8. Please, Help Me

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Eh, ternyata ini Malming, ya?
Aku baru ngeh. Maklum, bukan anak mudah lagi. Ckckck
Berarti nggak salah aku nulis hari ini.
Happy reading!

♡♡♡

"Marcel," gumam Risa saat melihat sosok laki-laki di depannya. Sangat jelas jika dia Marcel, laki-laki yang dijodohkan dengannya.

Marcel tersenyum miring padanya. Risa akan kembali menutup pintu, tapi Marcel segera menjegal pintu dengan kakinya.

"Kamu mau apa ke sini?" tanya Risa sambil menahan pintu agar tertutup.

"Aku ingin menemui kamu, calon istriku." Marcel masih berusaha mendorong pintu itu agar terbuka.

"Pergi atau akau akan teriak?" Risa mengancam.

Dorongan Marcel sangat kuat. Risa tak bisa menahan kekuatan Marcel karena mereka berbeda tenaga. Marcel laki-laki, sudah jelas dia lebih kuat. Risa pun kalah. Pintu terbuka. Marcel menutup pintu, lalu mendekati Risa.

"Tolong!" teriak Risa.

Marcel bergegas menghampiri, lalu membekap mulut Risa. Matanya fokus pada wajah gadis di hadapannya. Sudah lama dia tak melihat Risa sejak permintaan gadis itu meminta pisah darinya. "Aku datang ke sini baik-baik, dan ingin menjemputmu untuk kembali ke Rusia," ungkap Marcel.

Risa mendorong tubuh laki-laki itu. "Aku bukan siapa-siapa kamu lagi, Marcel. Hubungan kita sudah berakhir setelah kamu menghianati aku."

"Itu tidak seperti apa yang kamu bayangkan." Marcel mengelak.

"Tidak seperti apa yang kamu bayangkan? Sudah jelas kamu tidur bersama wanita lain, apa yang harus aku bayangkan lagi?"

"Bukankah itu wajar karena kamu tidak-"

"Cukup Marcel!" seru Risa memotong ucapan Marcel. "Lebih baik kamu pergi sekarang. Aku tidak akan kembali ke Rusia dan menikah denganmu." Risa menegaskan.

Marcel kembali mendekati tubuh Risa. Tatapannya menyeringai. Risa melangkah mundur. Senyum Marcel trrlihat menakutkan bagi Risa.

"Jangam dekati aku." Risa mengingatkan sambil berjalan mundur.

"Kamu tidak akan bisa lari dariku, Clarisa."

Risa menelan saliva. Takut. Dia akan berlari untuk menuju pintu keluar, tapi Marcel berhasil mencekal lengannya. Marcel mengurung tubuh Risa pada dinding. Matanya menatap lekat gadis di hadapannya dengan tatapan ingin menyeringai. Marcel akan mendekatkan wajahnya pada wajah Risa, tapi gerakannya terhenti saat gadis itu berusaha mendorong tubuhnya. Risa akan kembali berteriak minta tolong, tapi Marcel menekan tubuh Risa dengan tubuhnya. Tangan Marcel menyentuh kedua bahu Risa.

"Teriak atau aku-"

Ucapan Marcel terpotong karena suara pintu terbuka. Pandangannya mereka terlempar ke arah pintu. Risa mendorong tubuh Marcel, lalu bergegas menghampiri Adit.

"Ada apa ini?" tanya Adit tak mengerti.

"Dia Marcel, laki-laki yang dijodohkan denganku. Kedatangannya ke sini untuk menjemputku. Aku nggak mau pulang ke Rusia," ungkap Risa pada Adit. Dia bersembunyi di balik tubuh Adit.

"Siapa dia?" tanya Marcel.

"Aku-"

"Dia-, dia kekasihku saat ini." Risa memotong ucapan Adit.

Adit sontak menoleh ke arah Risa dengan tatapan bingung.

"Tolong, bantu aku saat ini," mohon Risa.

Marcel tersenyum sinis. "Kamu hanya milikku, Clarisa. Tidak ada laki-laki yang boleh menjadi kekasihmu kecuali aku. Hubungan kita sudah disepakati oleh orang tuamu dan orang tuaku. Kamu tidak bisa menolak."

"Tidak. Aku tidak akan menikah denganmu. Aku memiliki hak untuk menolak karena kamu melanggar kesepakatan itu. Kamu tidur dengan wanita lain saat-"

Ucapan Risa terpotong karena Marcel menghampirinya. Naina merapatkan tubuhnya pada punggung Adit. Tangan Marcel bergerak akan menyentuh Risa, tapi Adit mencekal lengannya. Dua laki-laki itu saling menatap. Adit menatap datar, sedangkan Marcel menatap tajam.

"Jangan ganggu dia." Adit mengingatkan.

"She is my future wife." Marcel mengempaskan cekalan Adit, lalu meraih lengan Risa.

"Kamu bukan calon suamiku. Aku nggak mau ikut kamu!" Risa menolak keras.

Adit kembali mencekal tangan Marcel untuk melepas cekalannya. "Jangan memaksanya karena dia sudah bukan calon istrimu. Dia kekasihku saat ini."

Marcel melepas cekalannya dari lengan Risa, lalu melayangkan tinju ke arah Adit, dan Adit menangkis tinju dari Marcel.

"Jangan membuat masalah di sini. Kamu hanya orang asing. Aku bisa membuatmu dideportasi dari sini." Adit mengingatkan, mengempaskan genggaman tangan Marcel.

"Aku tidak peduli." Marcel kembali melayangkan pukulan pada wajah Adit dan telak mengenai sudut bibir.

Adit menyentuh sudut bibirnya yang berdenyut.

"Marcel! Apa yang kamu lakukan sungguh seperti anak kecil!" Risa menatap Marcel tajam, lalu beralih pada Adit. "Kamu nggak apa-apa?" tanya Risa khawatir.

Adit mengabaikan pertanyaan Risa, bergegas menegakkan tubuh, lalu menatap Marcel tajam. Marcel tersenyum mengejek. Risa beranjak mundur ketika Adit mendekat ke arah Marcel.

"Kamu akan menyesal karena sudah membuat masalah denganku." Adit kembali mengingatkan.

Marcel tak peduli. Dia kembali menyerang Adit, tapi Adit menangkisnya. Tidak ada kesempatan kedua untuk Marcel kembali menyentuh wajahnya. Bukan Adit jika tidak bisa mengalahkan Marcel. Risa bergegas keluar untuk mencari pertolongan. Beberapa warga menghampiri Risa untuk membantu. Mereka masuk ke dalam rumah, lalu melerai Adit dan Marcel.

"Lepaskan aku!" seru Marcel sambil memberontak.

"Lepaskan saya, Bli. Saya polisi." Adit berbisik pada salah satu orang yang menahannya.

Orang itu melepas tubuh Adit. Risa menghampiri Adit dengan tatapan khawatir. Marcel masih terus mengoceh tak jelas. Adit meraih ponselnya di saku untuk menghubungi Polsek terdekat.

"Aku pastikan kamu dideportasi dari Indonesia." Adit menatap Marcel datar setelah menghubungi pihak polisi terdekat.

"Aku tidak peduli! Clarisa harus kembali ke Rusia bersamaku!" Marcel menimpali dengan nada kesal. Wajahnya terlihat memerah bekas pukulan Adit.

"Aku tidak akan pernah kembali ke Rusia dan menikah denganmu." Risa menyambar.

Terdengar suara sirene motor polisi. Adit beranjak duduk di sofa. Marcel masih ditahan warga. Dua orang polisi tiba di ruangan itu dan langsung mengamankan Marcel. Warga pun bubar setelah polisi ambil alih menangani Marcel. Salah satu polisi mendekati Adit.

"Kamu masuk." Adit menginstruksi Risa.

Risa mengangguk, berlalu dari ruangan itu untuk masuk ke dalam. Adit beranjak dari sofa untuk ikut ke kantor polisi menjadi saksi dan korban. Dia akan memastikan jika Marcel tak bisa kembali menginjakkan kaki di Indonesia.

***

Pikiran Risa masih tak tenang. Sudah tiga jam menanti Adit, tapi laki-laki itu belum kembali dari kantor polisi. Telepon dan pesannya tak direspon. Khawatir terjadi sesuatu pada laki-laki itu. Risa masih mondar mandir di dekat jendela, berharap laki-laki itu segera pulang.

Perhatiannya teralih saat mendengar pintu gerbang terbuka. Risa menatap ke arah luar sana. Adit terlihat sedang membuka pintu gerbang. Risa bergegas keluar untuk memastikan kondisi Adit. Mobil Adit berjalan masuk menuju halaman. Disusul sang empunya mobil turun. Risa masih menanti sampai Adit tiba di hadapannya.

"Gimana?" tanya Risa sambil menatap Adit yang berjalan mendekat ke arahnya dengan tatapan datar.

"Kita bicarakan di dalam. Aku haus." Adit melewati tubuh Risa untuk masuk ke dalam rumah.

Risa mengikuti Adit dari belakang. Adit membuang napas lelah, meletakkan jaket di atas meja, lalu mengempaskan tubuh di sofa.

"Mau aku ambilkan minuman? Kamu mau minum apa?" Risa menawarkan.

"Air putih dingin," balas Adit.

Langkah Risa terayun menuju dapur. Dia bergegas menyiapkan minuman permintaan Adit. Sudah tentu Adit lelah karena mengurus masalah Marcel. Risa harus berterima kasih pada Adit karena sudah menolongnya.

Risa menyajikan segelas air putih dingin di atas meja, lalu duduk di sofa lain. Adit bergegas meraih gelas itu dan menenggak isinya sampai habis. Tatapan Risa tak beralih dari wajah laki-laki itu. Dalam keadaan lelah pun Adit terlihat tampan. Adit merasa terusik akan pandangan Naina yang seolah mengintimidasi.

"Kamu nggak perlu khawatir. Dia nggak akan bisa lagi menginjakakn kaki di sini." Adit membuka suara, mengerti kondisi Risa. Takut.

"Aku nggak yakin." Risa menimpali.

"Aku yang jamin." Adit meyakinkan.

Kenapa dia sangat yakin jika Marcel tak bisa lagi ke sini? Aku tak yakin dengan ucapannya.

Adit beranjak dari sofa untuk menuju kamar karena dia ingin mandi. Tubuhnya terasa lelah karena berkelahi dan mengurus berkas untuk menuntut Marcel. Belum lagi bekas pukulan Marcel di sudut bibirnya yang masih terasa nyeri sampai saat ini.

"Terima kasih karena sudah menolongku untuk ke sekian kalinya," ungkap Risa sebelum laki-laki itu masuk ke kamar.

Langkah Adit terhenti. "Kamu akan membayarnya nanti," balasnya tanpa membalikkan tubuh.

"Maksud kamu?" Risa memastikan.

"Bukannya kamu yang bilang, nggak ada yang gratis di dunia ini."

Pikiran Risa melayang untuk mencari kalimat itu. Adit bergegas masuk ke kamarnya karena tak mendapat jawaban dari gadis itu. Senyum menghiasi wajahnya. Sudah tentu Risa memikirkan ucapannya. Dia hanya berniat menggoda Risa.

Apa yang akan dia minta dariku untuk membayar semua hutangku? Aku tak punya apa-apa. Uang pun tak seberapa. Apa dia akan meminta pajak dari penghasilanku nantinya? Tidak mungkin. Dia tidak mungkin melakukan itu. Apa dia tega akan melakukan hal itu padaku? Tidak.

***

Makan malam sudah tersaji. Adit masih belum keluar dari kamar. Sepertinya laki-laki itu tidur di dalam sana karena sampai saat ini. Jam menunjukkan pukul 18.40. Risa meraih ponsel di atas meja dapur. Tangannya bergerak mengetik pesan untuk Adit. Kedua kali dia mengirim pesan pada laki-laki itu.

To: Pemilik Rumah
Aku sudah menyiapkan makan malam untukmu.
Apa kamu masih tidur?

Risa menghampiri meja makan setelah pesannya terkirim. Tubuhnya mendarat di kursi yang biasa ia duduki. Pandangannya kembali beralih pada ponsel, berharap Adit membalas pesannya. Ambyar.

Perhatian Risa teralih saat mendengar pintu kamar Adit terbukan. Senyum menghiasi wajahnya. Adit terlihat lebih santai hanya mengenakan kaus abu tanpa lengan dan celana pendek warna hitam. Berpakaian apa pun Adit selalu tampan. Otot di lengannya terlihat jelas.

Adit duduk di kursi yang biasa dia duduki. Pandangannya mengitari menu masakan di atas meja yang sudah tersaji. Masakan yang tersaji cukup asing dalam pandangannya.

"Apa ada yang salah dengan masakan aku?" tanya Risa karena tak biasanya Adit memerhatikan masakannya seperti itu.

"Nggak ada." Adit membuka piring, lalu menyendok nasi.

Risa hanya mengangguk, lalu menyiapkan makanan untuknya. Mereka menikmati makan malam bersama tanpa ada yang membuka obrolan.

"Sudah menemukan jawaban mengenai tawaran Ken?" tanya Adit membuka obrolan di sela menyantap makan malam.

"Belum," balas Risa singkat.

"Masih ragu untuk menerima? Sampai kapan? Ken butuh asisten secepatnya. Jangan sampai dia menunggu terlalu lama dan kesempatan untukmu hilang."

"Aku berniat menerima tawarannya, tapi aku khawatir jika Marcel-"

"Aku pastikan dia nggak akan kembali menginjakkan kaki di negara ini. Apa kamu masih nggak yakin dengan ucapanku?" Adit menatap Risa serius karena gadis itu tak percaya akan ucapannya.

"Bukan tidak percaya. Aku tahu Marcel seperti apa. Dia ..." Risa menggantungkan kalimatnya.

"Siapapun dia, aku nggak akan takut dan tidak peduli dengan statusnya, sekalipun dia anak pejabat."

Risa menggigit bibir bawah. Laki-laki di depannya terdengar serius. Dia harus yakin jika ucapan Adit benar. Selama ini Adit dapat dipercaya untuk rahasianya.

"Segera kasih jawaban untuk Ken. Dia pasti menunggu jawaban dari kamu. Dan kamu nggak perlu lagi mikirin laki-laki bejat itu." Adit menambahi.

"Terima kasih untuk bantuanmu selama ini. Aku tak tahu apa jadinya jika kamu tidak menolongku. Aku juga minta maaf karena sudah menyeret kamu ke dalam masalahku," ungkap Risa tulus.

"Tunggu waktu yang tepat untukmu membalas semua kebaikanku."

"Semoga itu tak memberatkan aku."

Adit tersenyum tipis tanpa menatap gadis di depannya. Risa terlihat gelisah menanggapi serius ucapan Adit. Entah apa yang Adit inginkan darinya untuk membalas semua kebaikan yang telah dia lakukan untuk Risa.

"Kamu serius meminta aku untuk membalas semua kebaikanmu?" tanya Risa sambil menatap Adit.

Pandangan Adit terlempar ke arah gadis itu. Senyum menghiasi wajahnya.

"Kok kamu malah senyum." Risa terlihat ketus.

"Aku nggak nyangka saja kalau kamu bakal baper dengan permintaanku," balas Adit senang.

"Jadi kamu tidak serius minta aku untuk membalas semua kebaikan kamu?"

Tangan Adit terangkat untuk menutup mulutnya karena senang menggoda Risa. Mulutnya masih tersisa makanan.

"Kamu, ya, ternyata nyebelin," gerutu Risa.

Adit tersedak karena menertawakan Risa. Tangannya bergerak meraih gelas berisi air putih, lalu menenggaknya.

"Itu akibat karena sudah mengerjai aku." Risa mengejek.

Tak ada balasan. Adit masih terbatuk, berusaha menghilangkan rasa sakit pada tenggorokannya akibat tersedak. Risa tak memedulikan karena kesal.

Tapi aku lega karena dia tidak serius meminta balasan dariku. Setidaknya aku tak kepikiran lagi. Semoga dia benar-benar tak meminta balasan dari kebaikan yang sudah dia lakukan padaku.

"Aku mau nanya mengenai Marcel. Dia tahu dari mana jika aku tinggal di sini?" tanya Risa setelah batuk Adit mereda.

Adit menuang air putih ke dalam gelasnya, lalu meminumnya. Pikirannya menerawang mengenai pertanyaan Risa. Rino tidak tahu jika Adit dan Risa tinggal di rumah itu. Hanya orang sanggar yang tahu dan mereka tak mengenal Rino. Marcel tahu keberadaan Risa di rumah itu dari siapa?

"Apa Kak Alex yang-"

"Aku rasa bukan dia." Adit memotong cepat.

"Lalu siapa?" Risa masih penasaran.

"Akan aku cari tahu. Aku yakin bukan Rino yang memberikan alamat rumah ini pada orang lain karena dia nggak kenal dengan temanku yang menawarkan rumah ini dan aku nggak kasih tau kalau aku tinggal di sini." Adit menjelaskan.

Risa hanya mengangguk. Mereka kembali dia satu sama lain, sibuk memikirkan dari mana Marcel tahu jika Risa tinggal di rumah itu.

***

Akhirnya tau kan siapa yang datang.
Mana yang kemarin jawab calonnya Risa yang datang?
Bakal balik lagi nggak tuh si Marcel ke Bali?
Dan kira-kira siapa yang kasih alamat itu ke Marcel?

10 bab sama prolog akhirnya terupdate.
Aku nunggu vote 1k baru lanjut, ya.
Yang belum vote part sebelumnya aku tunggu, ya.
Vote kalian mempengaruhi tulisan ini untuk lancar up.
Kuy vote biar jadi 1k dan bikin ku semangat nulis. ♡♡♡♡

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro