D u a p u l u h

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

20. Menjauh?

Abay menghentikan laju motornya. Beby turun, menurunkan standar motornya, Abay melepas helm dan ikut turun. "Ayo gue anter ke dalem," kata Abay.

"Bay, bentar."

Abay mengerutkan alisnya, "Kenapa?"

"Kenapa gue ngerasa sedih banget hari ini. Padahal harusnya gue seneng, bisa bagi-bagi makanan bareng lo, apalagi lo orang yang bikin gue jadi Beby yang sekarang," ujar Baby.

"Perasaan lo aja kali, By," jawab Abay.

Beby menggeleng, gadis itu meraih tangan Abay. "Gue ngerasa, gue bakal kehilangan sesuatu tapi gak tau apa. Gue rasanya—rasanya gue pingin nangis, Bay."

Abay diam. Cowok itu menarik napasnya pelan, apa ucapan yang Beby maksud adalah dirinya?

Berarti, bukankah itu artinya … setakut itu Beby kehilangannya?

Ah … jangan terlalu banyak berharap, Abay.

Abay menarik Beby ke dalam pelukannya. Tangan gadis itu meremas baju seragam Abay dan menangis di dadanya.

Abay mengusap pelan punggung milik Beby. "By, gak akan ada yang pergi," ujar Abay pelan berusaha menenangkan Beby.

"Gue gak mau hari ini berakhir. Lo gak akan pergi kan, Bay? Gue …."

"Gue ada, By."

Abay menangkup pipi gadis itu, jempol tangannya mengusap Pipi Beby dengan pelan. Ia tersenyum, "Coba senyum," kata Abay.

Beby menggeleng dan kembali memeluk Abay, gadis itu lagi dan lagi menangis.

Jika begini keadaannya, apa bisa Abay menjaga jarak dengan Beby?

"Bay, janji sama gue lo gak akan pergi."

Abay tak menjawab, ia memejamkan matanya. Wajahnya terjatuh pada puncak kepala Beby.

Mencium rambut itu beberapa kali. "Gue gak pergi."

"Lo udah janji sama gue, jangan nangis, lo harus kuat. Masa gak ada angin gak ada hujan tiba-tiba nangis?" ledek Abay.

Beby melepas pelukannya, gadis itu mendongak menatap Abay yang jauh lebih tinggi darinya.

Abay tersenyum, mencubit pipi Beby dengan gemas. "Kenapa?"

"Bay, gue …."

Abay mendaratkan bibirnya pada kening Beby dengan lembut. Beby memejamkan matanya saat benda lembut itu terasa begitu hangat di keningnya.

Abay menjauh, cowok itu menggenggam tangan Beby dan menatap gadis itu lembut. "Udah tenang?" tanya Abay.

Beby mengangguk. Gadis itu perlahan tersenyum saat merasakan debaran yang begitu cepat di dadanya.

"Apa itu artinya … lo sayang sama gue?" tanya Beby.

Abay diam, haruskah ia menjawab?

Motor milik Rios berhenti tepat di samping mereka. Beby buru-buru menarik tangannya dari genggaman Abay.

Cowok itu tersenyum miris.

Beby masih menjaga hati Rios, berarti … Beby tidak ada perasaan apapun pada Abay, bukan?

"Yos," kata Beby.

"Mama baru pulang, katanya pengen ketemu lo," ujar Rios.

Wajah Beby seketika berbinar, gadis itu melayangkan senyumnya pada Abay. "Bay, gue ikut Rios, ya! Lo hati-hati di jalan. Makasih! Dadah!"

Beby langsung naik ke atas motor Rios. Setelahnya, mereka melaju pergi meninggalkan Abay.

Abay terkekeh pelan, "Sadar, Bay, sadar."

Di perjalanan, Rios melirik ke arah Beby lewat kaca spionnya. Cowok itu menghela napas pelan, "Lo ada hubungan apa sama cowok tadi?"

"Dia orang yang udah nemenin gue, dia juga yang bikin gue berani lawan Regita kemarin. Dia banyak banget ngajarin gue hal-hal sederhana tapi berguna," jawab Baby.

"Lo suka sama dia?"

Beby diam, gadis itu memilih mengabaikan perkataan Rios.

Tangan Rios terulur mengambil tangan Beby agar memeluknya.

Namun, yang Beby rasakan berbeda. Debaran itu tak lagi ada, usapan di tangannya, tak lagi membuat pipi Beby memerah seperti dulu.

Entah kenapa dan entah karna apa.

Gadis itu menarik tangannya, kemudian ia memundurkan duduknya.

Rios tersenyum miris, apa Beby tengah menjaga jarak padanya?

***

Hari Minggu, Beby datang ke restoran bersama Daffa. Seperti biasanya, tapi katanya … hari ini Restoran tutup dan akan mengadakan sesi foto koki dengan menu baru.

Senyum di bibir Beby melebar saat mendapati Abay yang baru saja datang dengan kamera di tangannya.

"Bay—"

"Gue ke sana dulu ya." Abay langsung pergi begitu saja meninggalkan Beby.

Gadis itu mendadak sedih. Tapi, sebisa mungkin ia berpikir positif, mungkin … Abay sudah ditunggu di dapur?

Beby memilih berjalan mengikutinya. Ia berdiri di samping Daffa, mengaitkan lengannya dan bersandar pada lengan Papanya. "Gak malu manja sama Papa? Ada Abay tuh," goda Daffa.

"Tau, dasar anak Papa," cibir Boby.

Beby menatap sinis ke arah adiknya itu. "Kalau gue anak Papa, terus lo anak siapa? Anak sapi?" tanya Beby.

"Beby ngatain Papa sapi?" sahut Daffa.

"Ih, dia tuh anak sapi, Pa!" Beby menunjuk Boby.

Daffa memasang wajah sok marahnya. "Boby kan anak Papa, kalau kamu nyebut dia anak sapi, secara gak langsung kamu sebut Papa sapi juga."

"Tau ah! Papa mah belain dia terus."

Tatapan Beby beralih pada Abay yang sibuk memotret. Gadis itu merasa ada yang aneh dengan Abay.

Saat keduanya tak sengaja bertatapan, Abay langsung membuang muka begitu saja.

Beberapa jam berlalu, Abay terlihat sibuk dengan laptop di mejanya.

Beby duduk di samping Abay. "Lagi apa?"

Abay melirik sekilas, cowok itu langsung mematikan laptopnya dan menutupnya.

Abay beranjak, "Om," sapa Abay saat Daffa baru saja bergabung.

"Gimana?"

"Udah, tinggal diedit aja, oh iya Abay izin ngedit di rumah aja ya, Om. Biar lebih teliti."

Abay menghindari Beby. Beby merasakannya.

"Ya udah, Om mau anter Boby pipis. Kalian ngobrol aja."

Daffa langsung membawa Boby ke belakang.

Abay terlihat membereskan alat-alatnya. "Bay, lo ngehindar, ya?"

"Gue sibuk."

"Bay …."

"Gue duluan ya." Abay langsung pergi begitu saja meninggalkan Beby.

Gadis itu menatap kepergian Abay.

Apa cowok itu marah karna dia meninggalkannya dengan Rios kemarin?

Atau kenapa?

Kenapa Abay jadi begini?

Semua pertanyaan langsung muncul begitu saja di kepalanya.

"Lo kenapa, Bay."

TBC

Abay kenapa nih?

Kesan setelah baca part ini?

Ada yang ingin di sampaikan untuk Rios

Beby

Abay

See you!

Btw udah pada baca Jangan Geer! Belum? Yang belum ayo baca sebelum partnya di hapus:)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro