19* Fall of FAIRYDA

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Rencana kami yang melabrak, namun Blackfuror memprediksikannya dan datang saat semua kaum Fairyda berkumpul.

Walau begitu, kami masih bisa mengimbangi perang ini. Kerja sama Peri Pendukung dan Peri Garis Depan sulit diterobos. Mereka saling bahu membahu mengisi serangan dan melindungi rekan. Seperti yang diharapkan dari Supreme dan Adept. Mereka veteran.

Bagaimana denganku? Aku terbang keliling sambil menghindari serangan yang tertuju padaku, sibuk menabur biji-biji bunga yang kusiapkan tadi malam. Semenjak Tanny dan Gee datang memberitahu 'dua kekuatan baru' yang berpihak ke Blackfuror, firasatku terus jelek. Aku harus melakukan antisipasi.

Mungkin ini salahku telah membiarkan 'Dua Titik Cahaya' dari bulan sabit patung pergi begitu saja. Secepat apa aku mengejarnya, aku tidak bisa menyusul. Cahaya-cahaya itu terbang sangat kencang seperti Fasty.

"Di mana cowok sialan itu?" geram Linda tidak menemukan Flamex. Dia takkan membuang-buang tenaga melawan ikan teri.

Sina terbang mendekatinya, baru saja mengurung peri yang bisa menghisap stamina. "Kau benar. Aku tidak melihatnya di mana-mana. Tapi jangan lengah, Linda."

"Aku takkan lengah lagi," dengusnya.

Manikku bermain ke sekitar. Karena aku di kelompok pelindung, sudah tugasku mengawasi pertarungan. Jika ada peri yang terdesak, aku harus segera membantunya—

"Sebille! Awas!" Rissa berseru panik.

Aku menoleh ke arah Sebille yang sendirian, diserbu dua peri sekaligus. Sial! Takkan kekejar olehku!

Sebille duduk, terisak pelan. "Kenapa aku sangat tidak berguna? Kenapa aku mendapat kekuatan yang lemah? Aku menyedihkan."

Peri-peri yang meluncur ke arahnya, berhenti menyerang, saling tatap. Sejurus kemudian mereka duduk di depan Sebille, menghiburnya dengan hidung kedat. "Jangan sedih dong... Kau masih beruntung punya kekuatan lho."

"Tapi aku juga mau menolong perang."

Ah. Aku dan Rissa bersitatap. S-sepertinya kami tidak perlu cemas dengan Sebille...

"Linda, bisa aku minta satu pedang?" Fasty menghentikan laju terbangnya yang tak bisa diikuti oleh Blackfuror. "Punyaku patah."

"Tidak masalah." Linda membuat sebuah pedang, memberikannya pada Fasty.

Sebuah pelangi muncul seperti spiral. Adalah Iris yang beraksi, di-cover oleh Rusalka yang ternyata berkekuatan Ballast Touch. Apa pun yang dia sentuh akan memberat, berefek ganda tergantung berapa kali dia menyentuh.

Sepuluh menit sejak perang berlangsung, namun kenapa? Yang mengungguli pertarungan ini adalah Fairyda, kenapa perasaanku tidak enak? Seolah ini baru awal. Seolah perang belum benar-benar dimulai.

Aku tidak bisa berhenti waspada mengingat ada peri berkekuatan menghilang di Blackfuror. Di mana dia? Aku kenal wajah peri itu karena aku pernah diserangnya.

Ada banyak kekhawatiranku: dua kekuatan baru yang tampaknya merepotkan (seperti kata Parnox, entah apa maksudnya kosakata merepotkan itu) dan Flamex yang tak terlihat dari tadi. Apalagi yang mereka rencanakan? Belum lagi kami tidak tahu kapan kekuatan terakhir Pohon Neraida akan habis.

"Menyerahlah baik-baik, Fairyda's! Sebelum kalian menderita!" seru komandan Blackfuror. Kulihat dia tidak ikut menyerang seperti prajuritnya, hanya mengambang tak jelas.

Master Wodah terbang ke hadapannya. Yang satu menatap bengis, yang satu tersenyum remeh. Mereka menciptakan ruang sendiri.

"Hentikan kegilaanmu ini, Adair. Apa kau tidak bosan? Kalian yang pergi dari ibukota, sekarang kalian berniat mengacaukan Kota Feehada agar mereka memusnahkan wilayah kami? Ambisi pemimpinmu tak masuk akal, Adair. Kau pikir bisa menantang peri ibukota? Mereka dikaruniai langsung oleh Sang Dewa."

Adair terkekeh arogan. "Wodah, Wodah. Apa kau pikir tujuan kami hanya itu? Sampai mempertaruhkan segalanya demi merebut Blessing Statue dan Swift Growers? Naif!"

"Sebenarnya apa lagi tujuan kalian, huh?"

Alur pertarungan semakin mengganas. Banyak peri-peri Fairyda mulai kelelahan, namun dipulihkan oleh Peri Penyembuh.

"Semuanya! Rencana B!" Adair berseru.

Astaga! Ternyata peri-peri kuat dan penting di Blackfuror dibuat menghilang (transparan). Lihatlah, mereka muncul tiba-tiba di kancah arena pertarungan membuat formasi kami menjadi kacau balau. Mereka licik sekali.

Flamex membuat lima bola api yang makin lama makin besar, kemudian melemparnya ke halaman akademi. Naas! Cleon datang menghantam tanah dengan tinju. Tiga raksasa batu berdiri dengan seok, menjadi tameng.

"Kukira kau tidak ikut bertarung, ternyata bersembunyi seperti anjing penakut."

"Apa kau pikir kau bisa memprovokasiku?"

"Minggir!" Linda berdiri di depan Cleon sembari menggenggam busur. "Dia milikku, Cleon. Jangan mengambil mangsaku."

"Oh? Kau gadis yang tak sengaja kupanggang waktu itu, kan? Sudah sembuh rupanya."

"Yeah, dan hari ini kau akan mati olehku." Linda menciptakan sebuah claymore abu-abu raksasa, melentingkan senjata itu ke arah Flamex yang bergeming. Malah menyeringai.

Apa? Dia tidak mau menghindar?!

Seorang peri dari Blackfuror datang. Dia melakukan gerakan seperti menyetop. Anehnya, claymore Linda berhenti melaju.

"Hati-hati! Dia salah satu pemilik kekuatan baru! Laila, Rigid Power!" peringat Parnox.

Seperti nama kekuatannya, Laila membuat kaku senjata Linda. Claymore ciptaan Linda dibakar oleh Flamex. "Sudah saatnya plan B!" teriaknya lantang kepada rekan-rekannya.

Ketika Flamex berseru seperti itu, pasukan Blackfuror berhenti menyerang, terbang mundur. Apa? Rencana B apanya? Aku mengelap keringatku yang mengucur deras, mengepalkan tangan. Berhitung dalam hati.

Laila menumpahkan sebuah cairan ungu ke claymore yang masih diselimuti api. Kemudian benda itu membesar. Aku menelan ludah. C-cairan apa... Jangan-jangan ramuan? Tapi peri tak bisa membuat sesuatu seperti itu...

"Kemenangan milik kita!" Adair tertawa.

Laila membatalkan kekuatannya, lalu Flamex mengarahkan claymore tersebut ke arah yang berbeda. Mereka meluncurkan pedang besar berapi itu ke Pohon Neraida. Mungkinkah...?!

Blar! Ujung pedang menusuk jantung pohon. Api sempurna membakar Pohon Neraida.

Semua sayap peri Fairyda seketika mati. Peri Garis Depan yang berada di ketinggian 300 meter, ditarik kuat oleh gravitasi. Begitupun peri-peri di laskar unit lain. Jatuh berdebam ke tanah. Beberapa terluka ringan, beberapa terluka parah, beberapa patah tulang.

Aku sigap menumbuhkan bunga dan menangkap tubuhku. Sial! Telat sedetik saja, kakiku pasti sudah cacat di bawah sana.

Tanganku terangkat, menumbuhkan biji-biji tanaman yang kutabur, menyambut Peri Garis Depan yang berjatuhan dari udara. Di antara mereka bisa mendarat dengan kekuatan masing-masing, selebihnya jatuh ke kelopak bungaku yang menjulang tumbuh cepat.

Aku berhasil menyelamatkan mereka.

"Apa yang mereka pikirkan?! Membakar Pohon Neraida?! Bunuh diri! Itu berarti mereka juga akan tidak bisa... terbang... Apa?!"

Kami terperangah melihat tak ada satu pun pasukan Blackfuror yang terjatuh. Mereka masih terbang, hanya saja sayap-sayap mereka tak terkepak, layu seperti kami.

"B-bagaimana bisa...?" Guru-guru syok dengan kejadian ganjil yang sedang terjadi.

"Itulah mengapa umat kalian harus dimusnahkan dari Asfalis, Fairyda's! Kalian adalah kumpulan peri bodoh! Yang namanya perang, tentu saja habis-habisan, kan?"

Hayno muncul sembari menggeret gadis berjubah dengan mata hampa yang tidak bersayap. Tapi melihat penampilannya kami langsung tahu bahwa dia... Seorang penyihir.

"Kau... kau memanfaatkan penyihir?! DASAR PRIA GILA! Apa kau ingin mendeklarasikan perang dengan Klan Penyihir, hah?! Sinting!"

"Ini bukan perbuatan gila, Fairyda's, melainkan strategi genius. Gadis inilah yang sukarela membuatkan kami ramuan ajaib supaya bisa terbang bahkan tanpa kekuatan Pohon Neraida. Nah, wahai sekutu kuatku, Penyihir Kahina-Na, hancurkan mereka."

Kahina menganggukkan kepala patuh. Dia memberikan ramuan lainnya pada Hayno. Entah minuman apa itu, yang jelas aura Hayno terlihat berbahaya dari bawah sini.

Saat aku masih bertanya-tanya apa yang hendak dia lakukan, mendadak semua peri nan sedang mengaduh kesakitan akibat jatuh, mata mereka mengosong. Mereka saling menyerang teman, melukai satu sama lain. Hayno sialan! Dia menghipnotis semuanya!

Pasukan Blackfuror tertawa terbahak-bahak melihat kaum Fairyda dikendalikan, saling membunuh. Darah demi darah memercik. Teriakan putus asa, kumandang kesakitan, mengayun sangat merdu di telinga mereka.

Sialan! Aku yang masih dengan kesadaranku, hendak menolong, tetapi Laila mengaktifkan kekuatannya padaku. Lima buah tentakel terjulur dari bola hitam raksasa panggilan Adair, mengikatku yang tak dapat bergerak.

Memberontak panik pun sia-sia. Tubuhku tegang, dibuat kaku. Benda itu menggelegak. Tentakel yang melilit tubuhku tersambung dengannya. Apa yang mau mereka lakukan? Jangan-jangan menyedot kekuatanku?!

"Verdandi!" Seruan lemah di bawah sana terdengar lamat-lamat, menyiksa telingaku dan merongrong hati. Aku menggigit bibir. Bagaimana bisa aku setak berguna ini?!

"Jangan terlalu sedih, Swift Growers. Kekuatanmu sangat diperlukan bagi rencana utama kami. Paling kau hanya akan sedikit merasakan sakit lalu jatuh. Hanya itu kok."

"Aku takkan menyerah!" gertakku.

"Gadis yang lemah." Adair menatapku dingin. "Mulai upacara pengambilan kekuatan."

Bola hitam mengerikan itu mengeluarkan sengatan listrik di sekitarnya. Tubuhku mengeluarkan cahaya putih dan cahaya itu ditelan oleh tentakel yang mengikatku.

"HAHAHA! Swift Growers milik kami!"

Lalu tiba-tiba... Krak! Permukaan bola hitam itu berkeretak pelan—sepertinya itu terbuat dari kaca—memutus tawa kemenangan Adair.

"Apa?! Kekuatannya tidak tersedot?! Malah berbalik menyerang Gelembung Gnosia?!"

Mamoru berhasil menyentuh lengan Parnox. Cowok itu sempat kena kendali beberapa saat, tetapi kembali tersadarkan begitu Mamoru memegangnya. Kekuatan Mamoru mengenyahkan hipnotis Hayno.

Tubuhku menghilang, dipindahkan ke tempat Sebille dan Rissa. Napas Parnox naik-turun. Keheranan. "Apa yang terjadi? Mereka tidak bisa mengambil kekuatan Swift Growers? Verdandi, apa yang telah kau lakukan?"

Aku menggeleng cepat. Aku tidak tahu. Yang jelas, tubuhku dikakukan Laila dan aku hanya bisa pasrah kekuatanku akan diserap.

"Kau... baik-baik saja?" tanya Sina, berjalan tertatih ke arahku. Kakinya berdarah-darah.

"Kau yang tidak baik-baik saja, Sina." Air mataku tak terbendung lagi. Teman-temanku terluka dan aku tidak bisa melakukan apa-apa selain menangis. Beruntungnya, entah karena alasan apa, mereka gagal atau memang tak bisa mencuri kemampuan Swift Growers-ku.

"KALIAN YANG MEMINTANYA, FAIRYDA'S! Kahina, panggil Aquara sekarang juga!"

Kahina melafalkan sederet mantra asing, membuat portal di langit. Seorang peri perempuan bersayap biru, berambut biru, keluar dari lubang portal itu. Pemilik kekuatan baru kedua: Watery Ruler. Pengendali air!

Laila terbang ke sebelah Aquara yang tengah konsentrasi, menyentuh bahu gadis itu.

Apa yang terjadi kali ini? Sekeliling menjadi gelap. Sayup-sayup terdengar suara gemuruh. Tanah berayun pelan, lama-kelamaan semakin kencang. Kami membulatkan mata. Air bah setinggi pesawat siap menyapu kami.

Mamoru dan Rinvi berhenti memulihkan peri-peri yang dihipnotis, mendongak.

"Yang masih bisa bergerak, cepat pergi berlindung ke sekolah! Jangan sampai kena! Air itu dikombinasikan dengan Rigid Power! Tubuh kalian akan kaku!" seru Master Olavo.

Aku berkaca-kaca. Ini salahku... Seharusnya kukejar Dua Titik Cahaya semalam. Ini salahku. Kekalahan ini disebabkan olehku. Andai bukan aku yang lemah dan pengecut ini yang memegang Swift Growers. Andai peri berjiwa berani yang memilikinya, maka ini semua takkan terjadi. Ini salahku yang lemah.

Dan sebelum air bah itu menyiram akademi, seseorang menceletuk, "Protecura Extrema."

Pelindung oval transparan menutupi wilayah sekolah tepat saat Aquara melepaskan kekuatannya. SPLASH! Tameng tak kasat mata bergeming. Bergetar mengeluarkan suara gema yang berisik bagi kami di dalam kawah perlindungan. Kami seperti mengecil di kebun yang disiram oleh air di gembor.

Kala datang bersama Ondina menaiki sapu terbangnya. Yang barusan dia lakukan sama saja mengumumkan identitas aslinya.






Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro