File 1.1.6 - New Cops For Madoka

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Investigasi ini akan berjalan sulit.

Harusnya klub detektif Madoka memikirkan hal itu terlebih dahulu sebelum mengambil permohonan Mjol. Tapi mereka terbawa suasana dan main terima saja.

Mereka lupa bahwa Ernest Deon sedang berada di Kanada. Mereka lupa tidak ada inspektur yang akan mendukung dan mengembangkan alur penyelidikan. Aiden ceroboh dan meneledorkan fakta itu.

"Kita bisa minta tolong pada rekan kelompok Inspektur Deon, Aiden." Jeremy mencoba menghibur Aiden yang murung karena baru mengingatnya.

"Tidak bisa, Pak Jer." King menggeleng. "Kudengar kelompok itu dipindahtugaskan ke sebuah pulau semenjak ketua tim mereka cuti panjang tanpa jangka waktu."

Bagus, hebat betul King. Dia menambah nuansa kesedihan. Kini bukan Aiden seorang yang murung, melainkan juga Jeremy. Mereka menatap hampa ke lantai.

Ini tidak bagus. Mau seberapa tenarnya reputasi klub detektif Madoka, tetap saja tidak cukup kuat tanpa adanya polisi yang menjadi landasan. Apa King harus meminta Ayahnya mencarikan seorang reserse?

Gyut! King menoleh. Gari menarik-narik ujung seragamnya. "Kenapa?"

"A-aku kenal orang yang bisa kita andalkan," ucapnya gagap, masih belum terbiasa di klub tersebut. "K-kak King sedang memikirkan kekurangan tim ini tanpa seorang polisi, kan?"

Cewek ini cepat tanggap juga. King tersenyum lebar, berkacak. "Benar sekali. Jadi siapa 'kenalanmu' ini? Apa dia seorang polisi detektif?"

Gari menggeleng. "Mereka hanya petugas daerah biasa. T-tapi mereka orang baik dan santun! Aku berkali-kali ditolong karena ketidakberuntungan dan kecerobohanku..."

"Begini, Gari... Kami mencari polisi yang setidaknya punya jabatan di Unit Investigasi. Kita membutuhkan data dari kepolisian untuk memeriksa ini-itu, makanya kita butuh reserse kriminal. Seorang petugas ciamik takkan membantu kita menemukan pelaku. Kita berada di dunia pidana, bukan dunia attitude."

"Unit Investigasi? Itu adalah divisi incaran mereka," kata Gari mengingat-ingat. "Tapi tak kunjung dipromosikan sebab latar belakang. Kak King tahu kan kondisi kepolisian Moufrobi sekarang?"

King mendesah pelan. Siapa yang tak tahu itu? Pangkat dibeli pakai uang, tidak lagi memakai usaha dan kerja keras. Baik superintenden atau komisaris itu sendiri, tidak ada yang becus bekerja. Gedung kepolisian diisi oleh pekerja gaji buta.

"Baiklah. Petugas yang ramah lebih baik dibanding kepolisian Moufrobi." Paling tidak King memerlukan polisi jujur dan niat dalam profesinya. "Mereka ada di mana?"

"Desa Stupido."

Telinga Aiden tegak mendengarnya. Dia mengangkat kepala. "Bukannya itu kampung halamanmu?"

Gari mengangguk canggung, mengelus-elus pipi. "D-dikarenakan situasi desa tidak sehat, mereka pindah ke sana untuk menolong penduduk. Mereka benar-benar orang yang baik."

"Oke, kita ke sana sekarang." Aiden langsung berdiri membuat Jeremy yang bersandar padanya terjerembap.

"H-hari ini juga? Kalau begitu aku akan menghubungi mereka dahulu! Mereka akan panik jika tidak diberitahu." Gari buru-buru mengeluarkan ponsel. "Permisi," katanya beranjak meninggalkan ruangan.

Aiden menyalakan ponsel yang terinstall AI Watson. Loading sebentar, namun AI itu tidak muncul. "Lho ke mana Dangil? Kamu sudah menchargernya kan, King?"

"Sudah kok. Kali saja Pak Dangil tidak mau ketemuan sama Buk Aiden—HIY!" King mencicit ngeri melihat kepalan tinju Gadis Penata Rambut itu tertodong ke wajahnya. "Bercanda! Aku hanya bercanda!" Dia salah bergurau dengan putri barbar.

"Mungkin AI-nya lagi tidur, Aiden. Nanti dia muncul sendiri kok." Jeremy segera menghibur, menepuk-nepuk punggungnya. Maklumi saja, gadis itu tengah merindu.

"Tapi Aiden," Saho tiba-tiba menceletuk. "Apa kamu membawa hape itu ke rumah?"

Aiden cegukan. Ah, dia ketahuan.

"KENAPA KAMU MEMBAWANYA DIAM-DIAM?!" Lupakan perihal menghibur. Jeremy spontan berseru ngegas, apalagi melihat Aiden yang cengengesan.

"H-habisnya...! Aku ketagihan!"

"Itu berarti Buk Aiden lah yang lupa menchargernya dan memainkannya semalaman!" hardik King. Dia berani sebab ada Jeremy di sebelahnya. Ada yang bisa dijadikan tameng.

"Maaf deh." Aiden mengetuk kepala.

Saho diam, menilik ponsel di tangannya baik-baik. Mimiknya serius. "Tidakkah kalian sadar kalau handphone-nya..."

Gari memotong dengan masuk kembali ke dalam. Dia tersenyum sumringah. "Mereka setuju bertemu, Kak King!"

Semuanya saling tatap. Saatnya mencari polisi baru untuk klub detektif Madoka.

-

"Semoga mereka kakak-kakak yang cakep. Om-om ganteng boleh jadi." King dari tadi melongok ke pintu kafe. Suasana kafe lengang dan sepi. Pelanggan hanya mereka dan beberapa mahasiswa universitas.

"Jangan menaruh ekspetasi, King. Terlalu tinggi berekspektasi bisa sakit hati lho."

King memberengut, meniup susu cokelatnya. "Ini sebuah tim untuk kita, Pak Jer. Kita harus menunjukkan kepedulian dan kesportifan pada anggota tim. Apa salahnya bersikap antusias."

"Halah pencitraan." Aiden mendengus. Ngomong-ngomong rambutnya modelan sailor moon, mengenakan bundaran mainan bunga melati sebagai riasan.

Kring! Bel yang ditunggu-tunggu berdering juga. King sontak bangkit, namun senyumannya sirna seketika. Suara ambrukan keras menyapa.

"What are you doing?!" tegur si wanita.

"Sorry, i slipped by my shoelace. I forgot to tie it." Si pria meringis pelan.

"Shut up and stand up right now. Do you want to embarrass me and yourself in front of detective Moufrobi?"

"Of course not." Si pria menggeleng cepat.

"Just stand up!" seru si wanita gemas.

Seperti disambar petir di siang bolong, mereka kecuali Gari terdiam lama. Hancur sudah bayangan di benak King soal anggota tim yang cakap, terampil, dan tampan sekaligus profesional. Ini di luar dugaan.

"Kak Polly! Kak Marc! Sini!" Gari berseru.

Keduanya melangkah malu-malu ke meja Aiden dan yang lain, membungkuk gugup. "S-s-senang bisa b-b-bertemu d-dengan k-ka-kalian! A-aku Polly Kanchana. D-dia partnerku Marcoene Nabendu."

Aiden mewakili King, Jeremy, dan Saho menyambut jabatan mereka. "Senang juga bisa bertemu dengan kalian."

"Kami penggemar berat detektif Madoka! Kami tak pernah melewatkan berita tentang kalian!" sahut Polly mengebu. "Betapa senangnya kami mendengar Gari diterima di klub. Sudah kami bilang kan, Gar, kamu tidak semata-mata kena sial."

Gari tertawa canggung.

"King, apa kamu memikirkan hal yang sama denganku?" Jeremy berbisik.

"Aku tahu, Pak Jer..." Buru-buru mengejar pelaku, King khawatir Polly dan Marc terbunuh duluan oleh trik si penjahat.

"Ng?" Jeremy menatap novel yang mengintip di tas King. "Kamu membaca novel itu lagi? Sebagus apa sih sampai kamu membawanya ke mana-mana?"

"Oh, ini?" King mengeluarkan novel 'Please Find My Brother', tersenyum tipis. "Kisahnya tentang saudara kembar yang terpisah karena suatu insiden. Lalu sang kakak berjuang keras mencari adiknya. Demikian sinopsisnya~!"

"Sudah? Begitu saja? Nyeh!"

"Ahahaha! Pak Jer takkan menyukainya."

Di sisi lain percakapan mencapai klimaks. Polly dan Marc berdiri dan membungkuk pada Aiden. "Dengan senang hati kami bersedia menggantikan posisi inspektur kepercayaan Madoka untuk sementara waktu sampai beliau kembali dari cutinya. Kami akan melakukannya secara ikhlas. Justru kami merasa terhormat bisa bekerja sama dengan kalian."

Aiden tersenyum. "Sudah disepakati, ya."

"M-membicarakan itu, apa kalian sedang menyelidiki sebuah kasus?"

"Benar." Aiden mengangguk.

Sementara mereka sedang menjelaskan kasus Mjol dan istal kakeknya, Saho diam-diam melirik Gari yang tak mau berhenti tersenyum senang melihat interaksi dua petugas kebanggaannya dengan klub detektif Madoka.

Saho bergumam misterius. []
















Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro