7. Tamu tak Diundang

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tidur nyaman Risa terganggu saat suara alarm menggema di kamar itu. Mata gadis itu masih terpejam, sedangkan tangannya bergerak meraih benda yang masih terus berdering untuk membangunnya. Risa menyipitkan mata, lalu menggeser layar untuk mematikan alarm, dan kembali meletakkan benda itu di atas nakas. Sudah waktunya ia harus bangun. Ada tugas yang harus dijalani jika masih ingin tinggal di tempat itu.

Matanya terbuka sempurna. Tubuhnya bergerak untuk duduk. Direntangkan kedua tangannya sambil menguap. Cahaya matahari pagi mengintip celah tirai. Senyum menghiasi wajah Risa. Tubuhnya beranjak dari ranjang, lalu berjalan menuju jendela untuk membuka tirai. Udara segar menerpa wajahnya saat jendela telah terbuka. Bersyukur karena Tuhan masih memberinya nikmat untuk menghirup udara pagi.

Langkah Risa terayun menuju kamar mandi. Sebelum keluar, dia harus menggosok gigi dan membasuh wajah agar tidak terlihat acak-acakan. Tangannya bergerak menguncir rambut, lalu melakukan tugas paginya di dalam kamar mandi. Setelah selesai dengan keperluannya di dalam kamar mandi, Risa bergegas keluar dari kamar. Pandangan Risa langsung tertuju pada seseorang yang sedang duduk di ruang makan.

"Good morning," sapa Risa pada laki-laki yang sedang menikmati secangkir kopi.

"Pagi juga." Adit membalas santai.

"Tumben nggak lari pagi?" tanya Risa sambil menghampiri dapur.

"Bisa diganti dengan olahraga lain."

Risa hanya mengangguk tanpa menatap lawan bicaranya. Tangannya bergerak mencari bahan untuk membuat sarapan. Adit pasti menunggu untuk dibuatkan sarapan. Dia akan membuat makanan yang tak memakan waktu banyak.

"Aku mau ajak kamu bertemu dengan seseorang." Adit kembali membuka obrolan setelah beberapa menit saling terdiam.

"Seseorang?" Risa memastikan sambil menoleh ke arah ruang makan.

"Iya," balas Adit singkat.

"Dia kenal aku?"

Tinggal ikut saja."

"Tapi aku belum tau siapa orangnya."

"Cepat bikinin aku sarapan. Aku sudah laper." Adit mengalihkan topik.

"Ini sedang aku buatkan. Harap sabar." Risa menimpali.

"Harus sudah selesai setelah aku mandi." Adit beranjak dari kursi.

"Iya," balas Risa singkat.

Adit berlalu dari ruang makan untuk menuju kamar. Ada kejutan yang akan dia berikan pada Risa. Entah gadis itu akan senang atau kembali menuduhnya karena telah memberikan kejutan itu.

Dua porsi wafle dengan guyuran saus coklat dan semangkuk salad sayur tersaji di atas meja. Tak lupa jus jeruk melengkapi sarapan pagi untuk Risa dan Adit.  Senyum menghiasi wajah Risa ketika bangga pada dirinya sendiri, menyiapkan sarapan dengan cepat sebelum Adit selesai dari keperluannya di kamar. Tak lama, terdengar pintu kamar Adit terbuka. Risa beranjak duduk di kursi. Perhatiannya tertuju pada laki-laki yang sedang berjalan menghampirinya. Lagi-lagi Adit membuatnya ternganga. Penampilan Adit selalu saja membuatnya kagum. Risa menelan saliva saat Adit duduk di hadapannya. Perhatiannya terlempar ke arah lain.

"Ada apa?" tanya Adit tanpa menatap Risa. Tahu jika Risa memerhatikannya.

Risa tersenyum getir sambil menggeleng lemah. Pandangan Risa kembali mengarah pada Adit yang sedang menikmati sarapan buatannya. Tercipta dari surga mana laki-laki ini? Kenapa dia selalu tampan dalam segala penampilan? puji Risa dalam hati.

"Satu jam lagi kita akan bertemu dengan orang yang aku bicarakan beberapa menit yang lalu." Adit membuka obrolan.

"Apa sangat penting?" Risa memastikan sambil memotong wafle buatannya.

"Kalau kamu merasa ajakan aku nggak penting, nggak masalah kamu nggak ikut. Tapi jangan salahkan aku jika nanti kamu menyesal."

"Why don't you get straight to the point?"

Adit tersenyum. Tahu jika Risa penasaran. "Just wanted to surprise you."

"Baiklah, aku akan ikut." Risa mengalah.

Suasana kembali hening. Hanya terdengar dentingan sendok terbentur piring. Pikiran Risa dipenuhi akan ajakan Adit. Tidak biasanya laki-laki itu mengajaknya pergi. Apa Adit akan mempertemukannya dengan Rino?

Setelah selesai sarapan, Risa pamit untuk siap-siap. Adit pun beranjak dari ruang makan untuk menanti Risa sambil memanaskan mobil. Sudah cukup lama dia tak jalan berdua dengan seorang wanita. Terakhir, wanita yang dia ajak jalan adalah Naina, wanita yang menolaknya untuk dinikahi. Adit tak pernah menjalin hubungan dengan wanita manapun setelah putus dengan cinta pertamanya. Saat akan kembali menjalin hubungan dengan wanita justru orang tuanya tak menyetujui. Dia dituntut oleh orang tuanya untuk menikah dengan wanita yang tak dia cintai.

Deringan ponsel membuyarkan pikiran Adit. Diraihnya benda itu dari dalam saku celana. Tertera nama sahabatnya menghiasi layar ponsel. Adit menggeser layar ponsel, lalu menempelkan benda itu pada telinga.

"Iya, Ken," sapanya pada seseorang di seberang sana.

Adit terlibat obrolan ringan bersama sahabatnya itu. Tak lama, Lisa keluar dari dalam rumah. Pandangannya terlempar ke arah mobil. Terlihat Adit sedang berbicara dengan seseorang lewat telepon. Risa bergegas menutup pintu dan menguncinya, lalu mendekat ke arah Adit. Tangan Risa menunjuk ke arah mobil saat Adit menatapnya. Adit hanya mengangguk. Gadis itu masuk ke dalam mobil.

"Ken, aku mau jalan. Kita ketemu di sana saja." Adit mengakhiri obrolan. Dia mematikan sambungan telepon setelah mendapat jawaban dari Ken, sahabatnya. "Pindah ke depan," instruksinya pada Risa.

"Kenapa?" tanya Risa bingung.

"Aku bukan sopirmu." Adit menutup pintu mobil.

Risa beranjak keluar dari mobil dengan raut malas, lalu pindah tempat duduk ke bagian depan di samping Adit. Setelah memastikan tak ada yang tertinggal, Adit melajukan mobil untuk meninggalkan halaman rumah. Di antara keduanya masih sama-sama diam setelah beberapa menit berlalu. Adit fokus pada kemudi, sedangkan Risa fokus menatap layar ponsel.

"Boleh pinjam hape kamu?" tanya Adit membuka obrolan.

"For?" Lisa menoleh ke arah laki-laki di sampingnya.

Tangan Adit terulur meminta tanpa menatap wanita di sebelahnya. Pandangannya masih fokus pada jalan. "Hanya sebentar untuk mengetik nomorku," balasnya.

Risa memberikan ponselnya pada Adit. Meski ada keragian, tapi ia yakin jika Adit tidak akan berbuat macam-macam. Selama ini Adit terlihat baik dan tak pernah bohong.

"Simpan nomorku barangkali kamu membutuhkan ke depannya." Adit memberikan ponsel pada pemilik setelah mengetik nomornya.

Senyum menghiasi wajah Risa sambil menerima ponsel dari tangan Adit. Dia bergegas menyimpan nomor Adit di ponselnya. Senyum kembali menghiasi wajahnya saat memilih nama untuk Adit dan terlintas nama 'Pemilik Rumah'.

Mereka tiba di tempat tujuan setelah menempuh perjalanan sekitar setengah jam. Adit bergegas keluar setelah mobilnya terparkir di halaman sebuah rumah yang sedang direnovasi. Risa menyusulnya turun dari mobil, lalu menatap bangunan yang ada di hadapannya saat ini. Perhatian Risa teralih saat melihat Adit berjalan mendekati bangunan itu.

"Pak Adit," sapa mandor bangunan pada Adit.

"Sudah sampai tahap mana, Pak?" tanya Adit.

"Tinggal finishing kolam renang sama pasang wallpaper di lantai dua, Pak."

"Oh, ya sudah. Saya tinggal dulu ke depan. Titip mobil ya, Pak." Adit pamit.

"Iya, Pak." Mandor itu mengangguk.

Adit menghampiri Risa yang berdiri di dekat mobil. Tatapan gadis itu masih terlihat bingun. Adit hanya menahan senyum melihat ekspresinya.

"Sebenarnya kita mau ke mana sih?" tanya Risa ketika Adit mendekat ke arahnya.

"Ikut aku." Adit melewati Risa.

Tubuh Risa berbalik. Adit berjalan meninggalkannya. Risa bergegas mengejar Adit karena langkah laki-laki itu cukup cepat.

"Kamu bikin aku penasaran." Risa protes.

Tak ada jawaban. Adit masih berjalan cepat menuju suatu tempat. Risa terlihat kesal karena Adit tak merespon ucapannya. Dan yang lebih membuatnya kesal adalah jalan kaki. Mereka tiba di depan bangunan berlantai tiga. Bangunan paling bawah adalah kafe. Entah bangunan kedua dan ketiga. Adit berjalan masuk ke dalam kafe itu. Risa hanya mengikutinya dari belakang.

Apa pertemuannya di kafe ini? Siapa yang akan bertemu dengan kami? tanya Risa dalam hati sambil megedarkan pandangan, meneliti tempat yang ia pijak saat ini.

"Dek, Ken ada?" tanya Adit pada Kadek, pekerja di kafe itu.

"Ada, Pak. Saya panggilkan." Kadek pamit masuk.

Adit beranjak duduk di kursi kosong dekat dinding kaca. Pandangannya beralih pada Risa yang masih berdiri. "Kenapa?" tanya pada Risa.

Perhatian Risa teralih, menoleh ke arah Adit. Dia bergegas duduk saat melihat Adit sudah terduduk. "Apa pertemuannya di sini?"

Kepala Adit mengangguk.

"Apa--"

"Dit."

Ucapan Risa terpotong karena seseorang memanggil nama Adit. Terlihat seorang laki-laki menghampiri Adit dan Risa. Adit beranjak dari kursi, lalu mengulurkan tangan pada laki-laki itu. Laki-laki bertato di bagian tangan kiri dan mengenakan celemek di bagian pinggang sampai lutut. Risa hanya menatap dua laki-laki di hadapannya yang sedang bersapa.

"Ken, ini Risa, cewek yang aku omongin ke kamu." Adit mengenalkan Risa pada Ken.

Risa beranjak dari kursi saat melihat Ken mengulurkan tangan, lalu menjabat tangan laki-laki itu. Mereka saling berkenalan. Risa kembali duduk saat kedua laki-laki di depannya duduk.

"Kalian mau minum apa?" Ken menawarkan.

"Aku seperti biasa saja," balas Adit.

"Risa?" Ken menatap Risa.

"Vanilla latte." Risa menimpali.

"Kadek! Buatkan minuman seperti biasa buat Pak Adit dan satu Vanilla Latte!" seru Ken pada Kadek.

"Iya, Pak!"

Perhatian Ken kembali pada dua manusia di dekatnya. "Sejauh mana kamu belajar masak?" tanya Ken pada Risa.

Tatapan Risa menuju pada Adit ketika mendengar pertanyaan dari Ken. Masih tak mengerti maksud Adit mengenalkannya pada Ken. Adit menautkan kedua alisnya. Risa menggeleng. Ken menoleh ke arah Adit karena fokus wanita di hadapannya justru pada laki-laki di sampingnya. Adit menoleh ke arah Ken dan mendapati kebingungan pada raut Ken.

"Maaf, Ken. Aku belum kasih tau dia mau ajak ketemu sama kamu karena niat aku kasih kejutan buat dia. Jadi mungkin dia masih bingung," ungkap Adit.

Ken menyungging senyum. "Kemarin Adit nanya sama aku, sudah nemu asisten baru atau belum? Aku bilang belum. Adit ngajuin kamu buat jadi asisten aku di sini. Dia cerita mengenai keterampilan kamu memasak. Adit juga bilang kalau kamu belajar masak di Rusia dengan cef ternama di sana. Apa benar?" tanya Ken pada Risa.

Senyum getir tersungging pada raut Risa. Sebegitu peduli Adit padanya sampai mencarikan pekerjaan untuknya. Apa dugaannya benar, Adit ingin mengusirnya secara perlahan dari rumah itu?

Obrolan kembali tercipta mengenai tawaran Ken pada Risa untuk menjadi asistennya. Ken ingin mengembangkan bisnisnya dan memiliki orang kepercayaan yang bisa dipegang tanggungjawabnya. Dia pun kembali menanyakan, sejauh mana Risa belajar memasak. Risa menjelaskan pengalamannya dalam belajar memasak pada Ken, sedangkan Adit hanya menjadi pendengar setia. Keputusan kembali pada Risa, mau menerima tawaran itu atau tidak. Ken merasa jika Risa cukup mumpuni menjadi asistennya, dan dia berharap agar Risa mau menerima tawarannya. Adit pun demikian.

Setelah pertemuan selesai, Adit mengajak Risa untuk pulang karena ada hal lain yang harus Adit kerjakan. Adit tidak ingin membuang peluang yang ada. Dia peduli pada Risa, dan akan membantunya sampai mendapatkan pekerjaan. Terlebih Risa akan bekerjan di tempat sahabatnya.

"Kamu keberatan?" tanya Adit membuka obrolan setelah beberapa menit berlalu. Fokusnya masih pada kemudi.

"Apa alasan kamu menawarkan aku pad Kak Ken karena ingin aku mening--"

"Jangan berpikiran negatif dulu." Adit memotong ucapan Risa. "Aku nggak ada niatan buat usir kamu secara halus. Ken sahabat aku dan beberapa hari yang lalu dia cerita jika sedang butuh asisten. Aku teringat kamu mengenai hal ini. Bukankah kamu memang sedang butuh pekerjaan? Aku hanya menyarankan, dan itu jika kamu mau. Nggak masalah kalau kamu nggak setuju, aku bisa bilang sama Ken," lanjutnya.

Tak ada jawaban. Risa masih menimbang pilihan untuk menerima tawaran Ken.

"Untuk masalah tempat tinggal, kamu masih boleh ikut aku tinggal di rumah itu untuk beberapa pekan ke depan sampai kamu menemukan tempat tinggal sendiri. Nggak lama lagi aku akan pindah ke rumahku sendiri."

Kepala Risa menoleh ragu ke arah Adit. Pikirannya langsung tertuju saat Adit memarkirkan mobilnya di halaman sebuah rumah yang sedang direnovasi. "Apa itu rumah kamu?" tanyanya memastikan.

Hanya gumaman yang Adit berikan. Risa kembali sibuk memikirkan pilihannya. Tawaran dari Ken memang langka. Laki-laki itu terlihat baik. Terlebih Adit mengenalnya. Dan Adit akan tinggal di rumah yang dekat dengan kafe itu. Entah kenapa Risa merasa berat berpisah dengan Adit. Sibuk dengan pikiran masing-masing sampai jalanan terasa pendek. Mobil yang mereka naiki tiba di bahu jalan dekat rumah.

"Aku mau ke tempat kerja." Adit membuka suara.

Risa mengangguk, melepas sabuk pengaman, lalu menarik handel pintu.

"Mungkin aku akan pulang malam. Kamu nggak perlu masak buat aku hari ini," ungkap Adit.

Kepala Risa kembali mengangguk. Dia bergegas turun dari mobil itu. Adit menatap sekilas ke arah spion yang menampilkan posisi Risa sedang berdiri di depan gapura rumah. Kakinya bergegas menginjak pedal gas untuk melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu.

Langkah Risa terayun masuk ke dalam halaman rumah. Dia mengembuskan napas kasar. Pikirannya kembali pada tawaran Ken. Risa meraih kunci dari dalam tas, lalu membuka pintu ruang utama. Pintu kembali ia kunci setelah masuk ke dalam rumah, Risa berlalu menuju ruang tengah lalu mengempaskan tubuh di atas sofa yang ada di ruangan itu. Matanya terpejam untuk meredakan kerumitan yang ada di pikirannya.

Mata Risa terbuka saat mendengar suara ketukan pintu. Sepertinya ada yang tertinggal sehingga membuat dia kembali ke rumah. Risa membatin. Tubuhnya beranjak dari sofa untuk menuju ruang tamu, lalu membukakan pintu untuk Adit.

"Apa ada yang tertinggal--" ucapan Risa terpotong ketika pintu terbuka dan menatap sosok laki-laki di depannya bukan Adit.

***

Kira-kira siapa laki-laki yang datang menemui Risa?
Apa Risa akan menerima tawaran Ken buat jadi asistennya?
Terus dia akan tinggal di mana kalau Adit pindah ke rumahnya?

Slow update ya sampai vote terpenuhi 1K.
Ayo ... jangan lupa vote biar aku semangat nulis cerita ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro