45* War is Begins

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Amaras.... dia cantik sekali dengan sayap angsa itu. Aku barusan pangling sejenak, tak menyangka dia lah pemimpin Blackfuror.

Hah?! Astaga! Aku menggelengkan kepala. Apa yang kau pikirkan, Dandi?! Dia baru saja memerintahkan salah seorang anggotanya untuk menembakku dengan panah. Nasibku berakhir kalau Cleon kurang cekatan.

Adair hanya membawa satu makhluk Dahaka, saling terhubung dengan Gelembung Gnosia. Intensitasnya lebih besar dari terakhir yang kulihat. Benda itu tali-menali dengan sayap di punggung Amaras. Menyalurkan energi.

Tuan Alkaran menggenggam pagar besi kurungan yang dingin, menatap Amaras dengan sorot mata terluka. "Tolong hentikan ini. Kita bisa membicarakannya baik-baik, Ras. Kita tidak harus memakai kekerasan."

"Alkaran, aku benar-benar menyesal dengan apa yang telah kulakukan padamu. Aku dikendalikan amarah. Maka dari itu, jangan khawatir. Aku takkan membunuhmu. Aku akan ke naik Sabaism, menyerahkan proposal Klan Malaikat pada Sang Dewa dan meminta beliau melepaskanmu. Setelah itu baru lah kita berpisah selamanya. Aku janji padamu."

"Aku tak pernah membencimu semenjak kau mengurungku dalam benda ini. Kau teman baikku. Bagaimana mungkin aku dendam? Berpisah bukanlah jawaban yang benar, Ras."

Amaras diam sejenak, menatap datar Sabaism yang sangat jauh di langit. "Aku sudah sampai di sini, Aran. Aku tidak boleh mundur lagi." Intonasi suaranya berubah. "Serahkan Swift Growers padaku maka takkan ada perang."

"Lantas apa? Setelah kau naik ke Sabaism, apa yang hendak kau lakukan? Apa kau pikir Dewa akan langsung mengabulkan doamu?"

Amaras terkekeh, menyeringai. "Tentu saja membalas perbuatan walikota bajingan itu."

Tangan Tuan Alkaran terkepal. Menahan diri tak terbawa suasana. "Sudah kuduga. Sampai sekarang, amarah tak berkesudahan masih mengendalikan dirimu. Baiklah, Amaras. Jika kau tidak mau diajak berdamai... Maka tak ada pilihan selain membuatmu sadar bahwa keputusanmu itu seratus persen salah."

Pertempuran tak terelakkan lagi. Percakapan sudah selesai ketika Amaras keras kepala menolak mendengarkan nasehat sahabatnya.

Pilihannya adalah bertarung kah... Kahina menurunkan botol kaca, mengeluarkan tongkat sihirnya. Sebelum dia bergabung ke barisan, Hayno memanggil, "Kahina-Na!"

"Ya?" Gadis itu menoleh. Dia sudah lengkap dengan topi dan jubah penyihirnya.

"Jangan sampai terluka. Oke?"

Kahina tersenyum mantap. "Aku mengerti," sahutnya, bergabung ke sisi Kala yang juga sudah siap dengan tongkatnya. "Sekarang?"

"Aku merasa bodoh melakukan ini." Kala bersungut-sungut. Dia tidak suka kerja sama. Tapi peperangan takkan menang jika dia bermain solo. Kala harus menepis egonya.

Kahina hanya tersenyum simpul. Mereka mengangkat tongkat masing-masing, melafal mantra secara serentak. "Prostasia Dome. Penguncian Wilayah: Sangat Luas."

Pelindung setengah bola menutup lapangan, memutus kami dari area luar. Perang ini tak boleh sampai merusak alam atau lebih-lebih mengundang perhatian entitas lain.

"Saya dalam perintah anda, Nyonya Amaras."

Amaras menatap dingin. "Tangkap Swift Growers dan hancurkan mereka semua. Oh, jangan sampai ada korban jiwa. Klan Malaikat adalah bangsa untuk eksistensi suci, bukan diperuntukkan sosok bergelimang darah."

"Siap, Nyonya Amaras." Adair menoleh ke prajurit Blackfuror di belakang. "Kalian sudah dengar, kan? TANGKAP SWIFT GROWERS!"

Perang Besar sekaligus terakhir telah dimulai.

*

Sebelumnya, Kahina mengatakan rencana kami ketahuan oleh Amaras berkat ulah Komu si pengguna telepati dan Raibi. Mereka, Raibi dan Komu, mengendap-endap menguping pembicaraan Kahina dan anggota sekutu. Mereka curiga semenjak peri-peri itu tampak tak tertarik dengan perang. Dan benar saja, mereka ternyata berencana berkhianat.

Komu segera bertelepati pada Adair, melapor soal informasi yang dia dapatkan. Bukan Adair turun tangan, melainkan Amaras yang terjun langsung mengambil sayap dan kekuatan Hayno plus Flamex. Genap 10.000 sayap peri.

Amaras tidak butuh sayap tambahan. Elemen terakhir yang tersisa; Bunga Kemurnian.

Blackfuror secara spesifik menyerangku. Amaras memberi mereka perintah agar jangan membuang waktu dan fokus menangkap Swift Growers. Tapi mereka terhalang karena peri-peri Fairyda sigap menghujani serangan.

Aku tidak sempat mencemaskan diriku. Aku mencemaskan sesuatu yang lain. Raibi, si peri berkekuatan menghilang tidak terlihat di mana-mana. Gadis itu punya kemampuan yang meresahkan. Aku khawatir ada Plan B.

Seperti waktu itu. Takkan kubiarkan dia!

Baiklah. Aku memejamkan mata, berusaha berkonsentrasi berbicara dengan alam sekitar. Gendang telingaku terasa pekak mendengar ratusan seruan-seruan kecil yang heboh. Tak bisa! Telingaku benar-benar akan berdarah jika aku bersikukuh untuk menemukan Raibi.

Terlalu banyak 'makhluk' dan 'benda' di sini. Semuanya saling berbicara. Aku tak dapat mendengar omongan mereka satu per satu.

Alia menghentikan serangan peri yang beringas ke arahku menggunakan kinetiknya, berdiri di hadapanku. "Dandi, kusarankan kau berlindung di Aula Putih. Di sini tak aman."

"Tidak, Alia." Sina menggeleng. Dia datang bersama Mamoru ke posisi kami berdiri. "Saat ini semua peri Fairyda berada di lapangan. Jika kita membiarkan Dandi sendirian di dalam akademi, itu akan memudahkan mereka menangkapnya. Tetap di sini saja."

"Apa ada yang lihat Rinvi?" tanya Linda bergabung ke 'obrolan' kami. "Tadi dia sama Magara, namun Magara bilang dia hilang."

Jangan-jangan?! Aku dan Sina saling tatap.

Kami tidak diberi waktu untuk bernapas, untuk mengkhawatirkan sesama teman. Di depan sana, Adair terbang menggunakan Hello Matahari buatan Kahina. Tangannya mengobarkan api besar, membentuk burung Phoenix yang mengepakkan sayap. Nyala api itu merebut atensi peri-peri di medan perang, menatap jerih Phoenix yang siap di terbang landaskan ke permukaan tanah. Bahaya!

Flamex di dalam botol kaca menempelkan tangan ke dinding botol, mendesis. "Sialan..."

"Begini cara menggunakan Blaze Wearer!" Dia benar-benar melepaskan serangan.

PLOP! Parnox muncul menantang burung phoenix api yang siap membakar mangsanya hidup-hidup. Dia melirik Kala. Mereka saling melempar kode lewat sorot mata. Kala mengangguk, menangkap sinyal Parnox.

Kala mengarahkan tangannya ke Parnox yang akan dilewati phoenix. "Mejoramento."

Suatu cahaya tipis hijau membungkus tubuh Parnox. Mengatupkan rahang, dia pun memindahkan burung phoenix api itu entah ke mana—jauh dari Fairyda, di hutan kosong tanpa ada warga. Serangan Adair dipatahkan.

"Brengsek!" Adair menatap Parnox jengkel.

Cleon berdiri di samping Kala. "Dia betulan tidak mau menggunakan kekuatan aslinya. Kekeuh sekali. Padahal ini perang terakhir."

Adair mengepalkan tangan. "Baik. Bagaimana dengan ini?!" serunya mengangkat tangan. Sepuluh bola api yang lama-kelamaan ukurannya membesar bermunculan di udara.

"Coba pindahkan kalau kau bisa!"

"Ck, merepotkan sekali—Hmm?" Parnox mengerjap melihat Sebille tiba-tiba berdiri di hadapan. "Tunggu, kau pikir apa yang kau—"

Api lawan alaminya adalah air. Sebille membuat bola air dengan jumlah yang sama, menjentikkan jemari. Kedua elemen itu saling beradu, menguap dan jatuh ke tanah.

"Kok...?" Parnox menoleh heran ke belakang. Rissa menukar jiwanya dengan Aquara yang terkurung di markas Blackfuror. Sebille meminjam kekuatan Watery Ruler dengan bantuan level dua dari kemampuan Rissa.

Sebille beralih menatap Parnox, tersenyum. "Sudah kubilang aku akan membantumu!"

"..." Parnox mengalihkan wajah. "Oke."

Murka. Adair naik pitam. Dua serangan mematikannya ditangkis seperti menepis kertas ringan. Dia seketika lupa peringatan Amaras: tidak membunuh siapa pun. Persetan dengan itu! Adair akan melenyapkan peri-peri menyebalkan yang berani menantangnya!

Adair mengerahkan segenap tenaga, dibantu oleh Mindre yang mengirim staminanya. Fairyda melangkah mundur, menatap ngeri burung phoenix api yang besarnya berkali-kali lipat daripada sebelumnya. Parnox sekali pun ragu bisa memindahkan burung api titan itu.

"MATILAH KALIAN, FAIRYDA'S!" 

Besarnya... Sinyi melirik tuannya yang tak lagi bermain sihir, malah menundukkan kepala. Huh, apa yang sedang anak itu pikirkan? Cara untuk menang? Kebetulan, Kala menatapnya.

"Sinyi, jika terjadi sesuatu padaku, kau kembalilah ke Klan Penyihir. Mengerti?"

Apa-apaan dialog yang seperti mau mati itu?










Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro