3. Apology (b)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Happy baca 💜
Sorry for typo
.
.
.




"Abang, mama perhatikan ngelamun terus sejak datang tadi?" Rembulan menekuri raut sang putra. Pandangan Elbayu menerawang, sampai teguran mamanya tidak digubris sama sekali. Satu tepukan di lengan Elbayu dibarengi pertanyaan mamanya baru menyadarkan lelaki itu dari keterpakuan. Atmosfer rumah terasa ramai dan hangat. Suara cengkrama di ruang tengah antara Tsabita, Rashad, Alaya bersama papa dan Mas Saga sama sekali tidak menarik atensi Elbayu untuk bergabung. Dia termenung di sofa ruang tamu usai melempar ranselnya sembarangan di lantai beralas karpet.

Elbayu menggeleng. Kecamuk di pikiran masih menggelayut, membuat fokusnya gampang terpecah. Sejak tadi otaknya sibuk merangkai kalimat yang pas untuk membuka boroknya di depan mama dan papa. Takut? Bukan takut dengan respons mereka, Elbayu sangat siap jika nanti papa akan memberinya pukulan tanpa ampun, atau mama yang akan melayangkan tamparan di wajah mulusnya karena dia memang pantas mendapatkannya.  Perasaan takut yang mendera lebih karena telah membuat kecewa orang-orang terdekatnya.

"Enggak, Ma. Agak pusing dikit habis perjalan." Alibi Elbayu.

"Istirahat sana, Bang. Nanti mama bawakan teh hangat ya," ujar Rembulan menepuk-nepuk pelan pundak sang putra. Perempuan bergamis magenta itu lantas beranjak dari duduk, mengayun langkah ke dapur bersih untuk membuatkan putranya teh hangat.

Elbayu mengikuti langkah mamanya lewat bidikan mata. Lihat saja, betapa perhatian mama kepadanya. Entah, bagaimana nanti reaksi perempuan yang sangat dikasihi itu saat tahu putra tengahnya telah berbuat hal yang melewati batas.

Elbayu beranjak ke kamarnya di lantai dua. Langkahnya pelan dan wajahnya menyirat kuyu. Sekarang yang membebani pikirannya adalah tentang keberadaan Hawa. Dia harus sesegera mungkin menemukan Hawa dan melihat sendiri keadaan gadis itu. Menyulam harap agar sesuatu tidak pernah menimpa Hawa usai insiden malam itu.

Elbayu mengempas tubuh di ranjang berukuran 160×200 cm yang berada di ruang pribadinya. Matanya menatap awang-awang, dengan kepala bertumpu pada kedua tangan. Mencoba menelaah segala kemungkinan tempat untuknya bisa bertemu dengan Hawa. Club malam? Apa mungkin gadis berambut sepunggung itu akan mendatangi tempat hiburan malam lagi setelah kejadian itu?

Jonathan. Nama yang melintas di otak Elbayu. Betul, dia harus menemui temannya itu, untuk mencari tahu, siapa sebenarnya Clara dan kenapa justru gadis lain yang bersamanya malam itu.

"Abang, Mama masuk ya." Bunyi ketukan pintu di depan kamar dibarengi suara Rembulan.

"I-Iya, Ma, masuk aja," sahut Elbayu mengubah posisi dari rebahan menjadi duduk bersandar pada headbed.

Rembulan memangkas jarak, duduk di tepi ranjang tepat di sebelah putranya. Tangannya mengangsurkan secangkir teh hangat yang masih sesekali mengepulkan uap panas.

"Minum dulu, Bang, biar rileks."

"Makasih, Ma." Elbayu menyeruput pelan teh pemberian mamanya, lalu meletakkannya ke atas nakas.

Rembulan menekuri sepasang mata putra keduanya dengan tatapan intens. Sebagai seorang ibu yang juga pernah belajar perihal ilmu psikologi, membuat Rembulan didera khawatir karena perubahan sikap Elbayu yang tidak biasa. Anak tengah yang biasanya suka melempar candaan atau ulah iseng, mendadak jadi pendiam sejak kedatangannya dari Aussie.

Rembulan masih mengamati sang putra, memandang kembali sepasang mata Elbayu yang semenjak datang terus menghindari tatapan mamanya.

"Abang, enggak ada yang mau diceritain ke mama?" Preambul Rembulan, memancing obrolan. Berharap putranya bisa terbuka tentang apa pun yang mendera.

Elbayu menggeleng lemah. "Enggak ada kok, Ma."

"Yakin, Bang?" Rembulan belum menyerah. Batin seorang ibu berbisik jika putra keduanya sedang tidak baik-baik saja.

Elbayu menggerakkan kepala dua kali. Memberi anggukan. Ingin sekali dia bersimpuh di kaki mamanya dan merapal maaf sebanyak mungkin. Namun, semua tindakan itu masih tertahan.

"Abang sakit?" Tangan Rembulan berpindah ke dahi Elbayu, merasai suhu badan dengan telapak tangan. Sedikit hangat. "Istirahat ya, tidur, nanti Mama masakin yang enak buat makan malam," imbuh Rembulan kemudian beranjak dari duduk. Sepasang tangannya sigap menarik bedcover untuk menutupi tubuh Elbayu.

Tadinya Rembulan ingin membicarakan tentang Elmira dengan Elbayu, tapi menilik keadaan putranya belum memungkinkan membahas tentang keberadaan Rara di rumah ini.

Bakda Magrib Elbayu keluar kamar. Lelaki itu tampil santai dengan celana jeans dan hoodie. Tujuan yang ingin Elbayu datangi pertama kali adalah apartemen Jonathan, mencari tahu siapa sebenarnya Clara dan kenapa bisa gadis yang bersama mengaku bernama Hawa.

"Abang mau kemana?" Langkah Elbayu terdistrak sang mama yang tengah berdiri di sisi meja makan - menyiapkan makan malam.

Elbayu menghampiri sang mama. Tanpa aba-aba langsung salim tangan dan pamit ingin keluar.

"Makan malam dulu, Bang." Interupsi Rembulan.

"Nanti pulang dari tempat Jo, El langsung makan ya, Ma."

"Mama udah siapin ini loh. Tinggal nunggu papa dan yang lain."

"Please Ma, sebentar saja, El ada urusan mendesak sama Jo."

Rembulan menggeleng melihat polah Elbayu. Anggukannya menjawab rengekan putranya tersebut. Elbayu mengecup pelipis mamanya sekilas lalu melenggang pergi secepat mungkin.

"Langsung pulang Bang, janji loh, makan masakan mama nanti." Teriak Rembulan saat Elbayu sampai di ruang tamu. Dia menoleh dan mengangguk singkat pada mamanya.

___

Elbayu memacu mobilnya dengan kecepatan lumayan tinggi. Saat ini yang ada di pikirannya adalah ingin secepatnya sampai di apartemen Jonathan.

"Gue dalam masalah besar, Jo."

Jo menatap keheranan pada Elbayu. Temannya itu baru datang langsung nyerocos tanpa memberitahu  akar permasalahannya.

"Kapan datang Lo, Bay?"

"Mati gue kali ini!" Elbayu menggeram, frustrasi kentara sekali di wajahnya.

Mata Jo refleks membeliak seakan meminta penjelasan detail.

"Kenapa Bro?"

"Cewe yang gue temui di club waktu itu, dia bukan Clara."

Jonathan menggeleng tak percaya.

"Masa sih?" Tatapannya meremehkan ucapan Elbayu.

"Lebih bodohnya lagi gue udah berbuat jauh sama dia." Pengakuan Elbayu mereaksi Jonathan. Temannya itu malah tertawa-tawa, seakan menganggap kabar yang baru didengar sebuah lelucon.

"Shut up, Bro!" Tegur Elbayu hampir frustrasi. "Lo juga turut andil dalam kejadian yang menimpa gue." Tangannya mengepal di udara, siap meluncurkan tinjuan ke arah Jonathan.

"Kalem El, gue enggak bermaksud ngetawain Lo. Cuma, lucu aja gitu, selama ini Lo berusaha menjaga kesucian Lo itu, dan sekarang Lo melanggarnya sendiri." Jonathan bertepuk tangan di udara. Polahnya membuat Elbayu tambah ingin sekali mendaratkan bogemnya di wajah temannya itu.

"Gue butuh nomornya Clara, Jo." Pinta Elbayu tanpa basa-basi. "Gue harus cari tahu secepatnya tentang Hawa."

"Hawa?" Jonathan berkernyit bingung.

Elbayu melepas napas dengan kasar. "Nama gadis itu, yang gue kira Clara, teman kencan Lo," sahutnya menjelaskan.

Jonathan meraih ponsel di atas meja. Mendial nomor lantas berbicara dengan cepat dengan seseorang di seberang telepon.

"Chalatea Kafe, dia kerja partime di sana, El," ucap Jo usai menutup panggilannya. Elbayu refleks menoleh pada temannya itu. "Hawa kerja di sana. Gue baru tahu kalau ternyata malam itu Clara juga meminta cewe lain buat gantiin dia nemuin gue. Sialan!" Jo mengumpat saat menyadari semua hal yang Elbayu ceritakan adalah benar.

Elbayu beranjak dari duduk, kakinya melangkah keluar dari unit apartemen Jonathan.

"Buru-buru banget, El?!"

Elbayu mengibas tangan ke udara. Tujuannya berpindah pada tempat yang Jonathan sebut barusan. Sembari melangkah, Elbayu sibuk membuka aplikasi gmap pada pada ponsel pintarnya, mencari alamat Chalatea Kafe. Ketemu. Tempatnya tidak terlalu jauh dari letak apartemen Grand Shanaya ini. Tanpa mengulur waktu Elbayu melajukan mobilnya menuju kafe yang disebutkan Jonathan. Dua puluh menit totalnya saat Elbayu berhasil memarkir kendaraannya di pelataran kafe beraksen rustic ini.

Langkah Elbayu lebar-lebar saat akan menjangkau ke dalam kafe. Berbagai kalimat telah disusun dalam otak untuk diucapkan saat bertemu Hawa, tapi semuanya buyar ketika sepasang mata onixnya memindai sosok familiar yang tengah mengenakan apron cokelat dengan rambut panjang yang dikuncir kuda.

Pucuk dicinta ulam tiba. Pepatah yang sangat pas untuk menggambarkan situasi yang dialami Elbayu malam ini. Ketika pikirannya carut-marut, hampir putus asa mencari keberadaan Hawa, ternyata instingnya untuk menemui Jonathan membuahkan hasil.  Sekarang sosok yang dia cari ada di seberang tak jauh darinya. Mata Elbayu menangkap bayangan tak asing yang telah tertanam lekat di ingatan. Hawa yang tengah mengantarkan pesanan pengunjung.

Raut wajah serta gestur itu tidak bisa dilupakan Elbayu. Menunggu sebentar sampai Hawa menyelesaikan tugasnya, lantas lelaki itu bergegas menghampiri.

"Hawa," ucapnya sedikit rikuh saat gadis itu menoleh dan menatapnya dalam.

Hawa termenung. Nampan di tangan hampir meluncur jatuh andai Elbayu tidak sigap menangkapnya duluan.

"Kita harus bicara," ujarnya mengamati Hawa yang masih membisu. "Maaf kalau selama tiga bulan ini saya belum menemui kamu sama sekali." Elbayu memperhatikan dengan seksama, apakah dia menemukan perubahan dalam tubuh Hawa, sepertinya tidak ada yang berubah, semua masih sama seperti tiga bulan lalu. Tanpa aba-aba tangan Elbayu meraih pergelangan Hawa, menghelanya duduk di salah satu meja yang agak sudut untuk bicara.

______













Terima kasih yang sudah berkenan vote dan kasih komentar

Calangeyo 💜

20-08-23
1361




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro