File 1.4.4 - Dark Side of Political Intrigue

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"K-kenapa aku ada di sini..."

"Kakak-kakak kelas kita ini ingin menerobos Dark Web, tapi hanya kamu yang dapat melakukannya. Sebagai adik kelas yang santun, kamu harus membantu mereka, Dex."

"Kamu sendiri ngapain di klub detektif?"

"Hehehe, aku anak magang."

Sepulang sekolah, Kapela yang beruntung kelasnya tetanggaan dengan kelas Dextra langsung menghambat langkah cowok itu, bahkan berseru galak pada perundungnya. Dia menyeret Dextra ke klub detektif dimana Aiden dan yang lain menunggu.

Tatapan King lurus ke pinggang Kapela, manyun. "Kamu cukup bernyali juga ya, mengikat jas almamater sekolah di tempat seperti itu."

"Habisnya kayak begini lebih keren. Kak King ayo coba."

"Tidak usah. Aku sudah keren dari sananya," kata King narsis. Kibas poni.

"Bukannya pendaftaran member baru sudah tutup, ya? Kok Kapela bisa diterima?" Dextra masih bingung.

"Itu tidak penting sekarang." Aiden akhirnya bersuara. Dia membiarkan rambut pirangnya berkibar lalu mengepang dua bagian depan dan melilitkan pita biru berbunga-bunga. "Yang mendesak sekarang kami butuh bantuanmu."

Ugh, Kak Aiden cantik sekali. Dextra menelan ludah. "A-apa yang bisa aku lakukan? A-aku payah dalam teka-teki."

"Tidak, tidak. Itu biar kami yang handle. Apa kamu bisa mengakses Dark Web? Karena itu situs internet yang tak bisa dikunjungi dengan browser reguler, informasi kami tersendat."

"Ah, DW ya? Kalian perlu menggunakan browser spesial seperti Onion Router. Kalian juga harus menyalakan VPN guna memberi perlindungan online. Dengan VPN, kita bisa lebih anonim dan aman di web. Juga, kalian perlu mengakses internet dengan alamat IP yang berbeda. Atau ada cara lain..."

Seperti yang diharapkan dari master IT, layar laptopnya menunjukkan nomor dan huruf hijau entah apa itu. Jari-jari Dextra lincah mengetik apalah segala macam kode. Mata Aiden dan yang lain pusing membacanya.

"Oke, aku sudah masuk. Kalian hendak mencari apa?"

"Ini tentang calon gubernur kandidat satu, Pak Lunduls. Kami menduga beliau melakukan perdagangan rahasia di Dark Web. Temukan sesuatu yang berhubungan dengan beliau."

Jemari Dextra berhenti, berkeringat dingin. Calon gubernur? Bukankah beliau tokoh politik? Mau apa klub detektif Madoka dengan beliau? Apakah mereka ingin mengancam?

"Tidak, bukan begitu." Hellen menyanggah cepat setelah membaca raut wajah Dextra. "Ini sulit untuk dijelaskan, entah kamu akan mengerti atau tidak. Kami melakukan ini bukan untuk menjatuhkan beliau."

"Mungkin beliau seorang penjahat, mungkin tidak. Dan tugas detektif memastikan kebenarannya!" imbuh Kapela menambahi.

"Baiklah." Toh, Dextra tidak ingin tahu juga. Dia hanya mau membantu Aiden.

Menyelami dunia Dark Web selama lima belas menit, akhirnya Dextra menemukan jejak perniagaan Lunduls. Pantas saja susah mencarinya! Dia memakai alamat IP luar negeri. Aiden, Hellen, dan King melongo tak percaya.

"A-apa semua ini?"

"Ini adalah pengelolaan prostitusi! Bahkan sudah memiliki cabang di mana-mana! Pantasan dia kaya raya," hardik King. Prospek liburan gratis tiba-tiba terasa hambar. "Betapa gelapnya dunia politikus. Aku tak yakin hanya Lunduls yang memiliki masa lalu sesuram ini."

"Selidiki lebih dalam, Dex."

Dia terlalu dekat. Aku jadi tak bisa konsen. Berbekal iman, dengan sisa-sisa tingkat fokusnya, Dextra mengscroll halaman web dagang yang dipelopori oleh Lunduls.

"Sebentar, Dex! Stop! Stop!"

"Kenapa, kenapa? Ada apa?" King menyerbu dengan pertanyaan.

"Coba lihat, bukankah wanita ini mirip dengan wanita yang ada di skandal Pak Lunduls? Anggota partai yang hilang itu lho. Dia kebetulan hilang ketika insiden laut berdarah."

Hellen segera mencari artikel yang disebut-sebut, tersentak. "Kapela benar. Styrine Ottalisa, menghilang pada tanggal 23 Juni pukul delapan pagi dan belum ditemukan sampai saat ini. Siapa sangka dia dari prostitusi gelap dirian Pak Lunduls, heh?"

"Jadi maksudmu dia mantan pelacur?" cetus Aiden datar.

"Ooh Aiden, aku tidak bilang sekeras itu lho. Tapi bayangkan saja. Data dirinya ada di Dark Web kelolaan Pak Lunduls. Itu pasti ada maksudnya, kan?" Hellen menyeringai.

"Terkadang aku heran, Buk Hellen sebenarnya tertarik urusan yang beginian, kan? Mimik mukamu mengatakan isi hatimu."

"Terserah Anda, Yang Mulia."

Lupakan itu. King menoleh ke Aiden yang berpikir keras. "Jadi, bagaimana sekarang? Kita sudah mendapat secuil informasi, apa langkah selanjutnya, Buk Kepala? Apa kita jadi pergi?"

Aah, kepala Aiden rasanya hendak ripuk. Dunia politik terlalu luas dan kejam untuk diselidiki. Andai saja ada Watson.

"Kita akan pergi," ucap Aiden lugas. "Katakan saja informasi ini valid, namun bagaimanapun Pak Lunduls adalah klien kita. Lagi pula sepertinya masih ada yang disembunyikan di sini. Kita tidak boleh mengabaikan klien yang sedikit punya latar belakang bermasalah."

"Perkataanmu seolah mau membela beliau lho."

"Tidak, King. Mana mau aku membela penjahat? Kita detektif. Sudah tugas kita mencari kebenaran. Mari kita lihat sendiri laut berdarah itu. Konflik setelahnya bisa diurus nanti-nanti." Aiden mengintip dari jendela. Jareth berdiri di depan gerbang, menunggu konfirmasi klub detektif. "Aku, King, Hellen, Kapela akan ikut serta. Termasuk kamu, Dextra. Aku rasa semakin banyak tenaga kerja, kasus ini bisa selesai dengan cepat."

Sementara Kapela bersorak hepi, Dextra terbata. "T-t-tapi saya bukanlah anggota klub. S-saya pikir saya tidak usah..."

"Terima saja, Dex. Kamu juga berkonstribusi. Lagian ini tuh liburan gratis tanpa memungut biaya. Izin sekolah diurus sama Pak Chalawan ganteng juga. Tidak ada kerugian." Tadi patah semangat, tapi sekarang King kembali membara. Dasar labil.

"T-tapi saya bukan siapa-siapa..."

"Yosh, besok datanglah pagi-pagi ke sekolah." Aiden memotong protesan Dextra. "Jangan sampai terlambat. Karena membuat calon gubernur menunggu bukan lah adab yang baik," sambungnya sembari tersenyum miring.

Hellen mendesah pendek. "Semoga tidak ada masalah... Ng?" GPS pada ponsel Watson yang Hellen tanamkan menyala. Dia sontak membenarkan posisi duduk. "Ini beneran?"

Fufufu. Ini akan semakin menarik.

-

Pukul satu malam, di sebuah gedung tinggi pencakar langit. Seseorang tampak menikmati pemandangan kota serta jalan raya yang masih sibuk oleh warga setempat. Belum lagi raungan sirine ambulans yang hilir mudik.

"Apa Anda yakin membiarkan bocah-bocah itu bergerak bebas, Pak? Saya dengar mereka berhasil menangkap penjahat anak yang terkenal dan menyelesaikan beberapa kasus sulit."

"Dara, kamu lebih percaya pada siapa? Aku atau anak-anak yang belum mengerti cara dunia bekerja?"

"T-tentu saja saya sangat mempercayai Anda, Pak. Tapi ini klub detektif Madoka. Saya yakin Anda sudah tahu rumor mereka. Walaupun masih bocah, kita harus waspada."

Darasas bukannya meragui rencana beliau, hanya saja seperti yang dia sampaikan, klub detektif Madoka telah diakui oleh beberapa unit sosial. Keberhasilan mereka menangkap Child Lover tahun lalu membuat serikat sekolah itu disohor publik.

"Jangan risau, Dara," Es batu pada gelas menimbulkan tetesan di luarnya. "Mereka tidak punya kekuatan apa pun."

"Saya tidak yakin, Pak," sahut seseorang dari kegelapan. "Tuan Darasas benar. Kita tak boleh meremehkan anak-anak ini. Anda tahu keluarga Eldwers? Mereka bisa membahayakan kita."

"Selagi tidak ada bukti, bukankah tidak ada masalah? Buang kekhawatiran tidak perlu kalian--"

"Meski begitu, Anda harus berhati-hati. Insting saya merasakan hal buruk akan terjadi pada kita. Maka dari itu, kita tidak boleh lalai sedikit pun."

Beliau tersenyum miring. "Lagi pula aku masih ada kamu, kan? Kerjakan saja tugasmu dengan cermat." (*)












Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro