Chp 173. Semua Orang Berbaikan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Di ruang khusus tim yang sudah tampil dipenuhi oleh sesegukan. Adapun yang spontan menelepon ibu atau ayahnya, bilang dia baik-baik saja di acara. Bilang sayang banyak-banyak. Mereka kolektif teringat keluarganya di rumah berkat tim Pray.

Jinyoung dan Geonwoo yang menonton pertunjukan paling depan saling berpelukan, menangis ala anak-anak. Eugeum terus menggoda mereka berdua, terkekeh geli melihat ingus keluar dari hidungnya.

"Aku mau keluar sebentar."

Rasanya Jun-oh tidak betah berlama-lama di sana. Suasana muram begini tidak cocok dengannya. Hanya akan membuat Jun-oh teringat adiknya yang sudah pergi lebih dulu beberapa tahun lalu.

Jun-oh menyeringai. Dia bangga dengan Maehwa dan segala kemajuannya. Dia masih ingat Maehwa yang kaku, tidak bisa bernyanyi dan menari dengan baik, bahkan meminta tolong pada Jun-oh untuk diajari. Sekarang kemampuan mereka telah setara.

Bagaimana mungkin dia bisa mengarang lagu sedemikian indah dan lirik dengan jutaan makna terkandung di dalamnya? Tidak salah menjalin hubungan pertemanan dengan anak itu. Maehwa benar-benar sesuatu. Membuat pertunjukan fantastis.

"Aku mencarimu dari tadi."

Jun-oh mengangkat kepala, mendapati sosok ibunya datang dengan napas tersengal dan cucuran keringat. Apakah dia baru saja maraton dari studio menuju ruang untuk peserta hanya untuk bertemu Jun-oh?

"Sedang apa Ibu di sini?! Orang tak berkepentingan dilarang masuk ke sini." Jun-oh mengeluarkan sapu tangan. "Ibu berkeringat. Ayo keringkan dulu—"

Biasanya Joonha akan segera menyingkirkan tangan Jun-oh yang mencoba menyentuhnya, namun kali ini justru dia yang memeluk anaknya itu terlebih dahulu. Jun-oh tentu gelagapan. Ada apa dengan ibunya? Dia tidak pernah begini sebelumnya.

Kebingungan Jun-oh segera terjawab saat merasakan pundak wanita itu gemetaran. Apa yang terjadi? Apa dia sedang menangis? Bukankah Joonha masih membencinya dan enggan memeluknya? Begitu banyak pertanyaan bersarang di kepala Jun-oh.

"Maafkan ibu, Jun-oh. Maaf atas segalanya..."

Jun-oh tertegun sesaat, kemudian tersenyum pahit. Dia membalas pelukan Joonha. Tidak perlu menjabarkan daftar kesalahan. Hanya satu kata yang dia butuhkan, bukan alasan membosankan.

Rasa sakit bisa menghilang seiring berjalannya waktu, namun bekas lukanya akan tetap ada di sana. Meski begitu seorang pria tumbuh dengan luka dan hal itu memberinya pengalaman hidup.

Eugeum mengintip dari jendela ruangan, melihat semuanya, tersenyum kecil. Dia ingin pergi ke toilet, namun Eugeum akan menundanya. Dia enggan merusak momentum ibu-anak sedang berdamai.

Bukan hanya Eugeum yang menyaksikan. Tak jauh dari patahan lorong, ada Maehwa yang mengambil minuman. Nada tinggi memang sangat memberatkan dan dia belum terbiasa karena itu kali pertama Maehwa melakukannya. Dia butuh air dan eh, malah melihat Jun-oh dan Joonha berpelukan.

Syukurlah jika mereka berbaikan secara utuh. Maehwa senang lagu yang dia dan timnya buat dapat meruntuhkan ego seseorang.

"I wonder if she does too."

***

Para mentor tampak lesu ketika tim Pray telah meninggalkan panggung. Mereka sepertinya sudah melupakan pertunjukan lainnya. Jika saja ini sudah berakhir, mereka ingin pulang bertemu keluarga masing-masing. Tapi mereka harus tetap di sana karena masih ada tim terakhir yaitu tim Bubble.

Ados berdiri melihat studio. Kehangatan yang ditinggalkan oleh tim Pray masih terasa dengan sangat kentara di antara Interstellar. Lihat mereka, ada yang tersenyum, ada yang berkaca-kaca. Jelas penonton dibawa terhanyut dengan lagu sedih itu.

Ados salah besar tentang Maehwa. Dia tidak hanya memikirkan diri sendiri, melainkan semua penonton yang mana masih muda. Ados memahami pesan dari lagu itu. Kita bisa membangkang dengan orangtua, namun tanpa mereka kita hanya burung tersesat. Orangtua jahat pada anaknya, namun tanpa sang anak, mereka hanya sebuah rumah kosong.

Chan-ri menatap Ise yang memeluk kepang rambutnya yang panjang seolah itu adalah buah hatinya. Rasanya dia sudah mengerti mengapa Ise tergila-gila dan takjub pada bunga Maehwa.

Haruskah Chan-ri ikut menggemarinya? Para mentor yang menutup hati untuk Maehwa perlahan-lahan terbuka. Tidak ada kata telat dalam menyukai sesuatu. Tapi Chan-ri kecewa pada dirinya telah membanding-bandingkan anak-anak itu.

"Pengen pulang. Aku kangen suami dan anakku."

"Hei, masih ada satu tim lagi. Sportif lah sedikit."

Penempatan perfomance tim Pray berada di nomor yang menguntungkan. Dampak dari pertunjukan mengharukan itu membuat penonton dan mentor lupa pada pertunjukan sebelumnya sekaligus merenggut antusiasme terhadap tim selanjutnya.

Bagai rollercoaster, Interstellar diajak naik-turun mood. Yang tadinya suasana sedih, kini disambut dengan penampilan kegembiraan dari tim Bubble. Mereka bingung mau menangis atau tertawa.

Rasanya sedikit jahat karena mengambil perhatian Interstellar, namun tim Bubble tetap memberikan yang terbaik dari yang mereka latih. Tapi nuansa gembira sungguh tidak cocok di malam mendung. Dingin-dingin begini enaknya dengar musik ballad.

Dan mereka kembali teringat tim Pray. Bagian refrain yang candu terngiang-ngiang di benak.

***

Acara berakhir pada pukul sembilan malam. Usai memberikan vote, Interstellar meninggalkan lokasi. Sedangkan trainee dikumpulkan sekali lagi ke studio sebelum packing untuk pulang. Mereka menunggu Yihyun mengumumkan pemenang dari setiap tim.

Selagi peserta pelatihan saling mengoceh dengan teman-temannya, Maehwa sibuk menyelimuti diri menggunakan selendang. Brengsek! Padahal acara sudah berakhir, tapi ac-nya masih menyala. Kulit mereka terbuat dari apa sampai tidak menggigil?!

Lama-lama Maehwa bisa hipotermia nih. Si Yihyun ke mana sih? Lama banget tibanya! Cepat beritahu siapa yang menang supaya dia bisa pulang.

Ada banyak yang akan Maehwa lakukan di motel Banana. Monitoring, ngegame (tidak boleh lupa login harian), mencoba penanak nasi yang dia beri nama Cooki. Kemudian belajar memasak otodidak.

Seseorang, tepatnya dua orang, bersandar di bahu Maehwa kiri-kanan. Melontarkan pertanyaan yang sama. "Apa kau punya waktu luang minggu besok?"

Jun-oh menatap Haedal datar. Haedal balik menatap tajam. Ada ilustrasi listrik di kedua mata mereka. Mereka sama-sama ingin mengtraktir Maehwa makan dan sama-sama tidak mau menyerah.

"Aku lebih dulu mengajaknya," kata Jun-oh.

"Ini adalah pesta antar tim Pray. Kau dari tim lain, kan? Mending mundur dulu deh."

Traktir. Siapa yang tidak suka ditraktir? Maehwa sekalipun pasti akan langsung mengiyakannya. Tapi...! Tidak ada yang boleh mengganggu kencannya dengan komputer dan Cooki. Ini adalah me time.

"Ibuku hendak memasakkan sesuatu untukmu, Maeh. Kau yakin tidak mau datang?" Jun-oh menyeringai. Dia malah menjual nama ibunya.

Telinga Maehwa bergerak mendengar itu, menoleh ke Jun-oh yang senyam-senyum. "Seriusan?"

Gotcha! Ini kemenangan Jun-oh. Dia tahu anak itu naksir pada ibunya... Eh, tunggu sebentar. Bukankah ini namanya Jun-oh bertekad menyingkirkan ayahnya sendiri? Bagaimana kalau ibunya menyukai Maehwa dan perasaan itu tidak lagi sebatas fans?

"Tidak jadi deh. Silakan main dengan timmu."

Hah? Dia terlihat memikirkan sesuatu yang jelek tentangku barusan. Aku ingin menghajarnya.

Sebelum Maehwa benar-benar menabuh punggung pria itu yang kabur setelah mengajak, dia merasakan sebuah lengan lainnya melingkari bahunya. Adalah Kyo Rim yang asyik cengar-cengir.

"Apa?" Kyo Rim tidak menjawab pertanyaan Maehwa, hanya tersenyum lebar. Tanda jengkel berdenyut di kening Maehwa. "Apa, sialan?"

Kyo Rim tertawa, sukses menggoda Maehwa. "Haha! Tidak ada kok. Aku hanya ingin berterima kasih."

Ada apa dengan bocah-bocah ini sih. Bertingkah tak wajar di sekitar Maehwa, bikin kesal saja ditambah orangnya emosian. Untung Maehwa bisa menormalkan mimik wajahnya dengan cepat begitu Yihyun datang memegang cue card (kartu petunjuk).

Ini waktunya pengumuman. Siapa pun pemenangnya, Maehwa akan mengetahuinya di episode berikutnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro