20

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Sudahlah ... Kumohon hentikan kegilaanmu ini, Tante Zenle. Kamu tidak dapat merubah takdir. Apa kamu pikir melakukan ini semua bisa memperbaiki rumah tanggamu yang palsu itu?"

"TIDAK!" Tiba-tiba saja Mazenle muncul di belakang Hellen, mencekiknya dan mendorongnya ke dinding. "Kamu anak sialan yang merampas semuanya! Kenapa kamu harus lahir?! INI SEMUA SALAH IBUMU! CYNTHIA BRENGSEK YANG MENCURI KEKASIHKU!"

Hellen meraba-raba apa saja yang bisa dijadikan senjata. Ketika mendapatkan semacam kayu, Mazenle menjambak rambutnya, menyeretnya ke suatu tempat seperti studio penyiaran.

"Sekarang kamu juga akan merasakan apa yang kurasakan. Sebuah neraka dimana orang kesayanganmu lagi-lagi tewas di depanmu," ocehnya tertawa keras. Mazenle sudah kehilangan kewarasannya. "Dimulai dari temanmu!"

Tirai merah di panggung tersibak. Lampu menyorot tribune. Hellen terbelalak. Di sana, Aiden tergantung oleh rantai. Yang menyambut di bawahnya adalah lubang jebol entah sedalam apa.

"HENTIKAN! Kumohon Tante, Aiden tidak ada hubungannya! Jangan tambah lagi dosamu ... Sudah cukup!"

Plak! Itu tamparan yang keras. Hellen sampai pusing dibuatnya, namun dia jaga kesadarannya. Hellen mengusap-usap telapak tangan. "Kumohon, jangan bunuh temanku. Tolong jangan lakukan ini."

Mazenle terkekeh. "Bagus. Mengemis lah seperti itu. Kamu sangat menghibur."

"Kamu tak usah mengkhawatirkanku, Hellen!" seru Aiden di depan sana. Bergelantungan. "Aku akan baik-baik saja. Kalahkan tante kesepian itu!" Si Aiden bodoh. Dia malah memprovokasi musuh.

"Hoo? Bisa-bisanya kamu menggertak. Kamu pikir aku tak bisa melakukannya? Aku bahkan membunuh anakku dengan tanganku sendiri. Menyingkirkan kalian hanyalah hal sepele."

Hellen tertegun, menatap Mazenle tegang. "Barusan ... Anda bilang apa?"

"Apa kamu penasaran siapa membunuh Rokko? Oke, akan kuberitahu. Tetapi mari kita lakukan dulu eksekusinya!"

Mazenle pun menarik tuas yang menjadi kontrol rantai di tubuh Aiden. Rantai itu terlepas. Kehilangan pegangan, Aiden jatuh terjun ke dalam lubang.

"AIDEN!!!!" Hellen menjerit.

Mazenle tertawa keras yang lama-kelamaan tawanya terdengar seperti orang sakit jiwa.

Dasar lubang itu jauh sekali, tampaknya mencapai rubanah. Tak perlu hitungan dari ahli matematika, Aiden bisa patah tulang serius begitu tiba di permukaan tanah. Peluang hidup hanya lima persen, tergantung keberuntungan.

"Aku akan mati! Aku akan mati! Aku akan mati!" Aiden menutup mata. Kalaupun dia tewas hari ini, setidaknya Aiden meninggal secara hormat karena berhasil mengetahui identitas pelaku.

Tersisa beberapa senti lagi dari tanah, seseorang melesat menangkap tubuh Aiden ala bridal style ala menangkap bidadari jatuh dari langit. Mengerjap pelan, gadis itu tertegun yang dilihatnya adalah Watson.

Watson mendongak. Rahangnya mengeras. "Dasar wanita gila. Dia benar-benar tidak waras. Menjatuhkan seseorang dari tempat setinggi itu? Dasar sinting."

"Kyaa! Betulan Dan yang menyelamatkanku!" pekik Aiden semangat. Astaga. Cewek itu sudah lupa dia nyaris bertemu maut barusan.

Bagaimana dia tidak terpekik coba. Kita membicarakan Watson lho, si manusia dingin minim moral. Dari mana dia datang?

Watson mendengus. "Ayo cepat turun."

Aiden menggeleng. "Cium dulu."

Tanda jengkel hinggap di kening Watson. Dikasih hati minta jantung. Tanpa belas kasih Watson melepaskan gendongannya, alhasil gadis itu pun jatuh. Bokongnya menghantam tanah.

"Sakit!" Aiden melotot. "Dan, kamu jahat!"

Watson tak peduli, mengibaskan debu yang menempel di pakaian. "Siapa suruh minta macam-macam. Aku takkan menyentuh wanita sebelum menikah. Kata Paman, menyentuh wanita yang tak ada ikatan apa-apa haram hukumnya."

"Tapi kamu menyentuhku."

"Itu beda lagi. Maksudku ke yang... Itu..." Watson menggaruk kepala bingung. "Maksudku agak intim. Ya begitulah kira-kira."

"Lah, Dan! Kita kan orang Amerika. Jangan kolot begitu dong. Ciuman hanya sapaan bagi mereka." Aiden berkata enteng, mengedikkan bahu.

"Sapaan kepala bapakmu. Aku punya prinsip ketuhanan." Watson menghela napas kasar. "Pokoknya sekarang fokus pada penyelesaian kasus. Aku ingin kamu cari Bari dan panggil Deon. Biar kuurus si Zenle." Sebelum Watson bergegas pergi, Aiden menarik bajunya. Dia memutar mata jengah. "Apa lagi? Kita tidak punya banyak waktu."

Aiden melepaskan pita rambutnya, membalut luka di lengan Watson. "Kamu mau berlari dengan darah bercucuran 'gini, heh? Perhatikan sedikit sama tubuhmu dong."

Watson memperhatikan bebat tersebut, seperti bungkus kado namun rapi. Wow, kerjaan si gadis landak lumayan juga.

"Sekarang pergilah. Soal Jeremy aku akan mencarinya," kata Aiden hendak mengeluarkan ponsel. Sayangnya benda itu tidak ada di saku rok. "Ah, benar. Hapeku diambil tante gila."

"Pakai ponselku saja."

"Password-nya apaan?" Dalam hati Aiden mengomel. Dulu Watson tidak memakai kata sandi alias gaptek. Kenapa sekarang mendadak dipakai sih. Dia menggerutu sebal.

"Watson."

Aiden mengernyit. "Aku menanyakan kata sandi, bukan namamu."

"Ya itu kodenya. Watson."

Aiden menatap tak percaya. Ya ampun, dia menggunakan namanya sendiri sebagai kata sandi ponsel? Rupanya Watson narsis.

"Tapi ini password angka."

"Tulis saja Watson dalam angka. Kamu pasti tahu telepon burner." Cowok itu melambaikan tangan, berlalu pergi. Mungkin dia sudah tahu jalan untuk naik ke atas.

Aiden kembali bergulat dengan kata sandi.

-

"Kalian punya kegundahan? Punya masalah? Tidak bisa menyelesaikannya sendiri? Kami klub detektif Madoka hadir membantu!"

Begitulah pertemuan Aiden dan Hellen. Di saat Hellen pundung mencari akal mengatasi masalahnya (dibuntuti penguntit selama 12 tahun), dia melihat Aiden mempromosikan kegiatan klubnya. Pertemanan mereka dimulai berkat Aiden yang supel, menerima Hellen dengan hangat.

Hellen gelap mata demi menyaksikan Aiden jatuh. Matanya yang berubah kosong menatap kursi, beranjak bangkit.

Sementara itu Mazenle melompat kegirangan, terbahak-bahak puas (berpikir) berhasil melenyapkan Aiden. "HAHAHA! AKU MEMBUNUH AIDEN ELDWERS!"

Hellen menggeret kursi itu, mengangkatnya, dan memukul kepala Mazen. Bunyi hantaman memenuhi ruangan. Mazen tersungkur.

"Jalang sialan..." Mazen gemetar merasakan cairan kental mengalir. "Kamu sama saja seperti Ibumu! Wanita murahan!"

Plak! Plak! Plak!

Hellen terus membabi buta memukuli Mazen memakai kursi itu. Darah memuncrat ke lantai, ke dinding, ke interior studio penyiaran, bahkan sampai ke pipi Hellen.

Baru juga sampai, darah memercik ke wajah Watson. Dia melotot akan tindakan brutal yang Hellen perbuat pada Mazen—dia sudah berlumuran darah. "Stern! Apa yang kamu lakukan?!" Langsung saja Watson menarik Hellen ke tepi. Tangan gadis itu tidak mau berhenti mengeracau. "Sadarlah, Stern!"

"Dia harus mati. DIA HARUS MATI!"

"Kenapa kamu masih hidup?" Watson tersentak mendengar celetukan Mazen. Dia tampak tidak terima. "AKU SUDAH MENJATUHKANMU BERSAMA CYNTHIA KE BAWAH TANAH! KENAPA KAMU BISA ADA DI SINI?!"

Deg! Kepanikan Hellen bertambah mendengar Mazen menyebut Cynthia. "Apa katamu...? KAMU JUGA MELUKAI IBUKU?! WANITA BAJINGAN! AKU AKAN MEMBUNUHMU!"

"Tenanglah, Stern! Ibumu—"

"—Selamat walafiat," sambung seseorang bergabung ke ruangan sempit.

Watson dan Hellen menoleh. Itu Chyntia! Bagus. Semua karakter penting sudah berkumpul di tempat yang sama.

Chyntia tertatih melangkah sembari memegang dada. "Ayo kita akhiri ini, Zenle. Kali ini takkan kubiarkan kamu lepas dari rumah sakit jiwa."




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro