Chp 122. Jikalau Hujan Tengah Turun

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Prediksi ramalan cuaca tidak meleset. Besoknya hujan deras mengguyur Seoul, rintik pertamanya turun subuh tadi. Penjara air mengurung para trainee di asrama sembari menunggu jemputannya.

Ya, ini hari perekaman. Hujan takkan bisa menghentikan jadwal mereka. Toh, mereka bukannya berdiri di lapangan tapi di bawah perlindungan atap bangunan.

Jun-oh sebagai pemimpin tim, menghitung guna memastikan sekali lagi rekannya sudah keluar dari kamar masing-masing. Kan tidak lucu ada yang tertinggal.

"Kak Maehwa di mana?" tanya Kiyoung.

"Dia sudah duluan ke luar asrama." Geonwoo yang menjawab."Sebentar lagi jemputan kita akan datang. Sebaiknya kita bergegas menyusul Kak Maehwa."

Haru mendekap dadanya. "Duh, aku gugup banget. Bagaimana kalau aku membuat kesalahan dan produser Apona marah? Kudengar kepribadiannya agak sensitif."

Tidak hanya Haru, sebenarnya Geonwoo juga merasakan energi kegugupan. Tapi aspeknya berbeda. Jika Haru takut buat kesalahan, maka Geonwoo gugup karena ini pertama kalinya dia rekaman di booth.

"Nanti kalian juga bakal terbiasa dengan rekaman kalau sudah debut. Hitung-hitung pengalaman," kata Jun-oh meyakinkan rekannya bahwa ini akan baik-baik saja.

Mereka pun meninggalkan kamar dan menyusuri lorong. Saat berpapasan dengan beberapa staf gedung, Jun-oh mendengarkan bisikan-bisikan kagum dari magang berlalu lalang. Jun-oh menoleh. Ekspresi para magang itu tampak cerah seakan cuaca hari ini bersahabat.

Padahal hujan sudah turun sejak pukul empat subuh. Pasti ada sebab-akibat mengapa mereka kegirangan begitu. Selain kagum, mereka juga terlihat malu-malu.

"Apa aku terlalu mengabaikannya selama ini? Aku tidak tahu kalau dia setampan itu."

"Iya ya. Sepertinya kita terlalu cuek padanya. Sumpah, dia pelukable banget! Kalau dia adikku, dia pasti jadi bantalku."

Siapa yang mereka bicarakan?

Jun-oh memilih mengabaikannya. Mereka tiba di ujung lorong. Sosok Maehwa tampak di depan pintu lobi, jongkok di tangga sambil memandang datar ratusan jarum air membasahi tanah. Kini Jun-oh tahu selera fashion Maehwa. Pria itu suka mengenakan teknik layering, hoodie jumper biru dan melapisnya dengan jaket merah marun.

Tunggu dulu. Jun-oh memicing karena Maehwa bangkit dari posisi jongkok. Mau apa dia? Dia terlalu dekat dengan hujan—

Jun-oh kira Maehwa akan melompat ke tempat terbuka dan mandi hujan, tapi pikiran Jun-oh terlalu berlebihan. Maehwa takkan melakukan apa pun yang bisa memperburuk kondisinya. Kalau sampai dia demam, pita suaranya bisa makin buruk.

Apa yang sedang Maehwa lakukan?

Dia menjulurkan tangan untuk merasakan air yang menetes dari atap gedung, membiarkan telapak tangannya basah. Raganya memang di sana, tapi pikirannya melalang buana ke masa lalu.

Maehwa, maksudnya Im Rae, membenci hujan. Rae punya kenangan buruk dan selalu teringat kenangan tersebut ketika hujan turun. Rae sebenarnya tidak perlu repot-repot membenci kalau saja dia tidak mendengar percakapan Nona Kimi.

Percakapan dimana dia ditinggalkan di depan panti asuhan saat petir tengah bergemuruh. Haah, bagaimana mungkin seseorang meninggalkan bayi di tengah amukan hujan? Tidak habis pikir.

Ironisnya Nona Kimi selalu memberikan ingatan yang hangat pada Rae agar dia tidak terlalu membenci hujan karena pelangi muncul ketika hujan reda.

Lalu Rae menjawab dengan dingin, "Pelangi takkan muncul semudah itu, Nona Kimi. Setelah hujan, akan datang badai."

"Hei!" Tepukan Jun-oh menyentakkan Maehwa. "Kenapa melamun begitu?"

Begitu Maehwa berbalik menatap anggota timnya, sontak mereka diam berjemaah. Perasaan saja atau Maehwa terlihat... tampan pagi ini? Pantas saja para magang yang lewat di sini kepincut dengannya.

Aneh sekali. Dulunya hawa Maehwa tidak sepekat ini. Padahal dia hanya berpakaian sederhana, tapi entah kenapa, apa pun yang dia kenakan jadi ikut bersinar.

Dan kenapa Jun-oh plus Geonwoo harus memikirkannya sekarang?

Untungnya mobil jemputan tim APONA menyelamatkan suasana canggung itu. Kalau saja hari ini tidak hujan, mereka berencana akan pergi ke studio pribadi milik Apona dengan berjalan. Tapi hujan ini tampaknya takkan berhenti sampai malam.

Untungnya lagi tidak ada petir geledek menyambar selama di perjalanan. Maehwa bisa ditertawakan oleh rekannya karena ketahuan takut petir.

***

Nama asli Produser Apona adalah Ahn Heegam, wanita single berusia 30 tahun yang punya rambut hitam sebahu agak berantakan—sepertinya dia menggunting sendiri dan berponi tipis.

Dan yang turun menyambut mereka di depan pintu studio rekaman adalah asisten Heegam. Err, sebut saja dia Cross.

"Ayo langsung masuk saja. Nona Heegam telah menunggu di atas," ajak Cross.

Mereka mengangguk kecuali Maehwa yang memperhatikan langit gelap—itu tidak segelap dia meninggalkan asrama Scarlett. Bahkan saat menuju ke kamar perekaman, Maehwa sama sekali tidak menyimak pembicaraan Cross dengan rekan timnya yang membahas apa ada di antara mereka pernah rekaman di studio sebelumnya.

Jun-oh berhenti berdecak kagum memperhatikan dinding studio yang ditempel berbagai foto dan sebagainya, menoleh menyadari keganjilan tingkah Maehwa. Dia mendekat. "Kenapa kau terus melihat langit? Kau tampak tidak nyaman."

"Tidak ada," jawabnya cepat.

"Kau takut petir, ya? Tadi di mobil kau juga terus-terusan menatap langit."

Si brengsek ini kenapa peka sekali?

Maehwa mendengus. "Omong kosong. Sepanjang 32 tahun umurku, maksudku 20 tahun, ini pertama kalinya ada yang mengatakan kalimat itu padaku. Takut petir? Jangan bercanda. Ini hal sepele."

Dan seolah menjawab celetukan Maehwa, kilat besar menyambar membuat Bumi terang sejenak. Maehwa langsung menutup telinga, membungkuk ketakutan.

Jun-oh terkekeh melihatnya. "Makanya..." Dia ikut jongkok, mengelus-elus punggung Maehwa. "Kalau takut, jangan malah ditantangin. Dasar tidak mau jujur."

"D-diam." Argh!!! Maehwa malu sekali! Sudah setua itu masih saja bersembunyi saat petir menyambar! Padahal dia susah payah membangun citra pria dingin apatis!

"Punya rasa takut itu manusiawi."

Ucapan sederhana itu... Merobohkan dinding ego yang ada dalam diri Maehwa.

Jun-oh senyam-senyum tak jelas. "Jangan takut. Kan kakakmu ada di sini."

"You're not my Hyung."

"Ah, Maehwa ini! Masih saja gengsi."

"Kalian ngapain di sana? Ayo cepat ke sini!"

***

Maehwa dan lainnya membungkuk ke Heegam begitu tiba di ruangan. "Mohon bantuannya hari ini, Produser Apona."

Heegam menyapu pandangan ke mereka berlima, mengernyit. "Kenapa anggota kalian bertambah satu? Kudengar yang akan menyanyikan laguku hanya empat orang."

Jun-oh melirik Maehwa. Dia terlihat enggan menjawab pertanyaan itu, kembali teringat momen diusir dari ELESIS oleh Dong-Moon. Jujur saja, dia masih sedikit jengkel.

"Ada sedikit masalah, Nona Produser. Intinya dia bagian tim kami sekarang."

Heegam mengembuskan napas panjang, memutar kursi. "Orang-orang tak beradab itu mengorbankan anak-anak malang demi kepentingan rating. Ah sudahlah, kita langsung mulai saja. Kalian sudah hapal bagian masing-masing, kan?"

"Sudah, Produser!"

"Kalau begitu kita mulai dari intro dan ayat pertama." Heegam membaca lembar fail di papan. "Vokalis utama kalian... Haruya Watsuhara? Silakan masuk ke booth."

Kepala Maehwa tertoleh. Hah?! Haru ternyata orang Jepang?! Dia baru tahu!

Haru menelan ludah, bangkit dari sofa dan masuk ke ruangan akustik.

"Jangan gugup, oke? Putar musiknya."

Apa ini. Kiyoung dan Jun-oh saling tatap. Memang ya, kita tidak boleh asal menjudge orang hanya dari rumor saja. Produser Apona sama sekali tidak galak. Dia lem—

"Berhenti, berhenti." Heegam menyetop Haru sebelum dia lanjut bernyanyi. "Intromu tidak terdengar istimewa."

Atau mungkin tidak?

Dan begitulah. Heegam menyuruh satu per satu rekan termasuk Jun-oh untuk masuk ke sana dan menyanyikan intro lagu yang berupa scatting (scat singing). Tapi tidak ada satu pun yang terdengar memuaskan.

Heegam menekan-nekan kepalanya menggunakan ujung bolpoin. "Ini benar-benar masalah. Vokalis utama lemah dalam hal falsetto, yang lainnya juga tidak memiliki getaran khusus. Baik, sekarang giliranmu, Han Maehwa."

"Tapi saya rapper utama, Produser. Terlebih lagi suara saya sedang..."

"Tidak masalah," sela Heegam datar. "Aku ingin mencoba kalian semua menyanyikan bagian intro dan menandainya."

Maehwa menghela napas, masuk ke ruangan booth dengan berbagai pikiran.


***TBC***

Magic Idol Cafe

Danyi = Nyanyi

Star Peak = Waktu itu tergila2 dgn opening One Piece "The Peak" dan ambil deh katanya. Lalu karena idola itu bagai bintang, ya sudah, jadilah Star Peak.

Cross = Kebetulan lihat lampu lalu lintas.

Maehwa berkacak pinggang. "Senang lah tu, akhirnya dapat Klee."

"OJELAS. SAAT GACHA GAME BAGUS, DUNIA HARUS MENGETAHUINYA."

"Lantas kenapa kau terus mengulur waktu? Cepat buat aku tampil saja—Grep!"

"Eh, laknatullah, lu pikir gw gak butuh persiapan mental bikin adegannya? Mending lu duduk manis aja di sini dan tunggu saja partnya. Mengerti?"

"Santai dong elah. Bukannya kau lagi puasa, kan? Gak baik marah2." Maehwa geleng-geleng kepala melihat kelakuan peciptanya yang bejat itu. Dia menoleh ke kertas random di atas meja. "Apa ini? Rancangan arc coming soon?"

Maehwa membacanya.

"Arc akting... Maehwa akan terlibat drama romantis dan ada adegan... CIUMAN?!"

Kafu langsung mangambil kertas skema itu dari tangan Maehwa. "Jangan dipikirkan. Ini hanya rancangan liar—"

"KAU! JANGAN COBA-COBA MELECEHKAN DIRIKU! KATAKAN INI GAK BENAR!"

"Kan sudah kubilang, ini hanya ide kasar. Aku takkan memasukkannya."

"Janji gak masukkin?"

"Iya, aku janji," kata Kafu sambil smirk.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro