Nenek Ronggeng By @Ryn_Vitrian

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Title: Nenek Ronggeng

Written by ryn_vitrian

***

Kursi ayun itu tiba-tiba bergerak. Semakin lama, semakin cepat. Gadis yang berada tak jauh dari kursi itu menatap menyelidik.

Tiba-tiba bau anyir nan busuk seketika itu mulai menyeruak di rongga hidung gadis itu. Dia gemetar. Dengan keringat yang menetes deras dari dahi dan pelipisnya. Gadis itu menahan nafasnya karena bau itu membuat perutnya mual.

"Siapa di situ?" tanya gadis itu. Matanya kembali menyelidik di ruangan asing nan lusuh itu sambil mengibas-ngibaskan tangannya. Kursi ayun itu kemudian diam. Gadis itu menelan ludah dengan susah payah. Jantungnya masih berpacu dengan cepat.

Ki..ki..ki..ki..

Suara seseorang yang sedang tertawa tiba-tiba muncul. Melengking diseluruh penjuru ruangan. Gadis itu langsung menutup kedua telinganya sambil memejamkan mata dengan menundukkan kepala. Suara itu semakin kecang memekikkan telinga. Membuat siapapun yang mendengarnya merinding. Gadis itu meringis menahan sakit telinganya. Lagi-lagi, suara itu hilang seketika.

Gadis itu membuka mata semakin menyelidik. Dia hanya berputar-putar di tempat itu. Hanya terlihat dinding dengan cat yang sudah memudar. Lemari yang sudah lapuk. Debu berada di mana-mana dengan lampu yang redup, serta banyak sarang laba-laba di sudut-sudut ruangan yang pengap.

Dia terperanjak seketika itu. Badannya mulai gemetar. Ritme jantungnya mulai berpacu lebih kencang. Terlihat sesosok nenek tua dengan gaun kebaya yang lusuh, dengan rambut putih bersanggul sedang duduk di kursi ayun.

Nenek itu bernyanyi dengan pelan sambil memainkan tangannya--menari-nari--seperti penari ronggeng. Gadis itu mulai merinding dengan suara sindenan nenek itu. Diberanikan gadis itu mendekatinya pelan-pelan.

"Nek," panggil gadis itu. "Nenek sedang apa di sini? Kalau boleh tau, ini tempat apa, ya, Nek?" lanjut gadis itu dengan menjulurkan tangan kanannya untuk menyentuh bahu nenek itu. Nenek itu diam. Tangannya berhenti menari. Perlahan, kepalanya mulai menoleh ke arah gadis itu.

"Aaaa...." Teriak nenek itu melengking. Gadis itu mundur ketakutan.

Mata nenek itu melotot, dengan wajah yang mulai berubah menyeramkan. Darah mulai keluar dari mata nenek itu. Nenek itu mulai berdiri. Kepalanya bergerak ke kanan ke kiri.

Gadis itu mulai ketakutan. Tangannya gemetar. Dia mundur. Kemudian mencari jalan keluar. Tapi, pintu itu terkunci.

"Tolong...." Gadis itu berteriak histeris. "Tolong...." Dia kembali berteriak sambil memukul-mukul pintu yang ada di hadapannya.

"Kamu harus ikut Nenek. Nenek sendirian, Nak," Nenek itu tiba-tiba berucap. Dengan mata yang ingin menangis. Gadis itu pasrah dan menatap takut-takut dengan nafas yang kembang-kempis.

Gadis itu tahu, di depannya sekarang ini adalah Nenek Ronggeng. Nenek yang sering diceritakan oleh warga di desanya. Nenek itu sering mencari seorang gadis. Untuk dijadikan tumbal dan pengikutnya. Dan sekarang, Ronggeng tua itu ingin kematian gadis di depannya.

Ronggeng tua itu tiba-tiba menangis. Darah mulai bercucuran keluar dari mata Ronggeng tua itu. Kebaya lusuh yang dipakai ronggeng itupun mulai terbanjiri oleh tetesan darah. Tangan ronggeng itu mulai terangkat. Kemudian kedua tangannya mulai meliuk-liuk, kakinya mulai bergerak ke sana ke mari. Ronggeng tua itu sedang menari. Lalu, Ronggeng itu mulai bernyanyi tembang Jawa.

Lingsir wengi sliramu tumeking sirno

Ojo tangi nggonmu guling

awas jo ngetoroaku lagi bang wingo wingojin setan kang tak utusidadyo sebarang

Wojo lelayu sebet

Berulang-ulang Ronggeng tua itu bernyanyi dan menari. Gadis  itu menatap takut.

"Lepaskan saya, Nek. Nenek sudah mati. Nenek tidak bisa hidup." Teriak gadis itu takut-takut.

Lingsir wengi sliramu tumeking sirno

Ojo tangi nggonmu guling

awas jo ngetoroaku lagi bang wingo wingojin setan kang tak utusidadyo sebarang

Wojo lelayu sebet

Tapi, Nenek itu masih tetap menari dan bernyanyi. Bahkan Ronggeng itu bernyanyi lebih keras sambil menari memutari gadis itu. Gadis itu meringkuk di tengah-tengah tarian ronggeng tua.

Gadis itu berpikir bagaimana dia bisa keluar dari tempat reot ini. Bau di ruangan itu tiba-tiba berubah beraroma melati. Sedangkan tembang jawa itu membuatnya mengantuk.

"Nenek akan mati untuk kedua kalinya," ucap gadis itu dengan nada tinggi. Gadis itu kemudian bangkit menatap nenek ronggeng tersebut. Ronggeng tua itu kemudian berhenti bernyanyi dan menari. Ronggeng itu melotot menatap gadis itu dengan wajah yang terbanjiri oleh darah.

Ronggeng itu menjulurkan kedua tangannya--ingin mencekik--dengan membuka mulut lebar. Seketika darah keluar dari sana. Aroma busuk lagi-lagi mulai menyeruak di penciuman gadis itu.

Gadis itu ingin muntah karena aroma busuk itu. Dia mundur. Dia terpojok oleh dinding yang berada di belakangnya. Dia menahan nafas sebentar. Tangan nenek ronggeng itu sudah mendarat di leher gadis itu. Ronggeng itu tersenyum licik dan kemudian tertawa.

"Kau akan mati, Nak. Kau anak yang pintar. Kau akan menjadi penerusku. Kau akan MATI," ucap nenek ronggeng itu dengan mata yang menatap menyeramkan.

Gadis itu membeku di tempat. Takut, bingung. Tangan nenek ronggeng itu mulai mendekat di leher gadis itu.

Gadis itu melotot dan menggeleng. "Aaaaaa...." Teriak gadis itu sambil menutup kedua matanya.

"Dek, Dek. Bangun. Kamu kenapa?" tanya seseorang lelaki yang mengguncang tubuh gadis itu.

Gadis itu mulai membuka mata. Matanya melotot tak berkedip. Nafasnya kembang kempis dengan ritme jantung yang masih berbacu dengan cepat tak beraturan. Gadis itu menghiraukan seseorang yang berada di depannya. Mata gadis itu menyelidik menyusuri kamarnya. Keringatnya banyak bercucuran dari mana-mana. Tenggorokannya terasa kering.

"Dek, kamu kenapa?" tanya laki-laki itu lagi sambil mengusap keringat yang berada di dahi gadis tersebut.

Mata gadis itu lalu menatap seseorang yang berada di depannya. "Nggak apa-apa kok, Kak Aji," jawab gadis itu terbata-bata.

Lelaki itu meghembuskan nafasnya kasar. "Ini, minum dulu, Dek." Laki-laki itu menyodorkan segelas air putih untuk adiknya.

"Makasih, Kak Aji," ucap gadis itu.

"Kamu kenapa? Tadi teriak-teriak. Kamu mimpi buruk, Echa?" tanya laki-laki yang bernama Aji tersebut.

Gadis bernama Echa itupun diam beberapa saat--berpikir. Echa mendongak menatap mata Aji. Kemudian dia mengangguk lalu berkata," Mimpi itu seperti nyata. Dia ingin aku. Dia ingin nyawaku. Dia ingin aku jadi penerusnya. Dia sepetinya memang ada. Dia benar-benar seperti nyata. Aku memang suka tembang-tembang jawa. Tapi, tembang yang dinyanyikan itu seperti menghantarkan kematian. Membuatku takut. Dia benar-benar ada. Dia ingin aku, Kak. Aku takut." Gadis itu mengacak rambutnya. Dia menjelaskan panjang lebar. Gadis itu benar-benar ketakutan.

Aji terkejut. "Dek, kamu mimpi apa? Dia? Dia siapa?" Tanya Aji khawatir dengan wajah yang serius. Aji menggenggam tangan adiknya--menenangkan.

"Dia ... Dia ... Nenek Ronggeng, Kak," jelas Echa takut-takut. Echa mulai meringkuk. Dia takut semua itu akan terjadi. Takut semua itu menjadi nyata.

Aji kaget. Lalu, dia memeluk adiknya itu. "Itu hanya mimpi, Dek. Lebih baik kamu tidur lagi. Kakak bakal di sini jagain kamu." Aji menenangkan.

Gadis itu mengangguk dan kemudian mulai beringsut kembali tidur. Gadis itupun tertidur lagi dengan wajah tenang.

"Dek, semoga itu bukan pertanda buruk. Aku akan menjagamu, dek. Semoga dia tidak mengincarmu," bisik Aji.

Tiba-tiba lampu di kamar Echa padam.

"Kamu akan mati," ucap nenek ronggeng itu tiba-tiba dengan suara keras disertai tawa yang melengking.

Tamat

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro