49* After a Big War

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dua minggu berlalu damai sentosa.

Sebenarnya Tuan Alkaran bisa membuatkan peri-peri prajurit Blackfuror sebuah sayap karena beliau memang seorang perajut sayap. Tapi alangkah apesnya karena beliau kini tak bebas, terkurung permanen di sangkar putih seperti burung emas yang dilindungi.

Saat ini Fairyda dan Blackfuror dalam masa rekonsiliasi. Dengan bantuan Rinvi yang sudah sembuh, tahanan Blackfuror dilepaskan dari penjara Sina setelah ditandai 'Segel Druid' di pergelangan tangannya. Kami tak bisa membebaskan mereka tanpa agunan.

Laila si meresahkan dan Raibi si merepotkan sama-sama meminta maaf. Mereka terlalu berhasrat dengan sayap untuk diberikan pada orangtua angkat mereka di Klan Penyihir.

Raibi minta maaf pada Rinvi mengenai insiden di perang besar. Sesungguhnya sebelum mendatangi Rinvi yang berada di Divisi Kesehatan, nyali gadis itu ciut karena Linda mengeluarkan aura meruncing-runcing seolah siap mengeluarkan pedang dari kulitnya dan menghunuskan pedang tersebut ke Raibi.

Raibi mengakui kalau dia salah. Dia siap menerima hukuman. Tetapi Tuan Alkaran yang bijak bilang begini: hukuman untuk kaki tangan Amaras dan anggota Blackfuror cukup disegel saja kekuatannya sampai benar-benar melepaskan diri dari ambisi memiliki sayap.

Tuan Alkaran takkan bisa lagi merajut sayap. Sedangkan Amaras masih belum sadar-sadar juga. Dia bersikeras hendak keluar dari botol.

Tak cukup di sana, kami membebaskan; Aquara, Promy, Cathy dan Vidi yang dikurung di laboratorium pembuatan Sayap Malaikat.

"Kekuatanmu keren, kawan," ucap Aquara menyodorkan kepal tinjunya pada Rissa. Gadis berkekuatan air itu sangat supel seolah lupa bahwa dia juga pernah jadi musuh kami.

Rissa menyengir lebar, membalas tos Aquara. "Kau juga. Pengendali air gitu lho."

"Heh! Hebatan aku lah," sela Flamex sengaja menabrak kedua cewek itu. Tersenyum sinis. "Aku membanting Adair satu serangan saja—"

Pluk! Badan Flamex terhuyung karena Cleon datang merangkul bahunya, terkekeh sambil mengacak-acak rambutnya. "Oh-oh, jadi kau mengkhianati kami karena seorang gadis kecil? Seperti kekuatanmu, api sama dengan hangat. Aku tak menduga Flamex kita berhati lembut. Sampai tega meninggalkan klannya."

"Turunkan tanganmu sebelum kubakar."

Wah-wah. Aku berdecak kagum melihat interaksi mereka berdua. Eh, apa di masa lalu Flamex dan Cleon memang sedekat itu?

"Mereka bersahabat," celetuk Liev. Pasti barusan dia habis membaca pikiranku. "Cleon penanggung jawab Flamex dulu." Kulihat Sina di sebelahnya mengomel, bilang jangan mengintip pikiran orang lain tanpa izin. Liev terkekeh, mengusap-usap kepala Sina. Iya.

Sepertinya hubungan mereka membaik?

Cathy beringsut ke dekat kami. "Pantas saja saat di markas Blackfuror, Flamex terlihat sensitif ketika Kahina menyebut nama Cleon."

Aku tersenyum melihat pemandangan indah di sekitarku. Bagus juga acara pendekatan yang diusulkan Wakil Siofra. Peri Fairyda dan Blackfuror saling berbaikan, memaafkan dan membangun pertemanan. Berdamai intinya.

"Swift Growers... Tidak, maksudku Verdandi."

Aku, Cathy, dan Sina menoleh. Seorang cowok berambut kelabu gelap, berdiri di belakang kami. "Hai!" balasku melambaikan tangan.

Dia siapa, ya? Aku baru mengenalnya.

"Oh, dia Komu, Dandi." Malah Liev yang menjawab. "Si pengguna telepati—Duk!" Liev meringis karena Sina menyikut pinggangnya.

"Sudah kubilang, berhenti melakukan itu!"

"Maaf. Mind Reader susah dikendalikan."

Sina bersedekap, mendengus. "Kau pemilik pertamanya. Jangan-jangan kau palsu lagi. Dandi, dia bukan Mind Reader yang asli," bisiknya padaku dengan ekspresi menghina.

Aku tidak terlalu menghiraukan Sina karena fokus pada Komu yang menggaruk kepala, terlihat canggung. "A-aku minta maaf dan ingin berterima kasih secara pribadi padamu."

"T-tak masalah." Lagian jasa apa yang sudah kuberikan pada Komu? Bahkan kami baru kenal. Aku jadi kikuk menerima ungkapannya.

Komu diam sejenak. Terlihat berkonsentrasi. Tatapannya fokus ke arah bangunan sekolah. Lalu, dia mengangguk-angguk sendiri.

"Ketua Parnox menyuruhku memanggilmu."

Gila! Apa begitu cara kerja telepatinya?!

*

GLEK! Aku sudah menanti-nantikan hari ini selama dua minggu terakhir. Hari dimana aku akan disidang. Apalagi kalau bukan tentang kenapa aku tidak mengecil padahal sudah tak punya sayap. Tentu saja para guru penasaran.

Teman-temanku juga mengantri pagi-pagi di kamarku, menanyakan hal sama. Mereka berprasangka kalau aku bukan keturunan Klan Peri... Sebenarnya itu tidak sepenuhnya salah sih. Lagi pula aku dijatuhkan ke sini. Sah atau tidak aku adalah setengah manusia-peri.

"Semangat, Dandi. Aku percaya padamu," kata Sebille yang kebetulan ada urusan sama Master Wodah, berlalu pergi dari sana.

Aku menelan ludah. Melangkah masuk.

Syukurlah, tidak banyak orang di sana. Hanya Wakil Siofra, Parnox, Tuan Alkaran, Hayno, dan Master Wodah. Mereka kompak menoleh kepadaku yang melangkah pelan ke tengah ruangan. Aku dapat mendengar suara detak jantungku saking takut dan gugupnya diri ini.

"Verdandi, Fairyda berutang sangat banyak kepadamu. Aku sebagai Pemimpin Fairyda mengucapkan terima kasih secara resmi padamu. Terima kasih atas keberanianmu."

Tuan Alkaran dalam kurungan, membungkuk. Diikuti yang lain, bahkan sampai Parnox.

Aku gelagapan. "T-tidak, Tuan Alkaran! Tolong angkat kepala Anda! Wakil Siofra, Master Wodah, Hayno dan Parnox, kalian juga. Aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan karena aku juga bagian dari Subklan Fairyda."

"Kami sangat berterima kasih, Verdandi, sekaligus menyayangkan sayapmu yang menjadi tumbal dari kemenangan itu. Jangan sungkan memperlihatkan kesedihanmu. Tidak ada peri yang tidak terluka kehilangan sayap."

Senyumanku berubah hambar. "Tidak apa, Tuan Alkaran. Aku ikhlas melakukannya kok."

Master Wodah menghela napas kesal. "Kau benar-benar tak bisa memberikan Verdandi sayap baru, Aran? Aku sungguh tak terima Verdandi harus kehilangan sayap selamanya."

Aku mengerjap. Aku... tak menduga mereka berdiskusi tentang sayapku yang punah.

Tuan Alkaran menggeleng, mendesah. "Sayap rajutan hanya bisa diberikan kepada mereka yang belum pernah mempunyai sayap."

"Aku sungguh baik-baik saja, Tuan Alkaran. Anda tak perlu terbebani masalah sayapku. Yang terpenting semuanya sudah berakhir. Itu sudah cukup bagiku." Aku tersenyum apa adanya. Toh, aku masih punya kekuatanku.

"Baiklah, Dandi. Satu pertanyaan terakhir kami, siapa kau sebenarnya? Kenapa Amaras tak bisa merebut kekuatanmu? Kenapa... kau masih normal bahkan setelah kehilangan sayap? Apa kau blasteran dari klan lain?"

Sialan. Datang juga pertanyaan ini.

Aku harus jawab apa? Mini melarangku untuk mengumbar identitas asliku karena besar resikonya. Aku harus mengarang bebas...!

"Itu karena aku memberinya ramuan."

Kami menoleh. Mataku membulat. Kala dan Kahina terbang menggunakan sapu lidi masing-masing, mendarat ke dalam ruangan.

Parnox bersedekap, melirik Kala dari atas sampai bawah. "Bagaimana keadaanmu?"

"Seperti yang kau lihat," sahutnya datar.

Mengubah entitas jadi angin puting beliung membutuhkan energi yang banyak, apa lagi harus menggulung dan meredam burung phoenix api raksasa. Kala terluka parah dan Sinyi membawanya pergi ke Klan Penyihir. Menyembuhkan diri di negara asalnya. Kebetulan, Kahina mampir untuk membeli tongkat sihir baru karena punyanya patah.

"Lain kali jangan memforsir diri," kata Parnox mendengus masam, menyerahkan tongkat Kala. "Kau membuat orang-orang panik."

"Untuk orang yang keukeuh tidak mau memakai kekuatan asli, kau punya nyali juga ya mengomeliku." Kala menerimanya dengan sorot mata malas. Aura keduanya tidak baik.

Ekhem. Wakil Siofra berdeham. "Jadi, ramuan apa yang kau berikan pada Dandi, Kala?"

"Maintain Potion. Ramuan mempertahankan kondisi tubuh dan mengabaikan segala efek."

Iyakah? Kahina bersedekap, memicing. Topi kerucut besar menempel di kepalanya. "Aku tak pernah dengar ada ramuan seperti itu."

"Aku membuatnya sendiri."

"Oh, ya? Apa saja materialnya?"

"Sudah habis dan susah didapatkan."

"Kalau begitu kau pasti punya peta yang menunjukkan lokasi material itu. Ayolah, k
Jangan pelit berbagi. Kita sesama penyihir. Sepertinya menarik juga Maintain Potion itu."

"Kau Penyihir Alkimia. Pasti bisa mandiri."

Hayno sedikit cemberut melihat Kahina yang mendekati Kala dengan mata berbinar. Aduh, mereka ngapain sih. Di sini masih ada Tuan Alkaran, Wakil Siofra, dan Master Wodah lho.

Tapi, aku tersenyum pada Kala yang masih berdebat dengan Kahina. Dia benar-benar melindungi identitasku yang bukan warga sini.




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro