MY BOYFRIEND is GHOST by Vannie Trsenyoem

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Judul:My Boyfriend Is Ghost
Author: VannieTrsenyoem

***

Apalah arti hidupku, aku memiliki semuanya tapi tidak dengan kasih sayang. Aku lahir di keluarga kaya tapi aku miskin kasih sayang. Kedua orang tuaku sibuk bekerja, ku di besarkan oleh mbok Nah yang sudah bekerja puluhan tahun di rumahku.

Semilir angin bertiup, tampak semburat orange di langit mulai memudar menandakan senja akan segera datang. Aku berada di kamarku yang sangat luas dengan kamar mandi dan walk in closet di dalamnya, semua fasilitas di kamarku cukup lengkap dengan home theater di dalamnya. Aku bingung apa yang harus kulakukan saat ini, benar-benar bosan. Aku ingin sekali merasakan liburan bersama kedua orang tuaku, pergi ke taman dengan bekal dan menghabiskan waktu di taman dengan duduk di atas tikar lalu menikmati bekal yang di buat dari rumah. Sayang, itu hanya ada dalam imajinasiku.

"Huft... Saat weekend saja mereka masih bekerja, mati pun mereka tak akan peduli padaku." Lirihku

"Baiklah, jika mereka pintar mencari uang maka aku pintar membuang uang."

Aku pergi menuju carport membawa mobil lamborghini kesayanganku, hadiah ulang tahun yang ke-17 dari papa. Kulajukan mobilku menuju club di ibukota, menghabiskan malam di lantai dansa sepertinya tidak buruk. Aku tak perlu menghubungi temanku karena mereka pasti sudah pasti ada di sana, nasib teman-temanku tak berbeda denganku karena seperti sebuah kutukan bahwa setiap anak orang kaya pasti akan miskin kasih sayang. Yaah... meski tak semua begitu.

Aku membawa mobilku dengan kecepatan tinggi, tak sadar bahwa di persimpangan ada sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi.

Braakkkkkkkk

Kurasakan bau amis, cairan merah itu mengalir dari kepalaku. Masih dalam kondisi setengah sadar kudengar teriakan orang-orang di sekitarku mulai menolongku hingga kegelapan membawa semua kesadaranku.

Perlahan-lahan kucoba membuka mataku, tercium aroma khas rumah sakit. Saat kubuka mata, hanya seorang lelaki yang tampak di sampingku. Siapa dia, apakah dia yang mengalami kecelakaan yang sama denganku? Tapi tak ada satu pun luka di tubuhnya. Seorang laki-laki dengan wajah pucat duduk di sampingku.

Aku mengedarkan pandanganku, tak ada siapa pun kecuali lelaki itu. Tak ada papa dan mamaku, airmataku jatuh merasakan lara di hatiku. Di saat aku meregang nyawaku, mereka masih tetap tak peduli pada ku. Sebuah suara menyadarkanku bahwa setidaknya ada yang peduli denganku.

"Kau sudah sadar?"

" Yaa... siapa kau ?" Jawabku lirih.

" Aku Ardan. Siapa namamu?"

"Aku Keyne"

"Sebaiknya kau istirahat terlebih dahulu. Sepertinya keadaanmu belum terlalu baik."

" Tidak apa-apa, aku sudah mulai baikan kok. Owh ya, apakah kau melihat orangtuaku?" tanyaku penasaran.

" Eumm... sepertinya tidak ada seorangpun yang datang menjengukmu sejak tadi." Ia mengernyitkan dahinya dan mencoba mengingat.
"Baiklah, aku ingin istirahat sebentar," pintaku.

"Itu lebih baik, aku akan keluar setelah kamu tidur," ucap Ardan.

Ketika aku mulai menutup mataku, di sisa kesadaran aku merasakan sebuah tangan dingin menyentuh keningku dengan sayang. Inginku buka kedua mataku setidaknya jika yang kulihat adalah orang tuaku maka aku akan bersyukur setidaknya mereka masih sayang padaku tapi semua khayalanku semua lenyap ketika suara itu menghentakkanku pada kenyataan.

"Tidurlah, jangan memikirkan apa pun karena aku akan menjagamu." Suaranya lembut mengantarkanku tidur, baiklah mungkin ini lebih baik karena setidaknya aku memiliki seseorang di sampingku.

Ketika aku membuka mataku, kulihat sudah malam karena lampu kamarku menyala. Ardan masih setia menemaniku dengan duduk di sofa sambil melihat ke arahku.

Ceklek

Bunyi pintu kamarku terbuka, kupikir orang tuaku datang tapi ternyata seorang suster membawa makan malamku.

"Hallo nona Keyne, bagaimana keadaannya?"

"Hm... Masih pusing sus," jawabku, kepalaku masih berdenyut sakit.

"Sabar ya nona, saya bawakan makan malam dan obat."

"Dimana keluarga anda, nona? Pihak rumah sakit sudah memberitahukan bahwa anda mengalami kecelakaan tapi sepertinya mereka tak kunjung hadir. Apa mereka sibuk?" Suster bernama Ani, itulah yang kulihat di tag namanya memberondongku dengan pertanyaan.

"Mungkin mereka sibuk," jawabku.

"Tapi apa tidak apa-apa jika sendiri?" Dia kembali bertanya, hey... aku tak sendiri. Ada pemuda tampan yang sedang duduk di sofa menemaniku. Apa dia buta sehingga tak melihatnya?

"Aku tak sendiri sus, ada Ardan bersamaku.Tuh, dia sedang duduk di sofa."

Suster Ani membalikkan badannya melihat ke arah sofa, lalu menoleh kembali kepadaku. Wajahnya menjadi pucat, seperti orang kebingungan. Kenapa dia? Aneh!

"Apa kepala nona masih pusing?"

"Yaa.. Aku masih pusing." Jawabku bingung.

"Sebaiknya nona makan dulu, setelah itu minum obatnya lalu tidur. Aku akan mengecek keadaan nona setiap 3 jam sekali. Saya permisi."

"Baiklah."

Suster Ani pergi dari ruanganku dengan tergesa-gesa, seperti habis melihat hantu saja.

"Hai Key... Jangan melamun, nanti kesambet loh?" canda Ardan yang entah kapan sudah duduk di sampingku, padahal tadi kulihat masih di sofa. Apa dia Do Min Joo yang bisa berteleportasi?

"Engga ko, aku lagi gak ngelamun. Kapan kamu bisa sampai di sampingku? Bukannya tadi di sofa?" Tanyaku bingung.

"Ya sudah... Sekarang waktunya makan." sambungnya, sambil menyodorkan sendok ke tanganku. Suster Ani telah menyiapkan makan malamku di atas meja khusus.

"Aku gak pengen makan." Tolakku.

"Kamu harus makan sayang, ayolah kasihan cacing di perutmu pasti dia kelaparan seharian tidak di beri makan." Bujuk Ardan, mendengar dia memanggilku sayang membuat wajahku terasa panas.

"Tapi aku gak laper, dhan." Rengekku manja, entahlah rasanya nyaman ada dia di sampingku.

"Aku akan menyuapimu, sekarang buka mulutmu, aaaa."

Akhirnya aku menerima suapan dari Ardan hingga semua makananku habis lalu meminum obat yag di sodorkannya. Semua perhatiannya membuat hatiku hangat, aku merasa di cintai karena kehadirannya.

"Di sini tidak ada bedanya dengan di rumah, sama-sama membuatku bosan." Celetukku.

"Kenapa begitu?"

"Di rumah aku sendirian, hanya ada pengasuhku sedangkan di sini hanya ada suster yang mengurusku. Kedua orang tua ku masih sibuk dengan urusanku, aku hampir mati pun mereka masih tak peduli." Jelasku panjang.

"Jangan bicara seperti itu, mereka bekerja untuk semua kebutuhanmu. Semua demi kebaikan kamu," ucap Ardan menenangkan.

"Tapi aku tak butuh harta, aku butuh kasih sayang." Protesku keras.

Kulihat Ardan hanya diam melihatku tanpa ada suara untuk mencoba menyanggah ucapanku tadi. Ekspresinya menyiratkan kesedihan, apa dia terluka sama sepertiku. Hatiku berdenyut nyeri melihat wajah pucatnya penuh kesedihan. Lalu bibirnya menyunggingkan senyum, kesedihan itu lenyap ketika aku memandangnya lama. Aku malu merasa salah karena memandang wajah tampannya. Apa dia tidak pulang, aku mulai tak nyaman ketika dia mulai memandangku intens.

"Oh ya, apa kau tidak pulang?" Tanyaku pada Ardan.

"Kau mengusirku?" Dia menjawabku dengan pertanyaan.

"Bukan itu maksudku," ucapku tak enak.

"Iya... sebentar lagi aku akan pulang. Setelah memastikan kau tidur," ucapnya.

"Ini aku mau tidur." Kucoba memejamkan mataku, akhirnya aku pun tertidur.

Cahaya matahari pagi membangunkanku, kucoba membuka mataku. Aku kembali kecewa, tapi kekecewaanku tidak begitu besar karena setidaknya dia ada bersamaku. Tapi tetap saja aku membutuhkan mereka, tak bisakah mereka meninggalkan perkerjaannya sebentar saja untukku?

"Morning Princess." Sapa Ardan dengan senyum indahnya.

"Morning Ardan," jawabku dengan tersenyum.

"Gimana kabarmu pagi ini? Masih pusing?"

"Sudah lebih baik kurasa."

"Syukurlah, aku pergi sebentar. Tak apa jika aku tinggal sebentar?" Tanya Ardan.

"Ya, aku tak apa. Pergilah."

"Aku akan segera kembali." Ucapnya sambil mencium keningku. Deg, jantungku terasa memompa lebih cepat karena perlakuan manisnya.

Ardan berjalan keluar, Dan apa yang terjadi? Kenapa dia melewati pintu tanpa membukanya, apa dia memiliki kekuatan. Aku mengucek kedua mataku takut salah dengan apa yang baru saja kulihat. Mungkinkah sakit di kepalaku membuatku berhalusinasi?.

Kamarku terlihat sepi tanpa Ardan, dan aku kembali sendiri. Sampai kapan aku akan seperti ini? Apakah aku tak pantas di cintai? Bahkan, saat ini tak ada satu pun temanku yang datang menjengukku padahal sudah dua hari aku di rawat di sini.

Saat ini, entah makhluk apa yang merasuk tubuhku hingga aku mencoba untuk menghilangkan nyawaku.

"Lebih baik aku mati saja, hidup juga tak ada artinya," batinku tersiksa
Kulepas infus yang ada di tanganku, aku turun dari ranjangku. Kulangkahkan kakiku menuju lantai atas rumah sakit tempatku di rawat. Sepanjang jalan airmataku tak berhenti untuk jatuh membasahi pipiku, aku terisak. Tangisku meledak setelah aku berada di atap gedung rumah sakit. Tanganku rasanya kebas karena jarum infus yang kutarik paksa, tapi sakit itu tak sepadan dengan luka di hatiku.

Aku berdiri di pinggir atap gedung siap menjatuhkan diriku, hembusan angin menerpaku dengan kuat. Rambut panjangku berhamburan oleh angin, angin saja tahu bahwa hatiku bergemuruh saat ini.

Ketika akan kulangkahkan kakiku siap untuk jatuh, terdengar suara teriakan di belakangku dan tubuhku melayang jatuh karena seseorang menarik tanganku.

"Keyneeeeeeeee... Stooopppppp."

Bruugg

Tubuhku terhempas jatuh di lantai atap gedung. Kulihat kekhawatiran dan kekecewaan di wajahnya, dia menarikku dalam pelukannya. Badannya dingin seperti mayat tapi aku merasa nyaman berada dalam dekapannya.

"Kumohon... jangan lakukan hal bodoh seperti itu." Pintanya parau. Dia menangis untukku, baru pertama kali ada orang menangis karenaku.

"Maafkan aku, aku sudah tidak kuat menjalani hidupku." Jawabku terisak.

"Mati bukanlah jalan terbaik, masih banyak orang yang menyayangimu di sana, mati itu tidaklah menyenangkan. Kamu akan menyesalinya sama sepertiku. Kamu akan tetap sendirian dan percayalah padaku, berjanjilah untukku."

"Aku... A.a.aku," ucapku gagu tak tahu apa yang harus kukatakan.

"Mati itu tidaklah menyenangkan. Kau akan merasakan apa yang kurasakan. Kumohon berjanjilah, kau harus hidup untukku."

"Apa maksudmu?" tanyaku bingung, aku melepaskan pelukannya.

"Kumohon Key, waktu tak banyak. Aku harus pergi tapi aku harus memastikan kamu hidup."

Aku menatap matanya, Ada kesedihan yang mendalam di sana. Wajahnya yang pucat memandangku sedih, terlihat sisa airmata di sudut matanya.

"Baiklah aku akan memberitahumu, aku berada di antara kematian Key, aku mencoba bunuh diri dengan meminum racun." Jelasnya padaku, jadi selama ini aku hidup dengan arwah penasaran? Oh sepertinya kecelakaan itu membuatku menjadi gila.

"Aku harus pergi, kumohon kamu harus hidup untukku. Berjanjilah Key," ucapnya lirih. Otakku masih berputar mencerna semua ucapannya hingga kurasakan sapuan lembut dan dingin di bibirku, rasanya seperti ice cream. Ardan mencium bibirku lembut penuh sayang, kupejamkan mataku menikmati ciuman darinya hingga rasa dingin itu menghilang berganti rasa kecewa karena dia menghilang dari pandangan mataku. Aku menangis tersedu-sedu, sungguh hatiku sangat sakit.

Aku berjalan menuju kamarku, hingga aku mendengar kegaduhan di ruang ICCU. Kulihat dari depan seorang dokter sedang menggunakan alat pacu jantung mencoba menolong seorang pasien di dalamnya. Ada seorang wanita parubaya menangis melihat kejadian itu, sepertinya dia ibu dari pasien di dalam. Ah.. betapa beruntungnya anak itu. Hingga ku dengar suara mamaku membuatku terkejut.

"Ya Tuhan... Sayang, kamu dari mana saja ? Maafkan mama dan papa sayang, kami terlalu sibuk dengan urusan kami, sehingga kamu jadi begini. Maafkan mama" Mama menangis sambil memelukku, penyesalan tampak dari wajahnya.

Aku tak tertarik dengan kehadiran mamaku, karena mataku tertuju pada pasien yang sedang berjuang melawan maut. Aku terpaku pada ruang ICCU yang tertulis nama Ardan sebagai penghuninya, kakiku melangkah tanpa aku perintahkan. Mama meneriakkan namaku, bahkan tangannya menarikku tapi aku tepis, aku tetap berjalan masuk tanpa peduli suster melarangku. Jantung mencelos melihat pemandangan yang ada di hadapanku, sosok itu.

Seorang pemuda terbaring lemah dengan semua selang sebagai alat bantu kehidupan yang menempel di badannya sedangkan dokter masih membantu mengembalikan detak jantungnya.

"Ardaaaan..." Lirihku

Tiiiiiiiiiiiiiitttttttttttttttttttttttt............................

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro