menggulung perkamen itu dan bergegas keluar dari kafe. Selen, yang menangkap tindak-tanduk Marcus pun turut siaga.

"Kalian, ini darurat. Cepat cari anggota Avalon!" ucapnya tanpa banyak menoleh. "Salah satu anggota Hitam yang mencari Nymph dalam kondisi gawat. Garis ley di sekitar tempat di mana Nymph diduga berada telah lenyap dari peta Aira!"

Apa hubungannya dengan Avalon? Tentu Fiore ingin mempertanyakan hal itu, lagi ketika Val sudah dengan sigap berusaha menyambung koneksi dengan Celia, Val menarik lengan Fiore dengan gusar.

"Koneksi garis ley dengan Hutan Penyihir terputus, kepala skuadron."

"Apa!?"



Nadia menaikkan kepalanya dari fokusnya pada rentetan kertas di atas meja, mencari Celia yang semula tadi masih di dapur, berbicara dengan Sharon mengenai rencana Sharon ke depan. Rumah Pohon sudah sepi, seperti semua telah meninggalkannya dan hanya dia seorang diri di sana.

Jam sudah menunjukkan petang, mereka sudah lewat dari waktu pertemuan yang diminta oleh Miss Marcus tapi belum ada kata terlambat.

Nadia pun membereskan kertas-kertas laporan, menumpuknya dengan rapi di dalam arsip yang sudah disiapkannya seputar pelaksanaan tugas akhir.

"Celia? Sharon?" Nadia membesarkan suaranya. "Aku sudah selesai, kalian di mana?"

Nadia membuka pintu menuju luar Rumah Pohon—untuk mendapati Sharon mengacungkan tongkat sihirnya di depan wajah Nadia. Matanya berkilat, terang seperti rembulan yang mulai muncul di langit. Sementara, Celia terkulai di belakangnya, tubuhnya bersimbah darah dari luka yang dialami di sekitar perutnya.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro