Chp 154. Nona Kimi Sudah Meninggal

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Saat aku menemukan Jun-ah bersimbah darah di kamarnya, aku tidak bisa bernapas untuk sesaat dan kehilangan setengah akalku. Aku menyalahkan diriku telah membiarkannya mengejar impiannya. Idol itu bagus, begitulah pikirku. Jika Jun-ah senang dan serius terhadap pilihannya, sebagai orangtua aku harus mendukungnya. Tapi aku tidak menyangka putriku malah dibunuh oleh impian yang dia cintai. Dan kau tahu apa yang paling menyesakkan? Orang-orang internet itu malah menertawakan kematian putriku!

"Kenapa kita harus mengasihaninya? Dia yang tidak berbakat, dia yang sakit hati sendiri. Jika memang tidak punya keterampilan, kenapa harus sok-sokan menjadi idol? Seharusnya dia sadar diri bahwa dia takkan mampu menjadi seorang bintang... Jadi maksudnya, putriku tidak boleh mencoba melakukan apa yang dia inginkan hanya karena dia tidak mencukupi standar mereka? Memang standar idola itu seperti apa? Sempurna?

"Aku benar-benar marah. Dan aku lebih marah lagi saat Jun-oh tiba-tiba bilang akan mengikuti jalan adiknya. Bagaimana jika dia juga berakhir seperti Jun-ah? Aku sudah kehilangan putriku, masa aku harus kehilangan putraku juga? Tanpa sadar aku mulai bersikap kasar padanya dan melampiaskan amarahku yang terpendam tanpa memikirkan kemungkinan perasaannya bisa saja terluka."

Wanita itu menutupi wajahnya yang sembab. "Aku sungguh ibu yang jahat, ya...?"

Maehwa menunduk. Jadi begitu cerita lengkapnya. Waktu itu hari itu di tempat itu, Jun-oh hanya menceritakannya secara singkat. Pantas saja Jun-oh membentak Maehwa dengan emosional. Dia pasti teringat adiknya yang sangat dia rindukan.

Meski begitu, sikap Jun-oh tidak bisa diwajarkan. Enak saja dia membentak Maehwa. Dia itu lebih tua darinya tahu! Bocah berusia 20 tahunan berani meninggikan suara ke pria 32 tahunan. Perlahan namun pasti, Maehwa akan memberinya pelajaran.

"Apa tante tahu frasa Fish Upon The Sky?"

"Ikan di atas langit?"

"Yeah, itu adalah metafora untuk seseorang yang mencoba bertahan di suatu tempat atau situasi yang tidak wajar baginya. Seperti ikan yang selalu hidup di air, namun karena suatu alasan ingin terbang di angkasa."

Dengan kemampuan flashback flashback no mi, Maehwa pun mengatakan apa yang sering dikatakan Nona Kimi sewaktu Im Rae kecil.

"Mengejar impian itu sama seperti sebuah vaksin. Awalnya kita akan merasa lelah, tangan kebas, sakit, dan semacamnya. Lalu lama-kelamaan, tubuh akan segera terbiasa dan akhirnya sehat. Di kasus Jun-ah, sepertinya obat vaksin itu malah menimbulkan komplikasi di tubuhnya. Maka dari itu  ada yang namanya dokter. Bertugas mengecek pasiennya, memastikan tidak ada hal ganjil.

"Itulah peran tante. Anda harus menjadi dokter profesional yang tidak sekadar mendukung lewat untaian kata saja. Tunjukkan ketulusan anda. Tante bukan orangtua yang buruk kok. Bukan seorang ibu namanya jika tante tidak bersikap protektif pada Jun-oh setelah apa yang menimpa Jun-ah."

Usai menjabarkan kalimat menggelikan itu... Uwek! Maehwa muntah batin. Bicara apa sih dia? Sok-sokan memberi ceramah.

Ibu Jun-oh tertawa. "Kau pandai berbicara ya. Katakan padaku, apa impianmu juga sama seperti dua Moon bersaudara? Menjadi idol?"

Dulunya iya, namun sekarang sudah lain cerita. Maehwa menjadi idol demi menguak kebenaran sekaligus balas dendam. Mana mau dia mengungkap alasan tak jelas itu. Jadi Maehwa memutuskan mengangguk.

"Apa orangtuamu menyetujui impianmu?"

Maehwa menggeleng. "Saya yatim piatu."

"Omo, maafkan pertanyaanku yang lancang. Aku tidak bermaksud membuatmu sedih."

Maehwa menggeleng lagi. Sedih? Tidak ada yang harus disedihi atau ditangisi. Untuk apa mempedulikan orang yang tidak bertanggung jawab? Kalau memang tidak pengen punya anak, jangan melakukannya.

"Apa kau membenci orangtuamu?"

Maehwa tertawa simpul. "Hahaha, benci apa sih maksud tante? Saya saja tidak pernah bertemu mereka. Membenci itu melelahkan."

"Mungkin mereka memiliki alasan."

Alasan, huh? Nona Kimi juga sering bilang begitu untuk tidak dendam pada ayah dan ibunya. Yah, mau bagaimanapun ceritanya, itu tidak mengubah fakta bahwa mereka tega mencampakkan Maehwa. Daripada capek-capek membenci, hanya bikin sakit hati, mending Maehwa mengabaikannya saja.

Ponsel Maehwa bergetar. Rekan setimnya menyepam menyuruhnya untuk kembali. Aduh! Anak itu lupa kalau dia sedang dalam misi. Pasti Haedal, Kyo Rim, dan yang lain sedang mengamuk karena Maehwa pergi terlalu lama.

"Tante, sepertinya saya harus pamit sekarang. Ada yang harus saya lakukan."

"Namamu Maehwa, kan? Meski berpura-pura tidak peduli, sebenarnya saya mendengarkan. Jun-oh seringkali menceritakan tentangmu. Kau selalu punya teman. Jadi jika kau suatu saat nanti bersedih, bersandarlah sesekali."

Maehwa terkekeh, hormat. "Akan saya ingat!"

.

.

Memang ya, bersama cinta pertama itu akan membuat kita lupa waktu. Maehwa keluar dari rumah Jun-oh dengan perasaan berseri. Beliau sepertinya menyukainya. Lampu hijau nih. Ada gunanya juga pengalaman dari hidup Im Rae yang jomblo puluhan tahun.

Anak, impian, keluarga...

Eh? Maehwa mengerjap merasakan sesuatu, mendongak. Senyumannya semakin merekah demi melihat lampu ide keluar dari kepalanya. Muncul! Lagi-lagi itu muncul! Apa sebenarnya Maehwa genius dalam mengtrigger ide?

"Mantap! Dengan ini, aku bisa memberi pencerahan pada Dowoo. Ayo kembali—"

Baru satu langkah, Maehwa menginjak tali sepatu yang belum terikat dengan benar. GUBRAK! Dia pun terjatuh dan memecahkan lampu ilham tersebut. Pecah berderai.

Kenapa... Mata Maehwa berlinang air mata, masih dalam posisi tengkurap. Kenapa bisa kemalangan menimpanya dua kali dalam sehari? Apakah dewi keberuntungan tidak suka melihatnya berhasil di kompetisi ini?

"Ini nggak adil. Aku tokoh utamanya, kan?"

Maehwa mengepalkan tangan. Baiklah, dia takkan menyerah. Lupakan rekan timnya sejenak. Berkat Ibu Jun-oh sang calon istri, niat mengunjungi Panti Mujigae yang sudah lama terlupakan kembali teringat. Maehwa memang tidak punya orangtua, namun dia memiliki Nona Kimi yang bagaikan ibu baginya.

Siapa tahu kalau melihat Nona Kimi, Maehwa akan mendapatkan jutaan inspirasi untuk evaluasi produksi yang menyebalkan ini.

Teman-teman, aku sakit perut parah. Kalian duluan aja ya. Aku mau istirahat bentar.

*

Semangat Maehwa pulih begitu memasuki halaman panti. Tidak banyak yang berubah dari tempat itu. Masih ada gambar mainan pelangi yang menjadi simbol khas panti. Anak-anak bermain di bawah pohon rindang.

Tidak, tidak. Maehwa menggelengkan kepala. Dia kangen tempat itu, namun ini bukan waktunya bernostalgia. Segera temui Nona Kimi dan dapatkan inspirasi lagu.

Tapi tidak semudah itu ferguson!

Tidak ada lagi suster yang Maehwa kenal. Mereka semua suster baru. Wajar jika suster lama tidak lagi bekerja di sana. Mereka pasti pensiun dan keluar mencari pekerjaan lain. Rumitnya lagi, mereka mengenal Maehwa!

"K-kau..., bukannya Han Maehwa? Astaga! Kami penggemarmu! Tuhan memberkati Panti Mujigae. Dari sekian banyaknya panti asuhan, Maehwa justru mengunjungi tempat terpencil ini. Tidak sia-sia aku memilih Mujigae."

Ya ampun, kenapa mereka lebay banget?

Sial, ini di luar dugaan. Mana Maehwa tahu namanya sudah sampai di sana. Star Peak benar-benar luar biasa. Maehwa belum siap jadi terkenal. Itu terlalu membebani!

"Hei, jagalah sikap kalian. Kalian membuat tamu kita tidak nyaman." Untungnya ada satu suster yang normal. Dia menatap Maehwa dengan sorot mata datar. "Apa ada yang bisa kami bantu, Tuan? Saya tak yakin seorang artis seperti anda datang tanpa tujuan."

Maehwa menggaruk kepala. "Ah, iya. Saya ingin bertemu kepala panti."

"Apa sebelumnya anda sudah membuat janji temu dengan Nyonya Hanser?"

"Ah, tidak..." Maehwa terdiam sejenak. "Apa barusan anda tidak salah menyebut nama? Bukankah seharusnya Nona Kimi? Choi Kimi."

"Nona Kimi? Dia sudah meninggal."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro