Chp 151. Malaikat di Hadapanku

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hari selasa yang cerah untuk fangirlingan.

Klub yang diikuti Yeosu selesai lebih awal hari ini. Dia malas pulang karena merasa pengap di rumah dan menghabiskan waktu sendirian di kelas. Teriakan cheerleader dan seruan semangat di lapangan (anak-anak klub olahraga) tidak menarik perhatian Yeosu. Gadis itu sibuk memperhatikan ponselnya, mendengarkan lagu.

Sesekali Yeosu tersenyum, menikmati lagu yang dia dengarkan dengan khidmat. Sekarang baru jam tiga. Dia akan pulang sebentar lagi—Yeosu sudah mengatakan ini sebanyak tiga kali.

Apa yang Yeosu dengarkan?

Jam sepuluh tadi, lagu-lagu dari Evaluasi Konsep akhirnya diunggah ke Strawberry Music. Yeosu dan ratusan penggemar Star Peak telah menantikan perilisan itu. 'The Day I Got My Goals', 'White Girl', dan 'As You Wish Employer' mendapat banyak perhatian.

Begitu kelima lagu tersebut diluncurkan di platform, sampai sekarang, sudah sepuluh kali Yeosu mendengar ulang lagu APONA. Terselip rasa bangga di hati Yeosu saat dia melihat nama Maehwa di bawah kreditnya.

Rasanya baru kemarin Yeosu datang ke kompetisi pertama Star Peak dan jatuh hati pada Maehwa. Dia sudah berjuang sejauh ini, wajar dong Yeosu merasa bangga? Selepas dari semua permasalahan yang mendatanginya, Maehwa tetap berhasil bertahan.

Tiba-tiba ponselnya berdering. Panggilan masuk dari sang ibu. Sama seperti Yeosu yang sudah berkali-kali mendengar lagu APONA, dia juga untuk kesekian kalinya menolak panggilan itu. Dia tahu betul maksud ibunya menelepon.

Perjodohan? Itu takkan terjadi.

Seseorang masuk ke kelas. Adalah Narae. Sesuai dugaan, Yeosu ada di sana. Langsung saja dia melangkah ke kursi Yeosu, mengetuk pelan permukaan meja agar temannya itu tidak terkejut akan kehadirannya.

"Narae? Kenapa mukamu resah begitu?"

"Kau sudah lihat Naven belum?"

Yeosu menggeleng. "Memangnya ada apa?"

Narae buru-buru menyodorkan ponselnya. Yeosu menekan tombol pause, mencopot kabel headset. Kalau Narae yang anteng sampai gelisah begitu, pasti ada berita penting.

"Apa ini?" Wajah rileks Yeosu berubah serius. Nama Maehwa berada di urutan paling atas, namun bukan artikel positif melainkan negatif. Kolom komentar diisi oleh kebencian.

PESERTA HAN MAEHWA MEMAKAI LIPSYNC! ANALISIS SUARA OLEH DOKTER LEMA.

- Tidak seharusnya dia bergabung ke acara survival idola jika bernyanyi mengandalkan alat

- Bagaimana dia bisa bertahan sejauh ini? Apakah dia memiliki sponsor di Scarlett?

- Jika dia memiliki sponsor, kenapa tidak sekalian langsung mendebutkannya? Kenapa harus repot-repot bergabung ke Star Peak?

- Aku benci Maehwa. Dia membawa-bawa Jinyoung dan Kangsan ke lingkup masalahnya
—> Hei, apa hubungannya dengan mereka?!

- Kenapa mereka harus berteman dengannya? Kan masih banyak trainee lain, tidak harus dia!

"Hei, Dokter Lema itu bukannya..."

Tangan Yeosu terkepal. Tanpa pikir panjang dia menyambar tasnya, melesat meninggalkan kelas. Meninggalkan Narae yang tidak berniat mengejar gadis bergelora amarah itu.

Identitas Dokter Lema adalah Kim Nang-In.

Ayahnya Yeosu.

***

Yeosu tahu rumahnya kosong saat ini. Ibunya mengirimkan sebuah alamat di KakaoTalk bahwa mereka berada di Jeju. Apalagi tujuan mereka ke sana kalau bukan ke rumah teman Nang-In untuk membahas perjodohan?

Meski Yeosu sudah menolaknya berulang kali, ayahnya itu tetap bersikeras melanjutkan perjodohan. Apa banget jodoh-jodohan di abad maju begini. Di saat semua teman Yeosu menikmati masa muda mereka, Yeosu sudah harus berkecimpung di dunia pernikahan muda.

Tidak mau. Pokoknya Yeosu tidak mau. Dia masih ingin bebas bermain bersama Narae dan teman-teman lainnya.

Setibanya di Jeju, tanpa basa-basi Yeosu naik taksi dan meluncur menuju ke alamat yang dikirimkan ibunya. Dia harus menuntaskan masalah perjodohan hari ini juga.

"Nona Yeosu sudah datang? Ayo masuk."

Yeosu hanya tersenyum tipis menjawab sapaan pembantu rumah luas bertingkat itu. Tapi begitu masuk ke dalam, senyumnya hilang. Di ruang tamu sudah menunggu ayahnya, ibunya, dan teman ayahnya. Entahlah dimana calon tunangannya, mungkin belum pulang sekolah.

"Kamu datang tepat waktu—"

"Apa yang Ayah lakukan? Ayah pikir dengan menjelek-jelekkan idolaku, aku akan menurut pada Ayah? Itu tidak adil baginya."

Dahi Nang-In terlipat. Senyuman antusiasnya menjadi hambar. "Kamu masih membicarakan orang yang bahkan tidak tahu kamu hidup? Sadarlah, Yeosu. Memuja selebriti tidak ada gunanya. Hal yang tidak penting di dunia ini adalah mengkhawatirkan kehidupan seorang artis. Saatnya menatap masa depan."

"Aku sudah bilang aku tidak mau dijodohkan. Hidupku milikku. Ayah tidak berhak merenggut kebebasanku. Aku punya otoritas penuh untuk menolak," jawab Yeosu lantang.

"KIM YEOSU!"

Suara bariton Nang-In menggelegar di sepenjuru ruangan. Ibu Yeosu mengembuskan napas berat, tidak berani menyela perdebatan ayah-anak itu. Apalagi teman Nang-In. Dia berkali-kali mencoba menenangkan pria itu, namun Nang-In tampak berapi-api.

"Ayah melakukan ini demi kebaikanmu! Apa kamu ingin terus hidup seperti itu? Mencintai selebriti, memberinya uang? Dia enak bisa menerima uangmu, tapi kamu, apa yang kamu dapatkan? Itu kehidupan tidak berguna."

"Saat Ayah menggemari sesuatu, Ayah akan merelakan apa saja agar sesuatu itu bertahan. Itulah yang dinamakan hobi!"

"Oh ya? Hobimu membuang uang?"

"Itu tidak terbuang cuma-cuma. Aku membantunya naik ke atas. Ayah pasti merasa bangga jika aku berhasil memenangkan perlombaan, kan? Itulah yang kurasakan. Lagi pula itu uang yang kutabung sendiri."

"Pokoknya kamu akan menikah dengan pria yang Ayah pilihkan. Titik. Final."

"Aku takkan menikah muda. Titik. Final."

Nang-In menatap Yeosu kesal. "Sudah pandai melawan orangtua ya kamu!"

Yeosu bukan anak-anak lagi. Dia sudah enam belas tahun. Bibit-bibit perlawanan tumbuh subur dalam hatinya semenjak Nang-In bersikukuh terhadap perjodohan ini. Lumrah saja seorang remaja memilih pilihannya sendiri. Melepaskan diri dari kedisiplinan dan aturan.

"Apa Ayah bersikeras menjodohkanku untuk menikmati kemewahan ini?" Yeosu menunjuk furnitur membisu di sekitarnya. "Sudah pasti itu jawabannya. Kekayaan."

PLAKKK!!!

"Keterlaluan! Aku membesarkanmu untuk menjadi putri yang baik dan penurut, bukan pembangkang. Kalau tahu begini, aku seharusnya mencegah istriku melahirkanmu!"

Ibu Yeosu bangun dari sofa, menarik Nang-In mundur. "Sayang! Apa yang kamu lakukan?!"

"Nang-In! Hentikan! Kamu sudah gila??"

Yeosu tergelak pelan, mengusap pipinya yang berjejak kemerahan. Tanpa mengucapkan sepatah kata, dia pun berbalik. Dia tidak sudi meneteskan air mata di sana.

"JIKA KAMU PERGI DARI RUMAH INI, KAMU BUKAN ANAKKU LAGI!"

Gertakan itu berhasil menghentikan langkah Yeosu. Dia menatap Nang-In nanar, tidak percaya ayahnya akan melontarkan kalimat menyakitkan: pemutusan ikatan hubungan.

Nang-In balas menatap Yeosu dingin. Dia serius. Keputusannya sudah bulat. Final. Tidak ada negosiasi. Yeosu akan dicoret dari keluarga ini jika dia meninggalkan rumah.

Yeosu mengangguk. Baik, maka biarlah begitu.

"KAMU BENAR-BENAR PERGI? DASAR ANAK DURHAKA! KAMU AKAN MENYESAL!"

Yeosu menulikan telinga, meninggalkan teras rumah dengan cepat. Matanya memanas. Air mata yang ditahan dari tadi tumpah ruah. Banjir. Hati Yeosu berteriak cukup. Sudah cukup dengan segala keegoisan ayahnya.

Karena Yeosu berlari dengan kepala tertunduk, dari arah depan, seseorang yang juga tidak memperhatikan jalan, menabraknya. Alhasil Yeosu pun tersungkur jatuh.

Ck! Siapa sih yang menubruknya?! Tidak tahu apa, mood Yeosu sangat jelek. Itu jatuh yang lumayan kencang. Bokongnya sakit.

"Siswa, kau tidak apa-apa?"

Hmm? Kok suaranya macam pernah dengar?

Yeosu menghentikan tangisannya sejenak, mendongak. Kilau matahari menutupi wajah pemuda yang menabraknya. Angin menghembus pepohonan yang berjejeran, melindungi area itu dari sengatan matahari, membuat Yeosu bisa melihat wajahnya dengan jelas.

"Kau baik-baik saja?" ulangnya.

Yeosu menggeleng. "Aku tidak baik-baik saja. Aku rasa aku di alam baka sekarang."

"Ya? Apa yang kau katakan?"

"Aku melihat malaikat di depanku. Jelas aku tidak baik-baik saja. Malaikat hanya ada di alam baka karena mereka makhluk surga."

"Tidak bisa begini." Dia membantu Yeosu untuk berdiri, menepuk-nepuk debu di rok dan seragam Yeosu. "Kau harus ke rumah sakit."

Dia bisa menyentuhku? Bukannya malaikat tidak bisa menyentuh apa pun ya?! Tubuh mereka kan astral. Kalau begitu pria ini...

Yeosu melotot. Kesadarannya akhirnya kembali.

HAN MAEHWA YANG ASLI?!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro