-Delapan Belas

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Terkadang ingatan bisa saja salah
.

Aku langsung lompat mengambil jarak sejauh mungkin

"Karena kau familiar dengan ucapanku barusan?

"Sungguh, kau tahu sendiri kalimat itu pasaran."

Aku menyilangkan tanganku sembari mengajukannya ke depan. Mewanti-wanti agar Ash tidak mendekat padaku.

Ash terdiam menatapku, alis tebalnya tertaut. Dia tahu aku tidak akan suka sehingga ia menarik ucapannya.

Masih dengan posisi waspada, aku mengatakan sesuatu yang pernah terlewat di pikiranku saat membalik-balikkan halaman album kenangan. "Kau tidak akan menemukannya dengan menciumi para gadis di sini. Dia sudah lulus dari sini."

"Aku tahu itu. Namun, yang kucari dari gadis itu adalah ekspresinya. Aku merasa harus menemukan ekspresi gadis itu."

"Kau selalu bilang padaku kalau kau hanya perlu gadis itu. Bukan ekspresinya. Kenapa baru bilang sekarang?"

"Jika aku berhasil mengingat ekspresinya. Aku akan ingat wajahnya. Jika aku ingat wajahnya aku bisa mencari tahu."

"Dengan?"
Suaraku memuncak. Aku sungguh kesal dengan Ash. Sudah tidak ingin tahu tentang dirinya sendiri. Sekarang mengatakan kalau bukan gadis itu yang dia cari tetapi ekspresinya. Apa maunya.

"Kau tahu sendiri kalau kau tidak akan bisa apa-apa tanpaku!" kataku sembari pergi meninggalkan Ash dan rumah kaca tersebut.

Langkahku membawaku pergi ke perpustakaan dan itu membuatku sungguh kesal ke diriku sendiri. Aku tidak sanggup mengabaikan seseorang terlalu lama terlebih bila aku terikat tanggung jawab. Kutunaikan tanggung jawabku untuk mulai mencari di album kenangan. Nyonya Merry berjaga di pojok dekat pintu masuk. Perpustakaan memang buka di hari Senin sampai Sabtu di pagi hari dan akan tutup saat jam sekolah habis. Walau terkadang memang perpustakaan ini tutup seperti yang dulu pernah kukatakan. Perpustakaan ini akan direnovasi yang entah kapan karena buku-bukunya saja belum diangkut.

Setelah menyapa Nyonya Merry, aku melangkah ke pojokan bangunan dan pergi ke rak album. Rak album memang terletak di pojok bangunan ini. Lekas kuambil beberapa album dan duduk di bangku yang paling pojok. Bangku yang paling dekat dengan rak.

"Ugh, aku tidak ingat wajahnya," bisikku kesal karena memang benar. Wajah Ash entah kenapa sulit kuingat berbeda dengan orang-orang lain. Aku pun mencari keberadaannya dan mendapatinya mengawasiku di ambang pintu.

Kubuat gerakan tangan sembunyi-sembunyi untuk memanggilnya agar Nyonya Merry dan siswa lain tidak melihatku--selain Nyonya Merry ada beberapa anak lain yang juga berada di perpustakaan ini.

Ash mengerti maksudku dan lekas mendatangi lalu duduk di hadapanku.

Aku pun mulai mencari album sembari melihat wajahnya kembali.

"Hei, maafkan aku," katanya tiba-tiba.

Aku masih diam sembari menelusuri wajah-wajah orang.

"Yang kau ucapkan benar. Hal yang awalnya kuelu-elukan dan kuyakini bisa menyelesaikan masalahku ketika dipikirkan ulang sangatlah tidak masuk akal. Aku merasa seperti aku terjebak pada hal seperti itu," katanya sambil menunduk yang membuatku berdehem kecil untuk menegakkan wajahnya kembali.

"Sejujurnya aku merasa gila. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Ingatanku hanyalah satu-satunya yang kupunya. Aku tidak memiliki apapun lagi," katanya dengan sedih.

Aku mengerti perasaannya. Seperti roh hantu pendendam yang bisa kulihat karena terkadang memiliki wujud fisik, mereka terjebak pada dendamnya dan mereka tidak memiliki apapun selain dendamnya. Serupa dengan roh hantu yang hanya terjebak, aku tidak bisa melihatnya tetapi dapat merasakannya, kata Esme simpulnya hampir sama dengan roh hantu pendendam hanya lebih lemah, dan lebih pasif melakukan kontak dengan manusia.

"Tapi kau tahu sendiri kan ingatanmu bisa saja salah," kataku akhirnya dan berhenti membalik-balikkan buku album.

Dia mengangguk.

"Sebenarnya mungkin aku bisa menanyakan tentangmu ke wanita penatu tua yang tinggal di lantai bawah asramaku. Dia tahu sesuatu tentangmu. Mungkin saja ia ingat pernah bertemu denganmu."

"Dia bisa melihatku?"

Aku mengedikkan bahu tidak yakin karena wanita penatu tua itu hanya memberikan informasi yang sangat sedikit kepadaku. Namun, informasi itu benar adanya.

Setelah menghabiskan satu buku album untuk dicocokkan dengan wajah Ash yang hasilnya masih nihil, aku mengajak Ash pergi ke basement tempat si wanita penatu tua bekerja. Namun, di sana aku tidak menemukan penatu tua itu. Melainkan seorang penatu lebih muda.

"Ke mana penatu tua yang biasanya?"

Wanita yang lebih muda itu menjawab kalau penatu tua yang biasanya sedang pulang kampung dan ketika aku menanyainya kapan dirinya kembali si pengganti menjawab tidak tahu. Hal itu membuatku merasa sedih karena pada akhirnya kami tidak mendapatkan info apapun lagi.

Aku mengajak Ash pergi ke danau buatan meski tahu ada penghuni menyebalkan di sana tetapi alih-alih kami berdua di kamar untuk sekadar menikmati pemandangan di danau itu lebih baik--ini sangatlah canggung bila di ruangan sempit berduaan saja. Asrama pun hanya terlihat segelintir orang karena sebagian orang pergi ke ekstrakurikulernya atau sekadar berbelanja dan pulang ke rumah masing-masing untuk sesaat. Sekolah ini cukup bebas soal aturan keluar masuk di hari libur.

"Namamu Isla kan? Sepertinya yang di sana mengamati dirimu terus dari tadi."

Aku terhenyak ketika ia memanggilku seperti itu dan menduga selama ini Ash tidak tahu namaku. Namun, segera terabaikan rasa kagetku pada Jennie Greenteeth yang mendekat pada kami.

Mendekat.

Dan terus mendekat.

Barangkali hanya lima meter jarak kami dengannya yang berdiri di atas air.

"KAU KAN YANG MEMBERITAHU ANAK ITU! KAU BUKAN!?" katanya dengan suara bergetar dan mengerikan. Aku mundur ketakutan sembari menarik Ash yang tiba-tiba bisa kusentuh dan dalam detik berikutnya tembus lagi.

Dengan posisi genting nan mengerikan ini, aku segera meminta Ash untuk ikut berlari masuk ke kamarku. Aku takut terjadi apa-apa dengannya mengingat makhluk itu tetap masih mampu kontak dengan Ash. Aku cari aman.

Jarak antara danau dan kamarku yang cukup jauh membuat napasku tersengal, sampai di kamar pun aku langsung menutup pintu, menutup gorden jendela yang menghadap ke arah danau dan menjatuhkan diri ke kasur. Perutku terasa sakit dan napasku terasa berat di udara musim gugur yang masih saja dingin ketika siang. Aku tidak tahu bagaimana ketika musim dingin di sini nantinya bila musim gugur sudah sedingin ini. Aku berusaha menenangkan napasku sembari tidur udang di kasur.

Kulihat Ash juga sudah di kamar, kusuruh dia duduk di tempat yang ia inginkan dan aku kemudian merebahkan diri di kasur dengan benar ketika napasku sudah normal. Tidak tahu mengapa aku sungguh mengantuk hingga tiba-tiba aku terpejam dan bertemu dengan Daisy. Ya, mengingat Jennie Greenteeth yang menyeramkan tadi membuatku juga teringat Daisy

Daisy berdiri di depanku.

Hanya dia yang tersorot di kegelapan hitam sekelilingku. Aku mencoba mendekatinya seperti serangga yang tertarik pada lampu bersinar. Namun, ia menghentikanku dengan tingkahnya yang mulai aneh.

Wajahnya membiru dan ia mengais-ngais lehernya yang terlihat tertekan sesuatu. Sembari membuka mulutnya lebar-lebar ia memuntahkan sesuatu, awalnya aku melihat air dan air yang keluar dari sorotan cahaya yang ada di depanku. Lama kelamaan sesuatu yang cokelat dengan bentuk aneh keluar, darah, hingga kemudian aku sadar beberapa cuil daging merah, mulai dari ukuran kecil sampai besar. Dalam keadaan itu dia masih mengais-ngais lehernya, yang mulai terkelupas dan berdarah. Dia juga terjatuh dengan posisi tengkurap sambil terus muntah dan memegangi lehernya. Tersirat seperti ia berusaha menghentikan saluran kerongkongannya mengeluarkan sesuatu. Namun, ia tidak bisa.

"Da-daisy!" Aku memanggilnya tetapi tidak berani mendekat.

Daisy mendongakkan kepalanya, matanya memerah dan mulutnya mengeluarkan darah dia mencoba meraihku. Sayangnya aku terlalu takut dan badanku gemetaran untuk meraihnya.

Sampai tiba-tiba ada suara yang kukenal mengatakan sesuatu padaku.

Begitu aku sadar aku melihat Ash berdiri di samping kasurku dengan wajah khawatir. Aku bangun pelan dan menatapnya yang terlihat sangat khawatir padaku.

"Ash, tadi kau mengatakan sesuatu padaku?"

~

Sepertinya saya harus menambah tag horor ._. Tapi entahlah ini masuk horor apa tidak

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro