chapter 13

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Tolong temukan anak saya! Dia masih sebelas tahun, masih muda dan polos. Mudah tertipu dengan orang lain." Sang ibu terisak, memohon pada polisi. "Kami akan membayar sebanyak yang kalian mau! Saya mohon."

"Ini semua salahku." Pria di sampingnya bergumam, meremas jemari, sorot matanya sedih. "Andai saja kalau aku lebih cepat menjemput Eliz, ini tidak akan terjadi. Aku tidak becus menjadi calon kakak ipar. Ini salahku ..."

"Ini bukan salahmu, Darvan." Wanita di dekapannya bergumam, menatapnya sambil mengusap wajah, menghapus air mata. "Berhenti menyalahkan diri sendiri. Eliza takkan menyukainya. Jangan pernah menghukum diri sendiri karena sebuah kesalahan. Kita akan menemukan Eliza. Kita harus berdoa untuk keselamatannya, tidak perlu bersedih berkepanjangan. Aku yakin ada keajaiban yang akan membantu kita menemukan Eliza. Jadi jangan merasa bersalah, ya?"

Pemuda bernama Darvan itu mengangguk samar, namun tetap menundukkan kepala.

"Anu," Sanju bergumam, berdiri di depan mereka sambil mengangkat tangan. Mereka, termasuk para polisi dan detektif, menoleh serempak kepadanya. "Etto, mungkin temanku bisa membantu menemukan anak kalian. Ini mungkin terdengar aneh, orang lain mendadak ikut campur, remaja lagi. Tapi sebagai tamu, tidak, sebagai penginap di hotel ini sudah seharusnya saling membantu jika ada masalah."

Mereka saling tatap ragu. Sanju sudah menduganya. Si laki-laki dewasa melangkah ke arahnya. Sanju berdecak kagum dalam hati. Abang itu begitu tampan. Dia terlihat seperti karakter-karakter di anime atau dunia 2D. Ganteng-ganteng sadboy. Sanju cekikikan.

"Terima kasih atas niatmu, Dek." Kalau saja situasinya baik, itu adalah suara yang amat memesona dan terdengar berwibawa. "Tapi ini bukan masalah biasa. Adik saya diculik. Tidak ada barang bukti selain foto yang di ambil oleh saksi mata. Bahkan detektif pun butuh waktu mencarinya."

Sanju menggeleng pelan. "Itu sudah lebih dari cukup bang, eh, Kak. Teman saya pasti bisa menemukan lokasinya."

Aku mengernyit heran. Mendadak Sanju menoleh padaku. Itu anak merencanakan apa dah. Waduh, firasatku tidak enak nih. Habiskan dulu teh ini lalu balik ke kamar.

Sanju seenaknya menunjukku seolah tahu aku hendak kabur. "Sohib saya yang satu itu kebetulan pintar. Dia pasti bisa menemukan adikmu, Kak."

BYUR! Teh panas di mulutku tersambur keluar. Aku terbatuk, bergegas mengambil sapu tangan guna mengelap wajah, langsung mengirimkan pelototan pada Sanju.

Astaga? Aku yakin telingaku masih berfungsi dengan benar. Apa cewek itu ingin membuatku malu satu hotel?! Geram aku. Lagian apa maksudnya 'kebetulan pintar'. Aku tidak menganggap diriku pintar. Yang pintar itu kan si Erol. Harusnya dia menyebut Erol bukan aku.

"Eh, beneran kau bisa?" celetuk Tani.

"Wah. Nggak sangka Tobi jago teka-teki," timpal Kethra menambahi.

Aku menutup wajah. Sanju sompret! Apa dia ingin membuatku jadi pusat perhatian, hah?! Bukan begini caranya! Malahan aku seperti memberi harapan palsu pada keluarga yang diculik.

Kemudian, aku meremas saku celana yang berisikan ponsel, menggigit bibir. Sedari makan malam hapeku tidak mau berhenti berdering. Notif dari game RC atau pesan dari Marmoris bertubi-tubi memasuki device-ku. Rencanaku setelah makan kembali ke kamar dan ngegame.

Oh, ayolah. Kalau terus begini, kapan aku jadi anggota resmi? Tidak boleh. Aku tidak boleh melewatkannya lagi. Clandestine bisa mendrampatku.

"Kau betulan bisa, Tob?" tanya Erol.

Menyesal aku menoleh. Lihat dia, duduk berduaan dengan Yume. Apa Erol tukang pamer pacar? Bikin semak otak 'aja.

"Tentu saja aku tidak bisa—"

Aku terdorong ke depan karena Sanju menabokku keras. "Hahaha. Kalian ini makanya jangan notis si Erol mulu," katanya terkekeh menyikut pinggangku. "Anak ini lumayan jago lho ..."

"Apa maksudmu, Sanju?"

"Eh?" Aku dan Sanju menatap teman-teman, menelan ludah. Suasananya berubah.

"Kau meremehkan Erol? Tobi memang pintar, tapi kalau Erol serius, dia pasti juga akan berhasil menemukan putri bungsu mereka yang hilang itu. Erol kan genius."

Rasanya ada berdenyut nyeri di dalam sini. Aku tersenyum miris. Sebegitunya ya mereka pada pahlawan mereka. []



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro