28

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ada yang aneh. Bagaimana King langsung tahu obat ini? Labelnya saja sudah hilang. Apa dia sembarang menebak? Tapi terlalu akurat jika anak itu dikatakan menerka-nerka. Apa dia menilai dari bentuk obatnya? Seingat Watson tadi, ada beberapa pil yang tercecer.

Watson memicing. King mulai asyik bermain game. Bunyi game-nya mengisi keheningan di ruang klub. Bocah itu menyembunyikan sesuatu.

Baiklah, mari kita pastikan.

Watson berdeham. "Hei, King, apa kamu tahu sesuatu tentang Penyakit Parkinson?"

"Tahu, kok. Itu penyakit motorik progresif yang ditandai dengan gemetar, kaku, gerakan lambat, dan ketidakseimbangan postur." King menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari game.

"Bagaimana dengan CABG?"

"Coronary artery bypass graft. Prosedur operasi untuk mengobati penyakit jantung koroner. Khusus bagi mereka yang mengalami penyumbatan atau penyempitan arteri serius." 

"Vancomycin?"

"Antibiotik untuk mengobati infeksi berat."

"Bagaimana kalau prosedur Rastelli?"

"Aku tidak tahu." King tersenyum 3 jari.

Watson mengangguk. King adalah cowok bodoh yang menyembunyikan kepintarannya dengan tingkah manjanya. Akan tetapi, pengetahuannya sekarang terbatas. Dia masih bisa dipoles.

"Itu merupakan operasi untuk memperbaiki cacat jantung sejak lahir, 'kan?" Hellen yang menjawab, sembari memainkan tutup pena. "Flip flopping anatomis aorta dan arteri pulmonalis, lubang di dinding ventrikel, dan penyumbatan aliran darah dari ventrikel kanan."

Watson mengangguk-angguk. "Selama prosedur, lubang ventrikel disumbat, obstruksi di ventrikel kanan dihilangkan, dan aorta serta arteri pulmonalis diorientasikan kembali menggunakan cangkok donor. Brilian, Stern. Kamu memang cocok menjadi dokter."

"Kalian membicarakan apa, sih?" Jeremy merasa bodoh karena tidak tahu apa yang dibincangkan oleh Watson dan Hellen.

"Hanya percakapan basa-basi."

Hellen terkekeh. "Kamu tidak berniat masuk ke universitas kedokteran, Wat? Kupikir kamu cocok menjadi profesor di sana. Kamu bahkan sudah bisa menjalani operasi tamponade."

"Malas. Dokter bukan impianku."

"Lalu bagaimana dengan ilmu medismu? Kamu akan membuangnya begitu saja? Sayang, dong."

"Mungkin bisa kupertimbangkan."

"Kita ngapain, sih? Kenapa kita malah bersantai? Kita seharusnya lanjut menyelidiki Penguntit Monokrom! Aku tidak terima kalau kamu menuduh Hellen berbohong, Watson. Pasti ada sesuatu yang bisa menjelaskan keadaan ambigu ini."

"Aku tidak bilang Stern berbohong, Bari."

"Lalu kenapa kamu menyetujui anggapan King?" Jeremy berkacak. "Toh, lagi pula Aiden juga sudah melihatnya. Penguntit Monokrom itu ada, bukan hanya khayalan."

"Masalahnya, yang dilihat Aiden mungkin saja lain lagi orangnya dari yang dilihat oleh Stern." Watson mengusap wajah. Dia menyebut untuk ketiga kalinya—empat kali dengan ini. "Dengar, kita tidak tahu ada berapa jumlah Penguntit Monokrom. Jadi, tak menutup kemungkinan dia lebih dari satu. Mana tahu Aiden melihat penguntit lain."

"Maksudmu mereka ada banyak? Semuanya mengincar Hellen? Wah! Memangnya apa mau mereka sampai membuntuti Hellen, hah?! Mereka pasien gangguan mental? Meminta Hellen buat nyembuhin mereka satu persatu?" Jeremy bermonolog sarkas. Gregetan sendiri.

Ah, sudahlah. Watson mengembuskan napas panjang. "Aku keluar dulu." Diskusi ini tidak membuahkan kesimpulan. Mending Watson mendinginkan kepala.

"Mau ke mana, Dan?"

"Cari udara segar. Di sini pengap."

-

Saking kusutnya pikiran Watson, dia sampai tidak memasukkan uang dengan benar ke lubang vending machine. Malah termenung menatap etalase.

Di bagian mana dia tertinggal? Apa yang luput dari otaknya? Terdapat satu keping puzzle yang hilang. Watson mengusap wajah, dia mendesah panjang. Rencana musim gugur yang damai menghilang entah ke mana.

"Wajahmu terlihat capek sekali, Watson Dan. Apa kamu sangat lelah sampai lupa bagaimana cara mengoperasikan vending machine?"

Siapa lagi kalau bukan Apol. Watson menoleh malas. Dia tidak punya stamina meladeni Ketua Dewan Siswa yang licik. Manusia bertopeng itu berdiri di hadapan Watson, membantunya menekan tombol mesin.

"Apa si Anak Baru Nepotisme menyusahkanmu?"

"Dia lumayan."

"Hahaha! Tentu saja dia lumayan. Dia mendapat pelatihan khusus dari Ayahnya."

Satu alis Watson naik. "Pelatihan?"

Apol tidak menjawab karena suara kaleng berkelontang. Dia mengambilnya, menyerahkan minuman itu ke Watson. "Kuharap kamu berhasil menangkap penguntit itu supaya hidup temanmu membaik."

Kemudian dia melenggang pergi.

"Orang aneh." Watson mengernyit jengkel melihat minuman asing di tangannya. "Lho? Ini 'kan bukan kesukaanku. Aish, si Kampret itu memilih rasa pahit. Ck! Membuang uangku saja."

Membalikkan badan, Watson tertegun. Tiba-tiba saja dia teringat sesuatu. Tentang hari Selasa, Jumat, dan Minggu. Kenapa Penguntit Monokrom muncul terjadwal? Watson belum memikirkan poin itu.

Watson mengeluarkan ponsel, menghubungi seseorang. "Halo, Nyonya Chyntia, selamat sore. Maaf jika aku mengganggu waktumu."

[Jangan formal begitu, Nak Watson. Apa kamu lupa kamu penyelamat nyawaku? Santai saja. Panggil aku Tante sekalian, supaya akrab.]

"Baiklah, Tante Cynthia. Aku ingin menanyakan satu atau dua hal pada Tante." Pahit atau tidaknya, Watson tetap meneguk isi minuman tersebut. 'Kan mubazir kalau di dibuang.

[Aku tahu. Kamu tidak mungkin asal menelepon. Katakan, apa yang ingin kamu ketahui?]

"Ini tentang masa lalu Stern dan Rokko. Apa mungkin ada sesuatu di antara mereka pada hari Selasa, Jumat, dan Minggu? Apa mereka mengikuti suatu parade atau acara?" Watson bertanya hati-hati.

Chyntia menjelaskan pendek. Raut wajah Watson yang biasanya datar, berubah getir.

"Begitukah ...? Begitu, ya .... Aku paham."

-

Hujan semakin lebat ketika Watson masuk kembali ke ruang klub. Kini disertai kilat petir.

"Kenapa lama ... Dan? Kamu baik-baik saja?"

King berhenti bermain game, menatap Watson. Siapa pun akan tahu kalau Watson memikirkan hal penting. Tidak mungkin dia memandang ekspresi yang berbeda dari biasa.

"Kamu kenapa, Watson?"

"King benar. Kamu telah berhalusinasi, Stern. Pasca kematian Rokko, kesedihan dan ketakutanmu telah menciptakan Penguntit Monokrom. Dia hanya ilusimu."

"JANGAN BERCANDA, WATSON! KAMU—"

"Apa aku terlihat bercanda di matamu?" potong Watson menatap Hellen sedih. "Bukan hanya kamu yang kecewa. Aku juga kecewa dengan kebenaran ini! Kenapa harus begini endingnya? Kenapa temanku harus gila? Itu tidak mungkin, 'kan? Stern adalah kandidat dokter hebat di masa depan. Mustahil dia membiarkan masa lalu yang kelam menggerogoti jiwanya."

"Kamu tidak percaya padaku, 'kan? Kamu menganggapku penipu, 'kan? Hahahaha, aku terlalu berharap tinggi pada kalian. Tidak ada yang mau mempercayaiku. Semua orang menganggapku gila!"

Blam! Hellen keluar dengan membanting pintu. Menangis kencang. Dia gila? 12 tahun yang menguntitnya selama ini hanyalah delusi? Tidak mungkin! Tidak mungkin! Penguntit Monokrom itu nyata!

Suasana klub hening beberapa saat.

"SIALAN!" Jeremy menendang kursi 'tuk melampiaskan emosi.

"Lalu apa yang kulihat waktu itu, Dan?" Aiden mengepalkan tangan. Menahan air matanya agar tidak jatuh.

"Bukan Penguntit Monokrom. Mungkin benda yang kebetulan berwarna kuning. Jaraknya jauh, dan kamu tidak bisa melihat objeknya dengan jelas."

"Kamu berpikir aku rabun? Kamu tidak percaya padaku sebagaimana kamu tak mempercayai Hellen? Dan, aku tahu kamu bukan tipe seperti itu. Tolong katakanlah dengan jujur, Dan...."

"Aku tidak—"

King menepuk bahu Watson, gemetar menunjuk ke depan. "A-ada seseorang di sana."

Mereka bertiga menatap lekat-lekat. Terbelalak.

Petir besar membuat bumi terang sekilas, menampakkan siluet bermantel kuning berdiri di dekat pohon, menyeringai menyeramkan pada Watson dan teman-temannya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro