Chp 170. Had I Not Seen the Moon (I)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tidak ada yang bisa menyangkal bahwa ini akan menjadi pertunjukan yang berbeda dari tiga tim sebelumnya. Termasuk Yihyun dan para mentor yang menonton di ruangan khusus. Termasuk Interstellar. Termasuk tim lain yang turut menyaksikan televisi besar.

Jun-oh, Jinyoung, Geonwoo yang sudah tampil duduk di barisan paling depan, memelototi tv. Antusias menunggu. Merujuk mereka juga merupakan Wintermoon, mereka takkan melewatkan kesempatan menonton Maehwa.

Merasakan sebuah kehadiran, Jun-oh menoleh. Terdapat sosok Eugeum bergabung dalam circle Wintermoon. Tatapan datarnya tertuju ke tv, mengabaikan Jun-oh. Kesal dianggap hantu, Jun-oh menyentil lengannya.

"Woy, jangan berpura-pura tidak melihatku."

Eugeum mengedikkan bahu. "Kenapa?"

"Seharusnya itu pertanyaanku. Kenapa kau duduk di sini? Kau mendukung tim Pray?"

"Hanya sedikit penasaran bagaimana cara mereka mengeksekusi konsep dan lagunya secara keseluruhan. Saat pengecekan lagu, aku lumayan menyukai musiknya."

Jun-oh hendak membalasnya, namun Jinyoung lebih dulu menyikut lengannya, menyuruhnya diam lalu menunjuk televisi. Sudah dimulai.

Hal pertama yang mereka lihat adalah layar menampilkan gambar guguran daun pohon katsura dan bulan bercahaya. Siapa pun yang mengusulkannya, itu kombinasi yang cantik.

Seseorang meringkuk di tengah panggung seperti tertidur. Diselimuti selendang putih. Cahaya lampu utama menyorotnya dan membuat pakaiannya terlihat bersinar.

Siapa lagi kalau bukan sang center alias Lantern. Interstellar tidak sempat untuk berteriak karena alunan musik mengalun di sepenjuru studio. Mereka spontan menutup bibir rapat-rapat dan menghayati musiknya.

Interstellar tertegun kolektif mendengar alunan melodi yang diciptakan dari lingkaran mulut gelas menghasilkan irama misterius, gelap, dan elegan. Beriringan dengan mulainya musik, Lantern beranjak bangun.

Sesuai yang dilatih, Lantern akan melakukan solo dance yang ringan. Itu tidaklah ribet, sangat mudah malahan. Dia hanya perlu berputar tiga kali lalu melompat kecil ke samping kanan sambil menunggu intro selesai.

Vibenya jelas berbeda jauh dari penampilan tiga tim terakhir. Jika yang tadinya terasa seperti api dan gejolak gairah, maka intro ini sangat menenangkan sekaligus memilukan.

Begitu intro berakhir, Lantern tersandung dan terjatuh. Interstellar berseru tertahan. Nahas! itu termasuk ke bagian rencana. Dia susah payah duduk sambil menoleh ke belakang berharap ada yang membantunya.

Tapi tidak ada siapa-siapa. Dia sendirian.

Baru lah Kyo Rim muncul dari belakang, memegang pundak Lantern yang menunduk sedih. Mulai bernyanyi. Spotlight menyiram panggung dan menyinari mereka berdua.

"Sejak hari itu aku membenci segalanya. Hanya hidup dan menangis dengan sia-sia. Di mana aku memutuskan hari-hariku?♪"

"Burung lahir tanpa belenggu. Mereka melebarkan sayapnya, menjulang melewati malam, mencapai rembulan dengan bebas ♪

Tuts piano dimainkan dengan halus. Giliran Lantern yang sudah berdiri bernyanyi.

"Lalu bagaimana denganku? Terjebak dalam sangkar, dalam mimpi yang dirantai ♪"

"Burung indah ini dikurung dalam baja. Kita dilahirkan di dunia yang busuk. Meski begitu aku berharap bulan tak melupakan bintang♪"

Apa-apaan ini? Nang-in berdiri tidak nyaman. Entah kenapa dia tersinggung dengan lirik barusan. Dia tidak boleh terbawa suasana. Tujuannya hanya mengotori wajah Maehwa kemudian pulang membawa Yeosu.

Melodi lembut biola berpadu dengan anggun ke dalam nada harmonis piano. Cahaya lampu berikutnya menyala menyenter Dowoo yang bergabung ke formasi Kyo Rim dan Lantern.

"Aku hanya melepaskan belenggu darimu, melepaskan diri dari isolasi tiada akhir untuk membuat mimpi tanpa dirantai ♪

"Tapi kau meninggalkan aku ♪ "

Kali ini giliran Joonha yang terdiam. Sungguh, dari tadi liriknya seperti menyindir orangtua. Apalagi kondisinya pas mengingat Joonha dan Nang-in punya masalah dengan anak mereka.

Haedal muncul dari sisi kiri panggung, berjalan perlahan ke arah teman-temannya sambil memegang selendang di kepala. Suaranya yang bergetar menimbulkan nuansa melankolis, menyayat hati penonton.

"Senyummu menghilang, suaramu memudar. Bahkan jika aku berteriak, bahkan jika aku menyesalinya, kau tidak melihatku lagi ♪"

"Hari dimana kita tertawa bersama takkan pernah terulang kembali karena bulan meninggalkan langit dan bintang-bintang ♪"

Musik bertransisi menjadi ritme waltz selagi piano dan biola saling isi-mengisi memainkan melodi sebagai latar belakang.

Saat keempat anggota tim Pray menari dengan gerakan anggun seperti kawanan angsa di danau, spotlight menyala ke anggota terakhir yang berdiri di belakang formasi.

Ise buru-buru memperbaiki posisi duduknya. Dia terbuai dengan lagu hingga membuatnya lupa main vokal belum unjuk muka. Di sisi lain, Narae sibuk menahan napas melihat Maehwa akhirnya muncul. Dia ternyata mendapat bagian pre-chorus. Yeosu? Habis-habisan mengunci mulut agar tidak kelepasan teriak.

Mereka bertemu lagi setelah waktu itu!

Cahaya panggung menyinari Maehwa yang berdiri dengan tenang di bawah selendang biru berkilau oleh lampu yang bermotifkan bunga maehwa. Tangan kirinya mendekap dada. Dia sedang memejamkan mata seolah menunggu sesuatu. Alasan penantiannya bagus sekali. Dia menunggu angin bertiup.

Sebelum naik ke platform, Maehwa memesan ke tim panggung untuk menghidupkan kipas angin hanya dalam beberapa detik saja dan diarahkan kepadanya lalu matikan. Hasilnya sungguh memuaskan. Angin sepoi-sepoi bertiup menghembus selendang miliknya membuat benda itu berkibar-kibar lembut.

Di detik berikutnya, mata merah itu terbuka. Maehwa menatap ke depan. Berbinar-binar.

Yeosu menelan ludah. Maehwa malam ini...

Studio meledak oleh jeritan. Suaranya sangat keras hingga sampai ke ruang tunggu tim lainnya, menembus derasnya hujan. Mereka seperti sedang melihat bocah polos yang tersesat di taman bermain dan membuat mereka berlomba-lomba melindunginya.

Nang-in melotot tidak percaya. Niatnya untuk mengomentari Maehwa dalam hal negatif hilang begitu saja, terhipnotis dengan anak laki-laki itu. Bahkan bela-belain menyipitkan mata untuk melihat lebih jelas.

Apanya yang oplas? Itu raut wajah yang halus dan suci seperti pendeta kuil. Aura kepolosan yang kuat membuat Nang-in dan Interstellar tidak tega melukai perasaannya.

"Damn. He's so beautiful and precious."

Nang-in dan Yeosu mengatakannya serempak.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro