Chp 141. Bertekad

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku harus cepat! Jangan sampai telat!

Maehwa menuruni bus dengan kilat, masuk ke asrama Scarlett begitu petugas pos melihat wajahnya-ah, salah satu trainee rupanya. Dia tidak sempat bertanya apakah syuting sudah dimulai atau belum karena terburu-buru.

Kalau saja Dahlia tidak mengingatkannya, Maehwa akan lupa jadwal syuting Star Peak.

Ini semua salahnya Danyi! Apa banget, membuatnya tertidur tiga hari. Untung Dain menjelaskan pada Dahlia kalau dia memberi obat penenang baru jadi Dahlia tidak begitu penasaran mengapa Maehwa bisa tidur lama.

Tapi Maehwa tidak bisa menyalahkan Danyi sepenuhnya. Danyi melakukan itu deminya juga. Malam itu mental Maehwa benar-benar down. Dia tidak bisa berpikir rasional.

Jika dia mati sekarang, bagaimana dengan balas dendamnya? Para pelaku keenakan dong bisa melanjutkan hidup. Takkan Maehwa biarkan mereka hidup bebas!

Apa pun yang terjadi Maehwa harus debut untuk mendapatkan 'kekuatan'. Semakin banyak dia punya kenalan di dunia hiburan, semakin banyak pula jaringan informasi. Malah lebih bagus lagi dia punya koneksi di kepolisian.

Tinggal dua evaluasi lagi. Yang jelas keduanya pasti tidaklah mudah. Misi baru, penderitaan baru. Tapi selagi Maehwa bisa melakukannya, kenapa harus menyerah?

Maehwa sudah melihat pintu aula utama. Begitu meraih gagangnya, dia pun melangkah berseru sambil berseru mengangkat tangan.

"HAN MAEHWA HADIR!"

Kejutan. Ternyata syuting masih proses persiapan. Para kru menoleh serempak ke Maehwa, tersenyum geli sebelum akhirnya lanjut ke pekerjaan masing-masing.

Wajah Maehwa memerah seperti kepiting rebus, menurunkan tangan. Dia lagi ngapain sih?! Ini kan bukan sekolah, dimana murid harus mengangkat tangan untuk absen. Pikirannya sedang kalut membuatnya kikuk.

"Kak Maehwa! Kamu sudah datang!" seru Jinyoung mendengar seruannya, ngacir ke tempat Maehwa. "Bagaimana kondisimu?"

"Eh, aku baik-baik saja."

Kangsan menatap khawatir lehernya. "Tapi lehermu masih merah. Apa itu sakit?"

Maehwa mengibaskan tangan. "Tidak apa, tidak apa. Cuma nyeri sedikit. Ngomong-ngomong bagaimana dengan Dong-Moon?"

"Sudah dilempar ke penjara," kata Kyo Rim merangkul bahu Maehwa dengan hati-hati. "Kamu bisa tenang sekarang, Maehwa. Tidak ada lagi penjahat yang mengganggumu. Kamu juga tidak perlu khawatir, polisi menanganinya dengan senyap. Kamu benci membawa-bawa reporter, kan? Brilian sekali kamu punya black box yang memudahkan segalanya."

Bagus. Maehwa sempat mengkhawatirkan itu. Pandangan Star Peak di mata publik saat ini tidak bagus karena video kecurangan Dong-Moon. Maehwa tidak ingin citra Star Peak semakin jelek dan terpaksa dihentikan. Setelah sejauh ini Maehwa malah gagal debut.

"Terima kasih. Itu membantu sekali."

"Tentu saja!" Haedal muncul bersama Eugeum. Dia mengusap pangkal hidung. "Ide siapa dulu."

"Ooh..." Maehwa menatap Jinyoung yang malas dengan Haedal, berpikir cepat. "Ah, jadi kamu ikut berkontribusi memenjarakan Dong-Moon. Terima kasih ya, Haedal."

Hidungnya semakin kembang. "Nope!"

Eugeum menatap Maehwa. Sepertinya anak itu sudah kembali ceria. Tapi Eugeum yakin, dia dan Jun-oh masih perang dingin.

"Masih perlu berapa jam lagi?" Maehwa menunjuk kru produksi yang sibuk, bolak-balik menenteng berbagai macam kamera.

Haedal mengedikkan bahu. "Satu atau setengah jam lagi mungkin? PD Perwakilan Yihyun dan para mentor juga belum terlihat."

Maehwa mengangguk. "Aku ke toilet dulu."

.

.

Toilet sepi kala itu. Maehwa bisa mengobrol dengan Danyi tanpa menarik perhatian. Jujur, berbicara lewat pikiran itu sulit. Maehwa sering pusing karena harus berkonsentrasi.

"Ayolah Danyi, beri aku ramuan penyembuh. Kamu mau yang lain lihat luka ini? Sistem Dain saja longgar, kok kamu ketat banget?"

[Karena kami beda jurusan.]

Maehwa menunjuk lehernya. "Masa kamu tega lihat aku menahan rasa nyerinya?"

[Baiklah. Akan saya kasih.]

Wajah Maehwa berubah cerah. "Iyakah??"

[Tapi ada syaratnya. Anda harus memanggil saya 'Nona Danyi' seperti yang anda lakukan pada Dahlia tidak jelas itu.]

Maehwa membatu. Triggered. "Hah?"

[Kenapa? Apa itu sulit? Selama ini anda selalu berbicara informal dengan saya! Perlu anda ketahui, saya ini 25 tahun.]

"Lalu apa? Aku 32 tahun ini."

[Tidak. Anda sekarang 20 tahun. Apa anda tidak menyimak penjelasan saya tempo lalu? Cepat atau lambat, emosi anda akan menyatu dengan usia tubuh itu. Bukankah sudah ada gelagatnya? Anda kesusahan menahan emosi. Sering marah-gembira seperti bocah.]

Tanda jengkel bermunculan di kening Maehwa. "Ah sudahlah! Kalau kamu hanya mau mengajakku bertengkar, lebih baik aku pergi."

[Tuh kan. Anda jadi suka ngambek.]

"Nggak denger." Maehwa menutup telinga, mengabaikan ledekan Danyi yang menjadi-jadi. Cih, tahu begini mending tidak usah dia minta. Seharusnya Maehwa tahu Danyi itu tengil.

[Kamu pakai popok, kan? Hati-hati ngompol!]

"Arghh! Berisik! Kamu sengaja membuatku kesal karena cemburu dengan Nona Dahlia!"

[APA KATAMU?! CEMBURU PADA MANUSIA?! Eh, hei, jangan samakan derajatku dengan kalian para manusia rentan celaka.]

"Semakin marah, semakin benar fakta itu."

Keasyikan adu mulut dengan Danyi, Maehwa tidak memperhatikan jalan. BRUK! Menabrak seseorang di depan pintu toilet.

Maehwa mengusap hidungnya. "Ah, maaf-"

Lupakan permintaan maaf. Perasaan merinding lebih dulu menyelusup ke sanubari dan ke tubuh Maehwa dari kepala sampai kaki.

Apa-apaan pria ini? Besar, tinggi seperti raksasa. Maehwa seperti anak kecil di hadapannya. Tidak hanya itu, tubuhnya sangat boros dan berisi. Pakaiannya bahkan tidak kuat menekan kekuatan ototnya.

Siapa pria kekar ini? Maehwa baru pertama kali melihatnya (di gedung pelatihan Scarlett).

Matanya menatap tajam Maehwa dari balik poninya yang panjang membuat Maehwa secepat mungkin mengalihkan pandangan.

Seram anjir! Dia siapa sih?!

Tangannya terangkat ke arah Maehwa. Mau apa dia? Jangan bilang mau memukul...

Sial! Aku lupa cheat darah kebal!

Pria itu menarik baju Maehwa, mengangkat dan memindahkannya ke belakang seperti mengangkat tupai. "Kalau sudah selesai lekas pergi ke aula, Nak. Sering-seringlah makan. Kamu ringan sekali. Kamu tidak bisa menjadi idol dengan tubuh kurus begitu."

[AHAHAHAHA!!! Dia baru saja mengangkatmu dengan satu tangan! Tangan kiri pula!]

"Dia pikir aku bocah SMA?! Dia siapa sih??"

[Sepertinya dia petugas keamanan baru yang direkrut Direktur Je Wool. Yang kemarin suka malas-malasan, makanya diganti.]

"Aku tidak mau bertemu lagi dengannya. Dia seperti beruang," dengus Maehwa merapikan bajunya yang kusut oleh genggaman pria itu. "Kupikir dia akan membantingku."

Sebaiknya Maehwa kembali ke aula...

Saat Maehwa berbalik, di depan lorong, ada sosok Jun-oh tengah menundukkan kepala. Sialan! Tiba-tiba muncul begitu. Apa dia mau mengubah genrenya jadi horor kali ini?!

"Maehwa, aku minta maaf-"

"Tetap di tempatmu. Jangan mendekat."

"Ah..." Benar juga. Siang itu Jun-oh juga membentaknya dengan kalimat yang sama. Yah, dia pantas menerimanya.

"Kalau kamu mendekat, kamu bisa mengubah genre cerita ini jadi BL. Dengar ya Jun-oh, aku pria normal dan masih menyukai wanita. Buktinya aku pengen diinjak Arlecchino. Kalau mau belok jadi pelangi, cari orang lain sana. Atau kamu bisa jadi idol saja di Thailand."

[Kamu bisa bikin orang-orang salah paham!]

"Arlecchino...? Karakter game?"

"OHO! KAMU MENGETAHUINYA?!" Malah Maehwa yang inisiatif mendekatkan Jun-oh lebih dulu, memegang bahunya dengan mata berbinar-binar. "Bukankah dia sangat menakjubkan?! Nanti malam setelah briefing dari Yihyun, aku mau langsung gas main ah~"

Danyi menepuk dahi. Kenapa setiap berurusan dengan game, pria ini selalu hilang akal?!

"Maehwa, mari serius sebentar. Aku sungguh mau minta maaf. Seharusnya aku tidak membiarkan sepupu sialanku itu sembarangan mempublikasikan video Dong-Moon. Aku juga minta maaf sudah bicara kasar padamu."

"Sudahlah, tidak usah dipikirkan lagi. Lagi pula aku yang harusnya berterima kasih padamu."

Kalau Dong-Moon tidak melukainya, Maehwa takkan tahu menahu tentang kebenaran kedua. Ini membuat Maehwa sadar... apa mungkin jendela masa lalu kematian Im Rae bisa muncul kalau dipicu oleh kematian juga? Maehwa harus berada di posisi nyaris mati.

[Aku tahu apa yang kamu pikirkan. Tidak usah macam-macam ingin mencoba bunuh diri lagi. GM takkan membiarkanmu melakukannya.]

Cih, ketahuan ya?

"Maehwa kamu..." Jun-oh menutup mulut. "Kamu ternyata seorang masokis?!"

Sebuah bogeman mendarat di pipi Jun-oh.

"Kamu mau minta maaf atau cari masalah baru? Ayo bangun!" Maehwa melemaskan lengan. "Waktu kamu menepis tanganku, kamu pikir itu tidak sakit? Akan kubalas dua kali lipat karena aku orangnya pendendam."

"T-tunggu, Maehwa. Aku memang mau mengajakmu baikan, tapi tidak seekstrim ini—"

"Pria itu mainnya tinju. Bukan mulut."

BUGHHH!!!!

***TBC***

A/N. Selamat datang di New Arc! Seperti yang kukatakan lampau lalu, di Misi Produksi ini Maehwa punya dua masalah. Tapi aku dapat ide dadakan jadi kutambah satu lagi. Yaitu...,

Song Kyo Rim & Rahasianya. Terima Kasih, Nona Kimi. Tuduhan Dokter Lema.

Aneh memang. Terkadang ideku lancar jaya, terkadang mentok + buntu berhari-hari membuatku kesal berkepanjangan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro