5. Grow

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Happy baca 💜
Sorry for typo
.
.
.



Hawa menyadari tindakan bodohnya yang lebih mengedepankan ego telah menciptakan kesulitan bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga orang lain. Terlebih reaksi ayah dan bundanya nanti saat tahu, putri yang telah mereka percayai sepenuh hati, yang telah rela melepasnya untuk menuntut ilmu di lain kota malah berakhir dengan membawa aib keluarga.

Meskipun zaman sekarang banyak feminis menyuarakan gerakan self love dengan slogan 'tubuhmu milikmu' kamu bebas melakukan apa pun asal sesuai kehendakmu sebagai pemilik tubuh. Namun, Hawa tidak akan melupakan jika dia hidup di tengah-tengah  ajaran berbudi luhur serta menjunjung tinggi harkat dan martabat serta kehormatan seorang perempuan. Agama melarangnya mendekati zina, tapi dia malah kebablasan. Wejangan ayah dan bundanya seolah terkikis oleh pergaulan bebas tanpa bisa menyaring mana baik dan mana buruk.

"Kamu enggak lagi bercanda, kan?"

Hawa menatap tajam Elbayu. Apa dalam situasi kalut semacam ini masih ada kesempatan untuk bercanda? Gelengan kuatnya menegaskan jika semua yang dia katakan adalah kebenaran. Bisa-bisanya Elbayu bertanya hal demikian.

"Aku takut," ucap Hawa dengan ekspresi khas orang bingung. "Aku udah berusaha hilangin dia, tapi enggak bisa." Dia lantas menunduk mengingat semua tindakan nekat yang dilakukan dalam kurun waktu tiga bulan ini.

"Kamu ngelakuin apa?!" Elbayu tersentak kaget dengan penuturan Hawa. "Maksudnya apa yang dihilangkan?" Kedua alisnya berkumpul di tengah pertanda bingung campur penasaran.

"Dia," ujar Hawa seraya menatap perutnya yang masih tampak rata.

Elbayu mengusap kasar wajahnya. Dia paham telah berbuat sangat jauh, tapi tidak terlintas dalam pikirannya sama sekali untuk menambah dosa dengan menghilangkan hasil dari perbuatannya.

"Kamu apain dia?" Frustrasi ikut menginvasi Elbayu.

"Aku ...." Hawa melirik Elbayu sebentar sebelum menjawab tanya lelaki itu. "Aku cuma dua kali minum obat tidur, dua kali minum cairan karbol sama sekali mengiris pergelangan tangan." Enteng sekali Hawa menjabarkan tindakan berbahaya itu.

Elbayu termangu. Setengah membeliak mendengar semua penuturan Hawa.

"Cuma?!" Sentaknya panik lantas menjambak rambutnya sendiri dengan kedua tangan. "Sinting kamu! Tindakan berbahaya sebanyak itu kamu bilang cuma?!" Emosinya meluap. Dia beranjak dari duduk, tangannya meraih pergelangan Hawa, kembali menghela gadis itu untuk mengekori langkahnya.

"Kita mau kemana? Aku lagi kerja!" Hawa memberot, berusaha melepas kaitan tangan Elbayu.

Suara bisan napas panjang terlepas dari mulut Elbayu. "Please, kali ini jangan ada debat dulu. Saya harus pastikan dia-maksud saya, kalian baik-baik saja," imbuhnya lantas melangkah menuju kasir meninggalkan Hawa yang mematung di tempat. Laki-laki berpostur tinggi itu terekam sedang berbicara dengan manager kafe.

Beberapa menit kemudian Elbayu kembali menghampiri Hawa.

"Bukan masalah lagi, sudah saya izinkan." Tanpa aba-aba Elbayu kembali menarik tangan Hawa. Dia didera panik usai mendengar cerita gadis berparas manis itu. Bagaimana bisa Hawa mengambil tindakan sangat ceroboh dengan beberapa kali berusaha menghilangkan nyawanya sendiri.

"Kita mau ke mana?" Hawa bertanya bingung setelah Elbayu berhasil memaksanya masuk ke mobil. Elbayu enggan menjawab. Tangan kekar serta sepasang mata onyxnya fokus pada roda kemudi dan jalanan yang lumayan ramai lancar.

Tiga puluh menit kemudian Elbayu memarkir kendaraannya di pelataran rumah sakit swasta yang jaraknya cukup jauh dari kota Surabaya. Tanpa mengulur waktu, dia membuka pintu dan turun, serta menitahkan Hawa untuk lekas turun.

Mata Hawa mengedari tempatnya berpijak saat ini. Sebuah bangunan tinggi dengan dominasi warna putih berdiri tepat di seberang matanya.

"Rumah sakit? Ngapain ke sini?" Hawa bertanya bingung.

Elbayu tidak menyahut, lagi dia melakukan tindakan impulsif dengan menarik pergelangan Hawa menuju lobi, lantas mendekat pada meja resepsionis.

"Konsultasi spesialis obgyn, Mbak," ucap Elbayu saat mendaftar. Petugas yang paham langsung menginput data calon pasien untuk mendaftar ke spesialis kandungan.

Untung saja, dulu saat Bita masih hamil Alaya, Elbayu sering menggantikan Rashad yang absen hadir menemani Bita ke dokter kandungan karena masih berdomisili di Aussie. Benar memang ya, selalu ada hikmah di setiap kejadian, Elbayu merasa sedikit beruntung tidak canggung lagi berada di tempat yang dipenuhi pasangan suami-isteri ini. Bedanya, jika mereka semua datang dengan rona bahagia menanti kejutan setiap kali berinteraksi dengan calon anaknya lewat kamera ultrasonografi, tetapi bagi Elbayu ini justru awal dari bencana yang sebentar lagi akan bertandang di hidupnya.

Beberapa pasangan tengah duduk berderet di kursi tunggu, menanti nomor antrean mereka dipanggil masuk ke dalam ruang dokter untuk konsultasi dan periksa.

"Kenapa kita ke sini?" Hawa masih sibuk bertanya. Suaranya terdengar bergetar, seperti menyimpan rasa takutnya sendiri.

Duduk bersisihan, Elbayu sedikit menyerong menghadap Hawa.

"Masih tanya? Tentu aja buat periksa kondisi kamu dan dia," ucapnya dengan gerakan mata menatap sekilas perut Hawa.

"Tapi aku baik-baik aja." Kukuh Hawa.

"Tapi kita enggak tahu, apa dia juga baik-baik aja setelah tindakan bodohmu itu!" Elbayu berkata dengan nada sedikit menyentak. Hawa refleks menggeser tubuh, agak berjarak.

"Maaf," rapal Elbayu, sadar jika suaranya terlalu keras. "Ada satu hal yang belum kamu tau." Elbayu belum sempat mengatakan pada Hawa jika sebenarnya dia bukan Jonathan.

"Apa?" Sedikit mendongak, Hawa menanti jawaban Elbayu.

Tatapan Elbayu tak lepas dari raut Hawa. Tindakannya membuat gadis itu didera rasa rikuh tersendiri, merasa diamati dari jarak sangat dekat.

"Saya bukan Jonathan." Elbayu akhirnya membeberkan pada Hawa.

"Ooh," sahut Hawa singkat. Tidak ada ekspresi kaget atau sejenisnya.

"Kamu enggak kaget?"

Hawa menggeleng dua kali.

"Kenapa?"

"Aku enggak tahu. Kepalaku udah cukup mau meledak memikirkan kedepannya nanti harus gimana, enggak ada lagi waktu buat mikirin hal lain." Jawaban Hawa diangguki Elbayu. Sebelas-dua belas dengan apa yang lelaki itu rasakan sebenarnya.

Tidak terasa giliran nomor antrean Elbayu dan Hawa dipanggil untuk masuk ke dalam. Keduanya sempat saling lirik, sebelum akhirnya Elbayu yang lebih sigap melangkah lebih dulu dan menggeret Hawa ke ruang periksa.

Seorang suster membantu mengoleskan gel khusus pada permukaan perut Hawa sebelum sesi USG berlangsung.

"Pengantin baru ya?" Dokter membuka suara sembari tangannya sibuk memeriksa berkas catatan pasiennya. "Kok belum ada catatan rekam mediknya, sudah berapa minggu, Pak, Bu? Belum pernah periksa sama sekali?" Pengimbuhan dokter mereaksi Hawa, konstan tatapannya terarah pada Elbayu.

"Belum Dok, kami baru mengetahui setelah di- maksudnya is-tri saya mengeluhkan telat." Meski terbata tapi akting Elbayu patut diacungi jempol.

"Baik, kita periksa ya, permisi ya, Ibu." Dokter mulai menekan alat USG ke perut Hawa. Seketika di layar monitor tampak gerakan halus sosok kecil. "Kita check usianya ya," ujar dokter lagi.

Elbayu tidak bisa menampik rasa takjub menyaksikan setiap pergerakan yang terekam oleh matanya. Masih belum percaya dia yang belum berstatus suami, tapi malah akan memiliki anak.

"13 Minggu nih, masuk trimester kedua ya. Kita check denyut jantung ya, Bu." Saat alat diarahkan pada titik kecil yang diperkirakan jantung si kecil, bunyi detak dengan ritme kencang dan teratur langsung terekam telinga. "Jantungnya oke, sehat, bisa terdengar dengan jelas ya, Pak, Bu."

Dokter banyak memberi penjelasan dan tips saat memasuki trimester kedua, juga meresepkan beberap vitamin dan obat penambah darah untuk Hawa.

"Jangan banyak konsumsi minuman yang mengandung kafein ya, Ibu. Kopinya sementara dikurangi dulu, diganti sama susu, jus buah atau sayur, istirahat yang cukup jangan lupa, jangan beraktifitas yang berat-berat." Itu beberapa dari sekian banyak pesan dokter sebelum Elbayu dan Hawa pamit keluar ruang periksa.

Sama-sama membisu saat di dalam mobil dalam perjalanan pulang. Elbayu mau pun Hawa larut dalam pikirannya masing-masing.

"Ini, kamu aja yang simpan." Adalah suara Hawa yang membuka obrolan. Gadis itu meletakkan dua lembar foto 4 dimensi di atas dasbor. Hasil cetak USG.

"Saya antar pulang, kamu tinggal di mana?" Tanya Elbayu, tapi sejurus menepikan mobil ke pinggir jalan seraya menekan hazard. "Saya akan bertanggungjawab penuh, tapi maaf, saya belum bisa membicarakan masalah ini sekarang dengan orangtua kamu. Kasih saya waktu untuk berbicara lebih dulu dengan orangtua saya." Pinta Elbayu berharap Hawa mau memahami keadaannya. Padahal Elbayu belum tahu bagaimana nanti caranya memberitahu mama dan papa tentang semua ini, tapi sudah berani melontarkan janji pada Hawa. Setidaknya dia harus bersiap-siap jika nanti papa murka atau mamanya shock berat. Syukur-syukur namanya tidak dihapus dari kartu keluarga.

______









Sakno Pakde Saga, Rek, gimana nasibnya sama Bude Lea ini?
Dilangkahi lagi masa. 🤧😅







Terima kasih yang berkenan kasih vote dan komen.

23-08-23
1258








Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro