chapter 11

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sanju kebingungan melihatku kayak ulat. "Bisakah kau duduk, Tobi? Aku pusing melihatmu berputar-putar dari tadi."

Aku tidak menjawab. Aku sibuk sekarang.

Aku mengunci pintu kamar dua kali, menggemboknya, memasang banyak induk kunci, memalu pintu, mendorong lemari dan benda-benda lainnya. Pokoknya pintu kamar kukunci seperti segel brangkas.

"Fuh! Selesai!" Aku menyeka keringat.

Mari berpikir sejenak. Apa benar yang tadi itu Northa? Seingatku dia bilang namanya Noran, bisa jadi bukan Northa. Eh, tapi masuk akal sih namanya Northa karena dia membuat nama panggilannya sendiri dari 'Noran Thastara'.

Astaga. Aku mengusap wajah. Apa yang Northa lakukan di sini? Kenapa dia menyebut Guardiola? Apa dia seorang klien? Aku mengacak-acak rambut frustasi.

"Ekhem." Sanju berdeham. Aku terlonjak melihatnya berdiri di depanku. "Apa yang kau lakukan, huh?"

"Tsk, aku lupa kau di sini."

"Kenapa kau mengunci kamar seperti itu? Bagaimana cara aku keluar? Jangan-jangan kau mau..." Sanju menatapku waspada.

"Jangan berpikir macam-macam deh. Kau yang salah memanggil namaku kayak tarzan," kataku ketus. Bagus, sekarang bagaimana cara membuka pintu ini? Aku terlanjur mengisolasinya.

"Lagian ya," Sanju memutariku dengan pandangan curiga. "Tingkahmu di lorong agak aneh. Apa kau bertemu gebetan atau mantanmu, hmm?"

"Secara tidak langsung kau menyindir aku yang jomblo ini." Aku menjawab malas, mencoba menyingkirkan kumpulan benda penghalang. Beginilah kalau panik.

Drrt! Ponselku berdering. Begitu kurogoh saku dan melihat siapa yang menelepon, mataku membulat. Itu dari Northa!

Astaga?! Kenapa dia mendadak menelepon?! Mungkinkah soal papasan di lorong?! Northa curiga itu aku?! Ya Tuhan!!!

Tunggu. Kutatap Sanju yang menatapku heran. Aku tidak boleh asal mengangkatnya. Ada Sanju di sini. Dia juga main game RC, tentu dia tahu member Marmoris. Arghhh!!! Timingnya sangat buruk.

"Sanju, bisakah kau keluar sebentar? Aku mau menelepon," usirku.

"Bagaimana caranya? Kondisi pintu 'aja begini. Kau mau aku teleportasi keluar?"

Sialan kau Tobi. I hate you.

Baiklah. Aku mundur selangkah. Aku sering melakukan ini. Menghancurkan satu pintu bukan masalah. Kepepet soalnya.

Memakai tenaga dalam, langsung saja kuhantam permukaan pintu. Dapat kurasakan tulang-tulang jariku berkeretak pelan.

Sanju mengernyit. "Apa yang sedang kau lakukan? Mencoba mendobrak? Mending jangan deh. Pintunya terbuat dari besi."

"Kenapa tidak bilang dari tadi ..."

"Lho, Tobi?! Kenapa kau menangis?!"

-

Aku berdiri di balkon kamar, membersihkan tenggorokan yang gatal, memencet tombol hijau. "Hai, Northa! Ada apa meneleponku?"

[Kau di mana, Tobi?]

Sudah kuduga, dia mendengar seruan Sanju. Aku berdeham. "Di sekolah. Kenapa memangnya?" Maaf Northa! Aku harus berbohong.

[Ah, tidak. Kurasa aku salah paham.]

"Kau sendiri di mana?" Northa tidak mungkin kebetulan di hotel ini.

[Kau pikir kau sendiri yang sekolah, heh.]

Eh, kenapa suara Northa terdengar dekat? Aku melongok ke bawah, melotot. Northa tepat di luar hotel, menunggu pengawalnya memanggil sopir. Segera aku enyah dari jarak pandangnya. Semoga dia tidak lihat.

[Sudah dulu, ya. Gurunya masuk nih.] Ternyata bukan hanya aku yang berbohong di sini.

Aku mengintip. Sebuah mobil berhenti di depan Northa—mungkin jemputan yang mereka tunggu. Seseorang keluar.

Aku terdiam. B-bos? Ngapain dia ...?

Bos membungkuk pada Northa. "Selamat siang, Tuan Muda. Silakan masuk. Saya akan mengantar Anda ke rumah."

"Tidak. Aku mau mampir ke rumah Anona. Aku mau bicara dengan Ayahnya."

"Saya paham."

Sebelum masuk ke dalam mobil, Northa sempat mendongak. Aku bergegas menyuruk. Mengangkat bahu, Northa pun duduk di bangkunya. Mobil itu beranjak pergi.

Aku bersandar di balkon, menelan ludah.

Jadi Northa pemilik Guardiola? Dia Bos Besar? Atasan Bosku? Kebetulan gila macam apa ini. []








Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro