24

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Aku benar-benar melihatnya!"

"Itu tidak mungkin. Selama ini Penguntit Monokrom hanya muncul di depan Hellen. Kenapa dia tiba-tiba menampakkan diri ke Aiden?"

"Ya mana aku tahu. Aku berani bersumpah, aku melihat penguntit itu di tempat kecelakaan tadi. Dia tinggi dan memakai mantel kuning."

Hellen mendesah pelan. "Kalau memang kamu melihatnya, kenapa tadi kamu diam saja?"

Gadis Penata Rambut itu terdiam. Benar juga. Harusnya Aiden langsung memberitahu bahwa dia melihat penguntit yang meneror Hellen selama ini, bukan malah berdiri kayak patung.

"Yah, tadi itu situasinya krusial, kan? Otakku tak bisa berpikir cepat." Aiden cengengesan.

Watson geleng-geleng kepala Dasar Aiden, kalau lagi terdesak dia akan menjawab dengan tampang bodohnya.

"Dan!" Aiden merengek, pindah ke Watson karena tampaknya Hellen dan Jeremy tidak mempercayainya. "Aku melihatnya, Dan. Aku tidak berbohong. Dia mengamati kita! Kamu percaya padaku, kan? Sungguh demi apa, aku mengatakan yang sebenarnya."

"Baiklah, baiklah. Kamu melihatnya. Jadi berhenti menggoyang-goyangkan tanganku!" kata Watson jengah. Aiden yang menggerutu sangat menyusahkan. "Stern, apa kamu bisa membuka internet?"

Hellen menyalakan ponsel, menggeleng melihat ikon sinyal ditandai huruf X. "Jaringan non-akseptabel."

Maka mereka tidak bisa memeriksa CCTV di jejalanan raya tadi siang. Watson menghempaskan punggung, menatap Aiden yang cemberut. Tidak mungkin gadis itu berbohong untuk hal serius begini. Dia benar-benar melihat si Penguntit Monokrom.

Apakah Erika sudah tahu pelaku pembunuhan Rokko Romeron tertangkap makanya dia mendatangi Hellen memastikan Hellen baik-baik saja? Dia rela repot-repot ke Serene dari Distrik Tabitabi untuk mengecek keadaan Hellen? Wow, pertemanan yang mengharukan.

Pergerakannya jadi longgar karena lega Hellen sehat, makanya dia merasa tidak perlu mengawasi Hellen seketat sebelumnya dan Aiden melihat sosoknya. Watson semakin yakin Penguntit Monokrom adalah Erika. Semua poinnya cocok.

"Tunggu, sekarang hari apa?"

"Hari rabu."

Tepat sasaran. Kerutan di dahi Watson mengendur. Analisisnya benar, Penguntit Monokrom adalah Erika. Dia melewati hari-hari yang ditentukan (selasa, jumat, minggu). Erika pasti bergegas datang kemari begitu mendengar kasus Rokko telah selesai.

Misteri Penguntit Monokrom terpecahkan.

-

Masih ada waktu 26 jam lagi sampai di Moufrobi. Klub detektif Madoka istirahat di restoran untuk makan malam. Tentu saja yang membayar Nona Muda Aiden. Dia kan kaya.

"Bagaimana? Kamu sudah dapat rekaman CCTV-nya?" Jeremy bertanya, mengisi waktu sembari menunggu pesanan datang.

"I-iya. Tapi ini aneh. Rekamannya rusak."

Watson berhenti membaca novel, mengernyit. "Rusak? Rusak bagaimana?"

Hellen memperlihatkan layar tablet. CCTV merekam kecelakaan beserta tindakan mereka berempat, lalu mendadak digantikan kanal semut.

Watson termenung beberapa saat. Kenapa CCTV rusak? Mungkinkah Erika yang melakukannya? Tetapi untuk apa menghapus rekaman? Apa dia tidak ingin perbuatannya diketahui? Sepertinya terlalu cepat mengklarifikasi misteri Penguntit Monokrom selesai. Ini belum berakhir.

"Apa yang harus kita lakukan, Watson? Apa benar Aiden melihat Penguntit Monokrom?"

"Kemungkinan besar iya. Jika tidak, mana mungkin rekaman itu terhapus dengan sendirinya. PM merasa terancam karena tak sengaja terlihat oleh Aiden." Tidak ada pilihan selain lanjut menyelidiki. Aish, sial! Watson pikir dia sudah bisa bersantai.

Tunggu. Kenapa polanya sama seperti kasus Pembunuhan Mupsi? Setelah Mupsi selesai, datang lagi kasus baru. Lah ini? Kasus Rokko selesai, namun kasus Hellen belum. Wah, kebetulan macam apa.

"Apa yang harus kita lakukan?"

"Itu pertanyaan keduamu, Bari. Apa yang harus kita lakukan? Ya mulai mencari informasi lah!"

"Mulai dari mana?"

"Tidak, tidak. Tidak di sini. Tidak malam ini. Tidak sekarang-sekarang. Kita masih di kota orang. Yang kubutuhkan berada di ruang klub."

"Lho? Kenapa bisa di klub?"

Bagus, Watson harus jawab apa coba. Tidak mungkin dia bilang dia mencurigai Erika sementara barusan logikanya dibantah. Yang ada memicu kesalahpahaman. Watson menelan ludah. "Tidak ada. Aku hanya ingin melihat-lihat rekaman CCTV klub."

"Oh, maksudmu kaset video anggota pertama? Kenapa tiba-tiba menanyakan itu? Oho, jangan bilang kamu ingin menonton kemampuan kakakku." Aiden mengerling.

"Yeah, kurang lebih begitu."

Berandal sialan. Kalau bukan Erika, siapa sebenarnya Penguntit Monokrom? Erika kan punya motif. Dia bersahabat dengan Hellen. Kenapa bukti membantah opini itu?! Watson mengacak-acak rambutnya, tak minat pada makanan yang disuguhi. Otaknya kusut.

Musim gugur menyebalkan.

-

Ruang Dewan Siswa, Madoka.

[Pelaku penculikan Romeo's akhirnya terungkap!  Pembunuhnya merupakan seorang reporter ternama yang tega membunuh anaknya sendiri. Kasus Rokko Romeron yang ditutup dengan tak adil berhak mendapatkan pengajuan banding. Ada apa dengan kepolisian Serene?]

Apol mematikan televisi, diam sejenak, kemudian tergelak. "Apa yang mereka lakukan di sana? Mereka membuat satu kota gaduh."

Terdengar suara bising dari luar. Apol beranjak bangun, mengintip dari petak jendela. Lihatlah, puluhan reporter membuat halaman sekolah padat. Bahkan satpam tak kuasa menahan mereka yang ingin menerobos masuk. Mereka sepertinya lupa, Klub Detektif Madoka masih berada di Serene. Mereka membuang-buang waktu.

Yah, begitulah pekerjaan reporter. Berlomba-lomba sebelum reporter agensi lain mendapatkan berita besar.

Apol menyesah tehnya, tersenyum. "Kedatangan Watson Dan memang menghebohkan publik. Aku penasaran kinerjanya di New York. Apakah lebih gempar daripada ini? Menarik."

Klek! Gerendel pintu diputar. Seseorang masuk ke dalam seraya menghela napas. "Lagi? Bisakah kamu berhenti berbicara sendiri? Kamu terkadang membuatku merinding."

"Dean toh? Hahaha, seharusnya kamu mengirimku pesan hendak mampir. Ini sudah jam pulang lho." Mata Apol terpicing berkat lesung pipinya.

"Terlalu banyak reporter di bawah. Aku tak bisa lolos seorang diri."

"Bukankah ini menguntungkan kita? Donasi kian bertambah. Nama sekolah kita selalu berada di pencarian nomor satu setiap adanya berita nasional. Klub detektif Madoka sangat berpengaruh."

"Kamu hanya memikirkan uang. Aku mempermasalahkan tentang yuridiksi, Apol, antara Serene dan Moufrobi. Kamu pasti sudah melihat berita. Kalau terus membiarkan mereka membuat masalah di kota lain, Madoka bisa ditekan. Popularitas klub detektif Madoka saat ini sudah melebihi puncak. Kamu mengerti kan maksudku?"

"Aku paham, Dean. Makin tinggi mereka naik, makin keras mereka jatuh. Permusuhan antar sekolah akan terjadi." Apol menjawab santai.

"Lalu kenapa kamu hanya berpangku tangan?"

"Karena kurasa ini menyenangkan. Profesi detektif." Apol tersenyum, mengeluarkan ponselnya dari saku. "Maafkan aku, bisakah kamu keluar? Aku mendapat panggilan."

Dean mengembuskan napas panjang, menyeret kakinya meninggalkan ruang Dewan Siswa.

"Akhirnya kamu datang juga. Kenapa terlambat? Apa kamu habis ke Serene memeriksa kondisi Sang Juliet? Ahahaha! Tidak, tidak. Harusnya kamu berterima kasih pada Watson Dan. Bukan padaku," gumam Apol santai memandangi halaman.

"Juliet-mu sudah dijaga oleh Romeo yang baru, jadi kamu sudah bisa tenang ...." Angin sore berembus, menerbangkan selembar daun maple. Apol menangkap daun tersebut. Senyum liciknya tak pernah pudar.

"Rokko Romeron."









Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro