1|A BAD DAY!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kumparan deadline adalah
neraka kecil bagi budak korporasi
-ephemeral-

Kumparan deadline adalah neraka kecil bagi semua budak korporasi. Apalagi bagi divisi tim kreatif sebuah perusahaan advertising berskala besar. Tugas dadakan, revisian atau yang paling menjengkelkan deadline mepet waktu presentasi.

Ruang divisi kreatif perusahaan agen periklanan terbesar di Surabaya di bawah naungan PT Mahawira Global Sinergi, berada di lantai 20 sebuah gedung perkantoran ekslusif bernama Viza Tower. Bangunan Ekslusif nan prestisius karena posisinya di lingkup yang mudah diakses dari seluruh penjuru kota Surabaya. Konon pemilik gedung berlantai 32 ini merupakan pengusaha real estate yang namanya sering muncul di majalah bisnis internasional. Penyewa gedung rata-rata merupakan perusahaan bonafit dengan kredibilitas yang tidak perlu diragukan lagi. Tower yang terdiri dari sepuluh lift dengan akses terpisah. Lift khusus direktur, dan lobi ekslusif nan luas yang mengukuhkan kalau Viza Tower merupakan gedung perkantoran dengan fasilitas Grade A pertama di kota pahlawan.

"Ta, proyek yang dari Orchid Beauty, Lo yang handel ya. Deadlinenya besok, kalau udah selesai Lo langsung aja setorin ke meja Pak Rashad, biar cepat dicek dan ACC."

"Apa?" Tsabita menggaruk pelipisnya sebagai reaksi kaget. Gadis berpashmina sage green itu masih tercenung oleh permintaan sang senior. Hawa sejuk AC seakan menyusut, menyisakan rasa panas pemicu menderasnya buliran keringat pada kening Tsabita. Gugup dan cemas. Perutnya mendadak mules kalau sudah mendengar kata 'deadline'

"Konsep buat deadline besok, Lo yang rampungin, Tsabita." Kata-kata Yola- rekan satu tim kreatif kembali merangsek memenuhi otak Tsabita.

Mampus Lo Bita! Refleksnya dalam hati.

Tolong, siapapun katakan, kalau Yola barusan hanya bercanda?
Mengerjakan konsep iklan? Sendirian? Tsabita mau pingsan dulu sepertinya. Meskipun dia terbilang cukup lama bergabung dengan tim kreatif di lingkup perusahaan Advertising tempatnya memungut pundi-pundi rupiah, tapi Bita masih menganggap dirinya adalah junior. Dan, junior biasanya tidak diperkenankan menangani konsep proyek sendirian tanpa didampingi senior tim kreatif.

Bagaimana bisa mendadak dikasih kerjaan super pressure kayak gini? Mana deadline-nya besok? Sepersekian detik Bita hanya membisu sibuk memikirkan alasan apa kira-kira yang pas untuk berkelit dari tugas dadakan. Bita sama sekali belum siap jika nanti harus menghadap langsung pada Pak Rashad. Si Bapak Direktur Kreatif satu itu ibarat sinonimnya diktator. Kejam, super arogan, over ambisius, multi otoriter, dan entahlah Bita tidak tahu korelasi apa lagi yang tepat untuk menggambarkan sosok Pak Rashad.

Bukti bahwa inisial R memang meresahkan.

Satu-satunya hal yang bisa dimaklumi dari sosok Pak Rashad cuma satu; wajah yang terpahat sempurna mirip aktor Thailand Luke Ishikawa - yang dramanya sering ditonton oleh Bita. Wajar sih, katanya Pak Rashad ini blasteran. Peranakan Chinese - Jawa - Jepang.

"Jangan bercanda deh, Yol, gue masih junior, yakali disuruh ngerjain konsep iklan sendirian. Mana deadline mepet banget." Bita mengkonfirmasi akhirnya. Gadis itu lantas menggersah cemas, menampilkan mimik wajah melas.

Pasalnya selama kurun waktu setahun ini Bita jarang sekali berhadapan langsung dengan Pak Rashad. Gadis itu banyak menghabiskan waktunya di kubikel, dengan interaksinya bersama anak-anak tim kreatif.

Tiba di kantor palingan ngetem di ruangan, sesekali saling melempar canda atau obrolan gaje dengan rekannya. Hidupnya Bita di kantor yang berputar di lingkaran tim kreatif  bersama dengan Yola, pemilik nama lengkap Febiola Marinka, cewe 25 tahun blasteran Jawa- Manado yang kini telah menjadi bestiee-nya.

Selain itu ada Mas Tito si
Bapak 3 anak, 36 tahun  yang sukanya muter lagu-lagu Maher Zein sama Nancy Ajram. Mas Tito yang selalu tiba di kantor dengan outfitnya andalannya; poloshirt dipadu celana jeans gelap. Bita sampai hapal, Mas Tito bahkan punya selusin poloshirt untuk dipakai dari Senin sampai Senin lagi.

Atau dengan Bang Emil- si senior yang fokus di area copywriting dengan tubuh bongsornya membuat perutnya sedikit maju mirip ibu hamil tiga bulan. Laki-laki 32 tahun itu hobinya makan. Paling gercep kalau ada traktiran.

Sudah?

Belum. Masih ada Candra Agusta - yang akrab dipanggil Candra 26 tahun. Si super jangkung tapi badannya tipis- sering diledek tiang listrik oleh anak-anak kreatif.

Sepasang bola mata Yola refleks berotasi.
"Excuse, Lo udah berapa lama sih, Ta, gabung di tim kita? Masih aja nyebut junior," ujarnya menatap raut Bita. "Kalau anak-anak magang, tuh, baru bisa disebut junior, Lo udah setahun gabung di tim kita, Beb."

"Please lah, jangan gue, Yol, Bang Emil, atau Candra, Mas Tito, yang penting jangan gue sendirian."

"Enggak ada lagi Ta, gue sibuk handel produk lipstik, si Emil ngerjain iklan shampo yang mau tayang, Candra juga ada deadline lain. Mas Tito juga sibuk sama deadline lain. Tinggal Lo doang yang free." Yola menukas dengan rentetan penjelasan panjang dengan intonasi cepatnya.

Bita benar-benar masih blank tentang konsep apa yang akan diaplikasikan untuk produk yang disebutkan Yola. Ini seperti uji nyali baginya. Meskipun kerap melontarkan rasa optimise, tapi jika trial langsung seperti sekarang mendadak otaknya dipenuhi overthingking berlebihan.

"Ta, malah bengong." Kalimat Yola membuyarkan lamunan Bita. "Lo yang ngerjain ya?"

"G-gue enggak yakin, Yol." Panik Bita.

Yola memutar bola mata. Kebiasaan si Bita, selalu kurang percaya diri dengan kemampuan sendiri.

"Nona Sagittarius, kebiasaan Lo satu ini mesti dibuang jauh-jauh deh, Ta. Selalu enggak percaya diri dengan kemampuan sendiri, ujung-ujungnya merasa enggak berharga dan putus asa. Padahal Lo bisa, Bita. Come on! You can do it, Beib."

Bita mengangguk pasrah. Memangnya dia punya pilihan lain untuk bilang 'tidak'

"Yaudah deh, emangnya gue punya pilihan lain? Mana sini draf kasarnya, Yol." Bita memintanya dengan wajah ditekuk. Yola segera memberikan map berisi draft kasar hasil meeting dengan divisi planner beberapa waktu lalu sekaligus flashdisk untuk soft file yang akan dibuka.

"Semangat Sayang, Lo pasti bisa." Yola mencubit gemas pipi Bita saat berkata, kemudian fokus duduk kembali di kubikelnya.

Embusan napas berat Bita melompat dari mulut.

Bita lantas membuka map berisi draf kasar, garis besar konsep yang diinginkan klien. Kali ini klien yang dia tangani tidak main-main. Orchid Beauty, merupakan korporasi yang sudah menjalin hubungan kerjasama cukup lama dengan perusahaan tempatnya bekerja. Setelah sukses dengan beberapa brand terdahulunya, sekarang Orchid Beauty akan launching produk baru berupa body butter serta body mist dengan pangsa remaja dan dewasa muda.

Bita masih blank. Tangannya bergerak menekan mouse. Mengklik untuk menggeser kursor layar, mencoba mencari inspirasi di dunia maya. Tiba-tiba senyumnya terbit. Otaknya memutar kembali obrolan dengan Yola tadi. Nona Sagittarius?

Kepalanya seperti diketuk saat ide itu melintas tanpa permisi dalam otaknya. Bergegas Bita membuka draf konsep. Meneliti setiap varian produk yang akan digarap.

Masing-masing ada empat varian aroma. Lavender, Berrys, Jasmine dan Peony. Kaum Gen Z pasti akan menyukai apa yang diaplikasikan ke dalam konsep iklannya kali ini. Biasanya masalah seputar remaja enggak jauh-jauh dari cinta monyet, baper, cinta bertepuk sebelah tangan, atau sifat-sifat lainnya yang tertuang dalam bentuk plus minus dibungkus lewat berbagai artikel zodiak.

Bita mulai fokus dengan layar komputernya. Senyumnya terpulas lebar, semangatnya mengobar. Merasa puas dengan ide yang baru saja dia aplikasikan pada produk klien, dan yakin konsepnya akan mendapat persetujuan dengan mulus. Zodiac selalu hits di kalangan remaja perempuan maupun dewasa muda. Dan, Bita baru saja memasukkan unsur zodiak yang dianggap sebagai stimulan efektif menarik atensi banyak audience. Empat zodiak yang dia pilih. Masing-masing produk akan dicocokkan dengan karakter si zodiak yang mewakili empat unsur; air, tanah, api, dan udara. Bravo Bita! Batin Bita merasa lega.

Huuuft! Hela napas panjang. Rasanya tidak sia-sia Bita mengorbankan jadwal istirahat makan siang untuk lembur mengerjakan konsep desain iklan mepet deadline. Empat jam berkutat di kubikel dengan memeras otak serta tenaga, akhirnya dia bisa sedikit bernapas lega. Final konsep sudah masuk meja Pak Rashad. Tinggal menunggu kabar baik.

"Ta, tumben enggak ngantin?" Yola melongok dari kubikel sebelah. Teman setimnya itu baru kembali dari meeting dengan divisi marketing. Bita membalas dengan embusan napas.

"Capek banget gue. Astaga, sampai enggak kerasa kalau laper gegara dikejar deadline." Ingin beranjak dari kursi tapi Bita pikir tanggung. Sebentar lagi jam bubar kantor. Ah, tapi dia belum bisa sepenuhnya bernapas lega karena belum ada kabar mengenai nasib konsep yang dikirim ke meja Pak Rashad. Apa konsep rancangannya disetujui atau justru malah berakhir menjadi kertas reject di tempat sampah? Bita jadi cemas sendiri memikirkannya.

"Udah kelar ini, kan, Ta. Ngantin dulu sana, ntar sakit lagi enggak makan siang." Yola kembali bersuara, mengingatkan Bita.

Sebenarnya Bita ogah menyeret kaki ke kantin siang ini, alasannya bukan semata karena sedang dikejar deadline, tapi gara-gara di meja bundar yang biasa dia tempati bareng anak-anak kreatif pasti sepi di jam nanggung begini--juga, enggak ada Pak Rafka yang biasanya menghabiskan jam makan siang di kursi tidak jauh dari kumparan Bita dan teman-temannya.
Bapak Manager satu itu selalu membuat dada Bita berdentam tak tahu aturan. Rafka yang murah senyum, wangi, sangat sopan, dan ... sangat ganteng di mata Bita.

Rafka Dirgantara. Manager operasional yang telah mencuri ketenangan hati Bita. Bita naksir Rafka sudah dari zaman kuliah. Dan, semesta seakan turut menyemarakkan ueforia hati Bita saat dia dan Rafka dipertemukan lagi dalam satu kantor yang sama. Kalau dihitung, totalnya sudah empat tahun Tsabita memendam rasa suka pada Rafka tanpa berani mengutarakan. Bagi Bita, bisa berada di dekat lelaki berpunggung tegap nan tampan itu sudah lebih dari cukup. Soal perasaan, biar waktu yang menjawab.

"Ta, malah ngelamun?" Suara Yola menyadarkan lamunan Bita tentang Rafka. "Telepon Lo bunyi tuh, angkat buruan!" Kata Yola lagi. Bita sedikit terkesiap sebelum mengamit telepon pada apitan pundak dan telinganya.

"Iya Mbak Nilam? Sekarang? Oke." Bita menutup sambungan telepon. Beranjak dari kubikel hendak menuju ruangan Pak Rashad di lantai atas.

"Kenapa, Ta?" Interupsi Yola memaku langkah Bita sejenak.

"Gue disuruh ke ruangan si Bucek." Bucek merupakan akronim Bucin Perfek. Gelar yang disematkan anak-anak kreatif buat Bos mereka - Pak Rashad - karena dinilai terlalu sempurna untuk menjadi budak cinta. Ganteng-ganteng tapi bucin sama pacarnya selebgram itu  enggak ketulungan.

Kalau Bita punya sebutan sendiri; Bapak Direktur Kreatif Yang Maha Sempurna.
Sebuah satir yang sengaja Bita sematkan akibat Pak Rashad yang apa-apa maunya super perfect tanpa mau kendala yang dihadapi anak buah di lapangan. Sampai berkas map yang mampir ke meja si Rashad itu pun harus banget dilap pakai tissue antiseptik lebih dulu sebelum laki-laki itu membukanya.

"Konsep Lo di-approve, Ta. Selamaaaat." Yola melongok dari kubikelnya sembari bertepuk tangan ke arah Bita.

Bita memutar bola mata. Yola terlalu hiperbolis. Kalau nanti kebalikannya gimana? Perasaan Bita mendadak jumpalitan. Deg-degan luar biasa gara-gara akan menghadap langsung ke ruangan Pak Rashad.

"Belum kali, Yol. Ntar kalau kebalikannya gimana?"

"Jangan pesimis gitu Sayang, harus optimis dong," ujar Yola. "Ingat Ta, konsep minggu lalu Lo juga yang ngerjain, hasilnya keren kan, lolos tanpa revisi lagi."

"Tapi yang itu, kan, dibantu sama Bang Emil, Yol. Bukan gue sendiri yang ngerjain."

"Halah, Bang Emil paling cuma seuprit, andil besarnya ya diri lo sendiri, Ta."

Bita mengamini kata-kata Yola. Tidak sepenuhnya salah ucapan temannya barusan. Bang Emil hanya membantu riset kecil-kecilan, sementara yang menyusun dan mengerjakan konsep adalah Bita sendiri. Tapi walau begitu Bita sangat semangat mengerjakan karena sebelumnya telah mendapat suntikan energi ketika mendengar pujian Pak Rafka - mengatakan jika Bita itu penuh imajinasi dan sangat kreatif.

---

Lima belas menit Bita berada di ruangan Pak Rashad, selama itu juga dia merasa seperti di dalam kerak neraka. Panas dan bawaannya mau emosi mendengar vonis bosnya - saat menyinggung hasil kerjanya dinilai seperti sampah. Tolong kasih Bita pencerahan. Apa dulu waktu Tuhan menciptakan makhluk bernama Rashad Mahawira ini kelupaan menuangkan rasa manis? Kenapa wajah yang aslinya ganteng itu harus selalu memancar garang serta mengatakan hal yang pahit plus getir. Bita merekam tatapan matanya sudah seperti drakula yang siap menerkam mangsanya.

"Kalau konsep kamu ditolak klien, saya pastikan kamu akan mengalami semua konsekuensi seperti yang kamu katakan barusan." Sepasang iris almond Pak Rashad membidik tepat ke dalam mata Bita saat berkata. Kedengarannya seperti sebuah intimidasi.

"Iya-iya, Pak. Coba senyum dikit aja, biar saya enggak gemeteran, Pak! Keluar dari sini takut banget saya depresi."  Kelakar Tsabita sebelum pamit keluar ruangan Bapak Direktur Kreatif. Rupanya usaha mencandai si Bapak Direktur Kreatif adalah tindakan bodoh. Alih-alih tersenyum sedikit saja, Rashad malah memberinya lirikan tajam.

Keluar dari sana Bita menampilkan wajah tertekuk sempurna beserta umpatan terus melompat dalam hati. Bita kaget karena baru pertama kali menghadap langsung pada Pak Bos, tapi sekonyong-konyong mendapat label konsepnya sangat buruk.

Bita meneruskan langkah, bukan menuju kubikelnya di lantai bawah, tapi ke kantin ingin membeli sesuatu. Pak Bos dan segala yang bersinggungan dengan laki-laki itu lumayan membuat mood Bita terjun bebas hari ini. Dia butuh sesuatu untuk mendinginkan otaknya yang mengepul panas. Segelas jus di kantin sepertinya lumayan.

Usai menandaskan jus semangka favoritnya, Bita kembali ke ruangannya. Di saku blazernya telah terisi beberapa batang cokelat yang dibeli di kantin. Oh iya, Bita ini punya kebiasaan unik. Setiap kali merasa sebal, kesal, kecewa atau pengharapannya belum terkabukan, dia akan bagi-bagi cokelat sama teman terdekatnya.

Bita memasuki kubikel dengan wajah menunduk lesu. Cokelat dalam saku diambil satu persatu lantas dia letakkan ke meja teman-temannya. Yola sedikit terkejut dengan kehadiran Bita.

"Ta, gimana? Aman?" Pertanyaannya digelengi Bita. Yola mengerutkan kening. Penasaran.

"Lo enggak lihat Bita bagi-bagi cokelat gini?" Candra di kubikel sebelah menukas. Cowo satu itu langsung mengeksekusi cokelat pemberian Bita. Dia hapal sekali kalau Bita sudah bagi-bagi cokelat artinya dunia sedang tidak baik-baik saja. Dunia Tsabita maksudnya.

"Kenapa Ta?" Mas Tito bertanya tanpa mengalihkan fokus dari komputernya. Bita mereaksi dengan mengangkat kedua bahu.

"Sabar ya, jangan dimasukkan hati. Pak Rashad memang disiplin orangnya, tapi dia baik, kok." Suara itu berasal dari laki-laki yang berdiri persis di sebelah kubikel Bita. Rafka. Sepanjang memasuki ruangan wajah Bita tertekuk dengan kepala dikelilingi banyak afirmasi buruk dari Pak Bos, sampai tidak menyadari ada Rafka berdiri di sana.

Lagi. Jantung Bita rasanya ingin melompat mendapat tatapan teduh plus senyum manis Rafka. "Makasih Pak, ini buat Pak Rafka." Bita berikan sebungkus cokelat pada Rafka.

Lelaki itu tersenyum lebar. "Makasih cokelatnya," katanya dengan senyum semringah. "Saya ke sini mau memastikan deadline sudah selesai semua. Besok sebelum jam makan siang rencananya saya dan Pak Rashad yang akan menemui klien untuk presentasi penting kita."

Bita manggut-manggut. Sekarang dia paham kenapa Rafka ada di ruangan ini.

"Ta, serius gagal?" Yola melongok dari tempatnya duduk.

Bita sudah duduk kembali di kursinya. Alih-alih menjawab Yola, gadis itu membenamkan wajah pada permukaan meja kerja.

" it's a bad day," ucapnya dengan nada lesu.

"Bukan gagal, hanya perlu diperbaiki sedikit lagi. Jangan diambil pusing, semangat revisinya, Tsabita, nanti saya temani lembur, kebetulan saya juga pulang telat hari ini." Rafka bicara lagi. Tsabita menengadah menatap lelaki itu beberapa detik tanpa kedip. Mendadak salah tingkah, lalu senyum tipisnya tersaji sembari merapal terima kasih. Rafka dan semua tentang lelaki itu memang mood booster paling ampuh bagi Bita.

Usai kepergian Rafka, Bita jadi berpikir dalam hati. Katanya, Pak Rashad sama Pak Rafka, mereka sepupuan. Kenapa sifatnya bisa beda banget? Langit dan Bumi.
Yang satu sangat manis, suka sekali tebar senyum. Yang satu kayak Dementor -suka menghisap energi kehidupan orang hanya dengan satu tatapan tajam.

_____

Gimana bab 1-nya?

Panjang ya? Ahahaa

Setelah ini enggak kok, bakal standar aja. Kisaran 1500-1800 kata.

Vote komen jangan lupa Tsayy

Lup & Calangeyo
Chan ❤️
01-01-23
2474

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro