chapter 24

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Mereka dibegal? Aku sudah memperingati jangan lewat sana! Kenapa mereka membahayakan diri hanya karena jalan itu satu-satunya jalan pintas? Dasar kepala batu."

Aku menghiraukan perbincangan tamu hotel di di lobi utama, bergegas ke tempat lift berada. Aish, ada yang sedang memakainya.

Tak mau ribet, aku pun menaiki tangga darurat. Kamarku berada di lantai 10, itu tidak jauh. Berlari tercatat di jadwal sehari-hariku.

Brak! Daun pintu membentur dinding.

Aku mengambil tas dan koper serta semua barang-barangku di kamar, beralih menelepon seseorang (juniorku di Guardiola). "Ah, ini aku Tobi. Bisakah kau memberiku tumpangan? Terima kasih, Brother. Aku akan mengirim alamatnya—"

Sanju datang merebut ponselku dari belakang, mematikan panggilan itu. Berkacak pinggang.

"Hei! Apa yang kau lakukan, Sanju?!"

"Jangan kabur."

"Apa maksudmu, heh? Kau tidak mengerti apa pun. Kembalikan ponselku."

Sanju justru menyembunyikannya ke tas, menatapku lekat-lekat. "Aku melihat semuanya. Aku melihat apa yang Yume lakukan padamu, termasuk pacarnya si Erol sialan. Juga keluarga pemilik hotel ini. Aku tahu kau diperlakukan tidak adil."

"Itu bukan urusanmu. Kembalikan saja ponselku." Oh, tidak. Mataku mulai memanas.

"KAU TAK PERLU BERPURA-PURA KUAT DI DEPANKU, TOBI! Kenapa kau menahan tangismu? Aku takkan menertawakanmu. Jadi, kau tak perlu menahannya. Mereka jahat padamu. Aku takkan membela mereka."

"Kau tidak mau mengembalikannya? Oke, ambil saja. Aku bisa memakai telepon umum." Aku menyandeng tas, menarik koper, beranjak pergi ke luar.

Sanju memelukku dari belakang membuat langkahku terhenti. "Kenapa kau tidak mau menangis? Semua orang akan sedih dianggap tidak ada. Keras kepala."

Aku mengepalkan tangan. "Harapanku untuk mendapatkan kembali tempatku hanyalah angan belaka. Buktinya cahayaku tak cukup terang menyainginya. Dia terlalu terang hingga cahayaku menjadi redup. Kau benar, Sanju. Tak ada gunanya berusaha. Sudah berakhir. Aku tak bisa mengalahkannya. Aku menyerah."

"Apa ... maksudmu?"

"Aku akan pindah sekolah."

Benar, ini yang terbaik. Aku sudah memikirkannya matang-matang. Daripada aku makan hati oleh kelasku sendiri, lebih baik aku betulan menganggap diriku tidak ada. Toh, tabunganku cukup banyak untuk mendaftar ke sekolah baru. Tak ada masalah dengan keuangan. Aku akan menjauh dari Erol dan Yume.

"Kalau begitu aku ikut."

Aku menoleh kepadanya, mengernyit. "Ikut?"

"Hm. Aku ingin ikut denganmu."

"Jangan bercanda. Kau masih bergantung pada orangtuamu dan Om takkan mengizinkanmu begitu saja. Kau pikir pindah sekolah itu gampang?" Ada-ada saja guyonan Sanju demi menghiburku.

"Aku serius tahu!" Sanju menggaplok punggungku, berdesis kesal. "Aku akan mengikutimu ke mana pun. Kenyamananmu prioritasku."

Aku terdiam. Sanju menatapku serius. Apa dia bersungguh-sungguh akan perkataannya?

"Makanya," Sanju memegang tanganku. "Jangan kabur. Kalau kamu kabur sekarang, situasinya bisa makin rumit. Kau tahu istilah drama queen, bukan? Mereka bisa mencapmu drama king. Kuharap kau paham maksudku."

Aku mendengus. "Apa-apaan itu."

Sanju terkekeh. "Bagiku, tidak ada yang sekeren dirimu, Tobi. Di mataku Erol hanyalah karakter sampingan yang mencoba menjadi tokoh utama."

"Terserah lah. Aku mau tidur. Kau keluar sana."

-

Erol menatap teman-temannya tajam. "Kenapa kalian mengabaikannya? Akulah yang memulai perkelahian! Kenapa kalian tidak mencegah Tobi, huh? Kenapa kalian malah mendorongnya untuk pergi?! Apa kalian tidak peduli padanya? Dia itu juga teman kalian!"

"Erol, kenapa kau menyalahkan kami? Tobi memukulimu, tentu saja kami harus menariknya mundur darimu."

"Kalian salah paham! Salah paham!"

"Kami tak bisa membiarkanmu babak belur olehnya, Erol. Tobi menyalahgunakan kemampuan bela dirinya. Dasar pengecut. Aku tak suka dia."

"Apa?! Kalian tidak paham apa pun! Pertengkaran tadi bisa jadi peluang untukku dan Tobi menyelesaikan masalah. Dan lihat sekarang, semuanya berantakan."

"Erol, kau terobsesi dengan Tobi? Kenapa kau bersikeras ingin menjadi temannya sih?"

"Ah, sudahlah." Erol melangkah ke depan Yume yang diam membeku. "Kenapa kau melakukannya?"

Yume gemetar mengepalkan tangan.

"Kenapa kau melakukan itu pada Tobi? Kenapa kau tega menghinanya?" Erol menggigit bibir, mendesah pelan. "Apa karena kedatanganku? Adanya aku di sini, merusak persahabatan kalian."

"Tidak!" sanggah Yume menyeka air mata. "Itu bukan salahmu, Erol. Ini semua salahku. Keegoisanku meninggalkan Tobi. Bukan salahmu. Maafkan aku ...."

"Jangan minta maaf padaku, Yume. TAPI MINTA MAAF LAH PADA TOBI! KAU TELAH MENYAKITINYA! Sama sepertiku yang melukai perasaan Tobi tanpa kuketahui."

Yume terisak. Dia melakukan kesalahan besar. []






Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro