Janji Terakhir by Andini Eka

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Judul : Janji Terakhir
Author : AndiniiEka7

***

Kamar bernuansa maskulin itu kini terlihat begitu berantakan, semua benda berserakan di lantai kamar, begitu pula dengan meja kursi yang sudah tak berbentuk lagi. Semuanya hancur bersama luapan emosi dari seorang pria yang kini terduduk lemas disamping ranjang.

Bahunya bergetar hebat, tangannya mencengkram kuat pigura kayu berisi foto seorang gadis dengan senyum manisnya, darah segar masih menetes dari buku-buku jarinya dengan  beberapa serpihan kaca yang masih menancap. Luka ini tak sebanding dengan luka yang menganga lebar didalam hatinya. Bahkan ribuan liter air mata yang hari ini ia keluarkan tak sedikitpun mengurangi rasa sakit dihatinya.

Rasanya seperti dihujam ribuan pedang tak kasat mata, begitu sakit dan sesak. Lagi-lagi ia merasakan ketidak adilan dalam hidupnya. Sosoknya yang angkuh dan berwibawa lenyap begitu saja dalam waktu singkat, kini hanya tersisa sosok rapuh berlumur darah dan air mata.

Dia adalah Arga Firmansyah, pria 35 tahun dengan segala kesuksesannya. Bussinesman tangguh yang disegani karena kemampuannya yang tak diragukan lagi. Arga dikenal dengan sifatnya yang angkuh dan tegas, namun semua itu berbanding terbalik jika berhadapan dengan putri semata wayangnya.

Dia adalah Annastasia Putri Firmansyah, buah cintanya dengan Alyssa Amanta Kameron, wanita yang ia cintai sejak 19 tahun yang lalu. Wanita yang dipersuntingnya 18 tahun yang lalu, disaat mereka masih duduk di bangku SMA. Wanita yang karenanya harus dikeluarkan dari sekolah dan juga dibuang oleh keluarganya karena kekhilafan yang mereka perbuat. Wanita yang rela menukar hidupnya demi malaikat kecilnya agar dapat merasakan pahit manisnya kehidupan.

Ya, istrinya meninggal beberapa menit kemudian setelah melahirkan putri mereka. Dan saat itu juga, ia berjanji, tidak akan ada sosok yang akan menggantikan Alyssa dalam hidupnya. Tidak akan ada cinta lain, selain cinta untuk putrinya.

Ceklek! Arga mendongak saat pintu kamarnya terbuka, mucullah sosok wanita paruh baya yang menghampirinya dengan tatapan sendu. Arga semakin tak kuasa menahan isakannya, ia langsung memeluk wanita itu saat sosoknya telah berada di hadapannya. Tangisnya semakin pecah dan memilukan.

"Sabar Ar, Ann nggak akan suka kalau lihat daddynya kayak gini," ucap wanita itu menenangkan, walaupun ia sendiri tak dapat menyembunyikan air matanya saat melihat kondisi putranya yang jauh dari kata baik-baik saja.

Wanita itu adalah Arianda Firmansyah, ibunda Arga. Beliau baru saja tiba dari Kalimantan.

"Ann pergi, Ma. Semuanya hancur, semua yang Arga lakukan selama ini sia-sia, Ma," ucap Arga lirih dan memilukan hati siapapun yang mendengarnya.

Arianda tercekat, hatinya tersayat. Belum pernah ia melihat putranya sehancur ini, bahkan saat kematian Alyssa pun putranya tak sehancur ini. Ia benar-benar tak menyangka, semua ini terjadi begitu cepat. Kemarin, Arga masih meneleponnya dan bercerita bahwa ia akan memberi kejutan untuk Ann, tapi hari ini semuanya benar-benar berbanding terbalik.

***
Pria itu berjalan mengendap-endap diikuti beberapa orang dibelakangnya, tangannya memegang kue tart dengan lilin angka 18 menancap diatasnya. Pria itu membuka pintu kamar didepannya dengan hati-hati.

"Happy birthday, Ann!" seru mereka dengan kompak, senyum di wajah mereka tercetak jelas walaupun tak ada penerangan dikamar itu. Satu menit, dua menit, tak ada tanggapan dari sang empunya kamar.

Klik! Lampu kamar Ann kini menyala. Namun senyum yang tadi terlukis di wajah mereka kini lenyap, digantikan oleh jeritan dari ketiga sahabat Ann yang saat ini tengah saling berpelukan. Pria itu berlari menghampiri Ann, kue yang tadi ia bawa kini telah hancur dan berceceran di lantai.

"Ann! Bangun, sayang, apa yang terjadi?" pria itu mengguncang-guncangkan tubuh Ann yang ada di pangkuannya.

"Bik Ina tolong telepon dokter Hazmi!" ujar pria itu dengan panik.

Ya, pria itu adalah Arga Firmansyah. Dan Ann, putrinya, kini berada di pangkuannya dalam kondisi tak sadarkan diri. Wajahnya pucat, busa putih mengalir dari mulutnya, pergelangan tangan kirinya penuh dengan darah.

Arga benar-benar kalut mrlihat kondisi putrinya. Ia hanya bisa menangis sambil memeluk tubuh mungil itu, ia ingin menghangatkan tubuh putrinya yang saat ini terasa begitu dingin. Ia masih terus memanggil nama Ann ditengah-tengah tangisnya yang memilukan.

Dan, sebuah keajaiban pun terjadi, "Dad," suara itu terdengar begitu lirih, tetapi mampu mmbuat semua orang yag berada dikamar itu terkesiap.

Ya, itu adalah suara Ann, " Maafin Ann. Ann sayang banget sama Daddy, Ann cuma nggak mau bikin Daddy malu," Ann melanjutkan kalimatnya dengan susah payah.

"Ann sayang Daddy, 'kan? Kalau gitu, Ann jangan tinggalin Daddy ya, sayang," ucap Arga dengan tangisnya yang semakin tergugu.

Ann hanya tersenyum.

Menit berikutnya, semua yang berada di dalam kamar itu menjerit memanggil nama Ann, dan tepat saat dokter Hazmi datang lalu langsung memeriksa kondisi Ann, dan oernyataan dokter Hazmi benar-benar meruntuhkan hati Arga.

Putrinya telah pergi meninggalkannya. Ann kesayangannya tak akan kembali lagi. Malaikat kecilnya pergi, tepat 18 tahun setelah ia dilahirkan. Ditanggal yang sama dengan kepergian istrinya 18 tahun silam.

****
Ruang makan di kediaman keluarga Firmansyah itu terasa begitu sepi pagi ini. Sudah satu minggu sejak kematian Ann, tetapi Arga belum bisa merelakannya begitu saja.

"Dimakan, Ar! Jangan dilihatin aja makanannya," tutur Arianda dengan lembut, sejak tadi, Arga hanya membolak-balik makanannya, belum ada sesuap nasi pun yang masuk ke dalam mulutnya. Arianda hanya mendesah pasrah saat putranya justru meletakkan sendok dan garpu yang tadi digenggamnya.

Arga mengernyit saat melihat Bi Ina mendekatinya dengan ragu, "Kenapa, Bik?" kernyitan di dahinya semakin bertambah saat Bi Ina sedikit berjingkat mendengar pertanyaannya.

"Eh, anu, ini Tuan," Bi Ina  mengulurkan benda pipih berwarna biru yang Arga terima dengan ragu, "Saya menemukan itu di kamar non Ann."

Arianda mendekat saat melihat perubahan air muka putranya. Arga menggenggam kuat benda pipih itu, benda pipih berwarna biru dengan dua garis merah di dalamnya. Nafasnya memburu, jantungnya berdetak tak beraturan. Arianda pun tercengang melihat benda pipih yang ada di dalam genggaman putranya.

"Mau kemana, Ar?"

"Aku nggak akan mengampuni siapapun yang buat Ann meninggal, Ma. Dia harus bernasib sama seperti Ann," tenang, namun penuh penekanan, itulah yang terdengar dari ucapan Arga.

Arianda tahu pasti siapa yang Arga maksud. Ia hanya pasrab dengan apapun yang akan terjadi setelah ini.

****
"Om boleh anggap aku pembunuhnya, tapi pembunuh yang sebenarnya adalah Om sendiri!" suara itu menggema di rumah megah nan mewah itu.

Arga melepaskan cengkramannya pada kerah kemeja yang dikenakan pemuda di hadapannya itu, tubuhnya menegang karena ucapan pemuda itu. Pemuda yang dicintai putrinya, pemuda yang dua tahun lalu ia ijinkan untuk menjadi kekasih dari Ann, putrinya. Pemuda itu bernama Rifat Syahrun, usianya satu tahun diatas Ann.

"Om membesarkan Ann dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Nggak mudah buat Ann bisa nerima sikap Om yang beberapa  bulan belakangan ini berubah drastis. Ann merasa tersisihkan, Om. Dia pikir, Om Arga udah nggak peduli lagi dengan kehidupan Ann!" ucap Rifat dengan nada tinggi. Arga masih terdiam.

"Ann kalut, sampai-sampai dia nekat pergi ke club malam. Apa Om pernah bayangin, gadis sepolos Ann masuk ke tempat seperti itu. Dia pun nggak tahu kalau minumannya udah dicampur dengan obat sialan, kalau aku datang terlambat, mugkin orang lain yang akan melakukan hal bejat itu sama Ann!" jelas Rifat berapi-api mengingat kejadian malam itu. Arga masih terdiam, namun deru nafasnya semakin memburu.

"Aku terpaksa melakukan itu, Om. Aku nggak bisa lihat Ann tersiksa karena pengaruh obat sialan itu. Satu bulan yang lalu, Ann memutuskan keluar dari sekolah karena dia nggak mau kehormatan Om tercemar. Om Arga adalah segalanya bagi Ann. Tiap kali aku bilang mau menikahinya, Ann hanya menjawab dengan senyum manisnya. Tapi... Tapi aku nggak nyangka kalau akhirnya Ann memilih jalan itu," Rifat terisak di akhir kalimatnya. Ia pun hancur, Ann adalah gadis yang sangat ia cintai. Dia bukan hanya kehilangan Ann, tapi juga kehilangan calon anakny yang ada dalam kandungan Ann.

Ia tahu betapa sakitnya hati Ann karena perubahan sikap Arga saat itu. Ia bahkan merasakannya, karena orangtuanya memilih tinggal di Verona demi kelangsungan bisnis mereka, dan meninggalkannya sendiri, hanya memberinya materi, bukan kasih sayang.

Pun Arga, bisnisnya mengalami banyak masalah hingga membuat waktu dan pikirannya tersita dan lupa dengan kewajibannya untuk memperhatikan Ann.

"Tunggu, Om," ucap Rifat saat melihat Arga yang akan pergi.

Saat Arga berbalik arah, seketika tubuhnya menegang. Dihadapannya, Rifat tengah memegang pistol dengan erat. Dan detik berikutnya...

DORR! Seketika darah segar itu bertebaran di lantai, bau anyir menguar begitu tajam. Laki-laki itu kini tergeletak lemas dengan cairan merah yang membanjiri kepalanya.

****
Arianda hanya bisa menangis melihat kondisi putranya yang lagi-lagi dalam kondisi yang jauh dari kata baik-baik saja. Arga, putranya saat ini terduduk lemas di lantai kamarnya. Penampilannya begitu berantakan, rambutnya acak-acakan, dan jambang di wajahnya mulai tumbuh.

Hidupnya benar-benar berubah. Dua kematian itu terjadi didepan matanya, dan dengan cara yang tidak wajar. Ann yang meminum racun dan menyanyat pergelangan tangannya, dan Rifat yang menembakkan pistol ke pelipisnya. Belum lagi penjelasan dari Rifat yang masih terus berpugas di otaknya.

"Aku pembunuh, Ma," hati Arianda tersayat tiap kali mendengar kalimat itu keluar dari mulut putranya.

Arianda mengernyit saat melihat perubahan ekspresi di wajah putranya. Wajah tampan yang tadinya terlihat begitu menyedihkan, kini tiba-tiba berbinar dengan senyum lebar yang tercetak jelas, "Kenapa, Ar?"

"Itu Ann sama Alyssa, Ma. Mereka kembali buat Arga," ucap Arga dengan wajah sumringah.

Arianda mendongak mengikuti arah yang Arga tunjuk. Namun nihil, ia tak menemukan apapum di sana.

"Nggak ada apa-apa,Ar,"

Arianda terkesiap saat Arga berlari keluar dari kamarnya.

"Al tunggu! Ann tungguin Daddy, nak!"

Arianda tergopoh-gopoh mengikuti putranya, dan saat itu, tubuhnya mematung, hatinya mencelos, "Argaaaa!" jeritan Arianda menggema saat melihat tubuh putranya terjun bebas ke lantai dasar.

Ia berlari menghampiri tubuh anaknya yang sudah tak bernyawa lagi. Darah segar membanjiri tubuhnya yang tertetungkup dengan wajah mengarah ke samping kanan. Matanya sayu dan setengah terbuka, mulutnya yang sedikit terbuka masih terus mengeluarkan darah. Arianda mendekat, memanggil dokter pun tak ada gunanya, karena ia tahu, putranya telah tiada.

Ia memindahkan kepala Arga ke pangkuannya tanpa rasa takut ataupun jijik. Isakannya terdengar memilukan. Diusapnya wajah putranya semata wayangnya dengan lembut, lalu ditutupnya mata Arga yang masih setengah terbuka. Dipeluknya tubuh berlumur darah itu dengan erat, membuat tangisnya semakin menjadi. Adisten rumah tangga maupun satpam hanya menangis dari kejauhan, tak ada yang berani mendekat.

Arianda tersenyum getir dalam tangisnya, Ia melihat wajah putranya begitu damai.

"Kamu udah bahagia ya, Ar, bisa bersatu lagi ama Alyssa dan Ann. Mama ikhlas kamu pergi, Ar," Arianda membisikkan kalimat tersebut pada putra kesayangannya.

Ya, tak ada lagi yang bisa ia lakukan selain mengikhlaskan kepergian Arga. Mungkin Arga benar, tadi Alyssa dan Ann datang. Bukan untuk kembal, tetapi menjemput Arga untuk ikut bersama mereka.

Arga pun telah menepati janji, siapapun yang menyebabkan Ann meninggal, harus bernasib sama seperti Ann. Kini Arga pun telah bernasib sama dengan putrinya. Dan itu adalah janji terakhir dalam hidup Arga Firmansyah.

--END--

~Materi memanglah penting. Namun, hal terpenting bagi seorang anak bukanlah materi. Dukungan, perhatian,dan kasih sayang orangtua adalah tolok ukur kebahagiaan seorang anak~

Jadilah pembaca yang bijak dengan tidak meniru apapun yang tidak benar dalam cerita ini. Ambil positifnya (kalau ada), buang jauh-jauh negatifnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro