13/21

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Biasanya, apa yang dilakukan oleh pelajar yang telah lulus atau sudah selesai menggelar pesta perpisahan? Tentu saja mengembalikan buku-buku perpustakaan yang dipinjam!

Ini masuk akal. Mengingat hari perpisahan di SMP Garuda Indonesia diselenggarakan kamis 1 desember 2022, maka sabtu adalah hari yang pas untuk memulangkan buku pustaka.

"Saya akan meminjamkannya. Tapi, waktu kalian cuman lima menit. Selesaikan dan segera pulang ke rumah." Demikian kata pengawas sukarela memberikan catatan pinjaman siswa.

"Terima kasih, Buk!" Lima menit sudah cukup.

Kimoon buru-buru membuka buku tersebut, membalikkan halaman dengan cepat. Mereka akan segera tahu siapa nama Apocalypse.

"Ah! Ketemu... Eh, apa ini?"

Terdapat coretan di kolom nama dan nomor anggota pada absen 6 dari kelas IX-5. Orang ini meminjam buku 'Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan'. Tanggal kembalian 3 desember.

Ravin menyambar buku di tangan Kimoon, memicing di coretan itu, menggertakkan gigi. "Jangan bilang dia tahu ini akan terjadi dan menghapus jejaknya?! Apo brengsek!"

"Hah? Memangnya yang seperti itu boleh?"

Dinda sudah bertanya duluan pada pengawas. "Anu, Bu, mau nanya, apa boleh seseorang yang memulangkan buku mencoret namanya?"

Beliau melirik malas daftar pinjaman siswa, menghela napas kesal. "Saya ingat sekarang. Ada seorang anak terlambat memulangkan buku saya. Tidak hanya telat, namun dia menghilangkannya. Anak itu pun membelikan buku baru sebagai denda dan menghapus namanya di buku catatan. Itu tidak jadi masalah karena dia sudah membayar denda. Saya tinggal mencatat datanya di buku besar."

"Lalu di mana buku besar itu?!"

Beliau tersenyum. "Ah, kalian mau lihat juga?"

Duk! Pang! Buk!

Kelimanya masing-masing mendapat benjolan di kepala. Dipikir beliau mau gitu mengumbar data sekolah ke murid dari sekolah lain terlebih ke anak SMA? Ngaco! Yang benar saja.

"Wahai! Kita sudah hampir dekat dengan jawabannya!" gerutu Belle menendang kerikil.

Ravin memandang datar bangunan sekolah, mengepalkan tangan. "Ayo kita mencurinya. Kita menyusup nanti malam," usulnya sesat.

Belle dan Kimoon saling tatap. Dia serius?

"Tapi, Ravin," Alvin menoleh ke titik-titik tertentu. "Selama kita masuk, kulihat-lihat ada banyak kamera cctv di sudut langit-langit. Bagaimana kalau kita tertangkap basah?"

"Alvin benar," kata Dinda mengangguk setuju. "Terlalu beresiko. Kita cari cara lain."

"Memangnya masih ada cara lain?!"

"Ada," celetuk Alvin tersenyum mantap. "Aku ada ide. Dan aku yakin ada petunjuk di sana."

-

Jalan Judasa.

"Ini rencanamu? Langsung datang ke TKP? Apa yang bisa kita dapatkan dari bekas arena pertarungan sebulan lalu?!" seru Belle gemas.

"M-maaf. Hanya ini yang terpikirkan olehku..."

Sementara Belle mencak-mencak, Dinda dan Kimoon memperhatikan lapangan luas yang entah kenapa bernuansa angker. Apa karena di sana pernah terjadi perkelahian buas? Tidak hanya itu. Ada garis polisi yang sudah kotor.

"Apa menurutmu Bareskrim yang bertindak?"

"Kurasa berlebihan memanggil Bareskrim. Paling hanya polisi unit kejahatan remaja."

Ravin menatap lurus ke alun-alun. Teringat seseorang yang memegang pipa besi nan mengalirkan darah sambil menyeringai.

"K-kau tidak apa-apa, Vin?" Alvin menepuk bahu cowok itu. Dia mendadak berkeringat dingin. "Apa yang kau lihat? Tak ada apa pun di sana."

"Ah, iya. Bukan apa-apa."

"Baiklah. Ide bagus, Alvin. Tidak ada salahnya kita mendatangi TKP. Kita akan menyebar. Cari apa pun yang bisa menjadi petunjuk. Pasti ada benda yang mengarahkan kita ke Apocalypse."

"Siap, Buk Dinda!" Kecuali Ravin, mereka hormat. Segera pergi ke pos bagian.

Baru juga mulai, telinga Alvin mendengar suara grasak-grusuk dari balik tembok. Dia menoleh ke tembok itu, menatap tanda tanya.

Apa itu barusan? Perasaannya saja?

_






Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro