Talking Paintings

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Prompt; Aku bermimpi, seorang Vodun bernyanyi di hadapanku dengan mendayu-dayu. saat bangun aku diliputi pemikiran terkait kiamat di hari senin besok.

Genre: Fantasy

***


Beberapa Minggu yang lalu aku merasakan kelegaan yang luar biasa dari libur semester. Tetapi, sekarang aku bagai di neraka berdiri di atas meja sembari menyanyi namun tak ada suara pun yang keluar.

Sekeras apapun aku mencoba hanya gelembung sabun yang menggantikan suaraku. Aku tahu aku salah, aku telat di kelas Pak Brandon, ini juga karena model pintu kelasnya yang selalu berubah dan pindah ketika ada orang yang masuk atau keluar.

Sangat menyusahkan, mengingat aku butuh waktu sampai lima belas menit untuk dapat masuk kelas ini. Namun, usahaku tidak dilihat dan malah berakhir dengan 2 pilihan ramuan yang gagal milik Pak Brandon.

"Hey! Teruslah bernyanyi, agar teman-temanmu tahu konsekuensi membuat ramuan yang salah itu dapat menyebabkan efek tidak terduga. Seperti yang sedang kamu alami contohnya." Astaga dia cerewet sekali untuk menjadi seorang laki-laki, apa di kehidupan sebelumnya dia adalah seekor burung yang selalu bernyanyi! Hah, ini memang neraka untukku.

***

Sudah beberapa Minggu aku berada di rumah, rasanya sangat nyaman dan beruntunglah tidak ada yang sakit. Aku harus kembali merapikan barang-barangku untuk berangkat kembali.

"Nona Lia, boleh saya masuk?" Seorang pelayan berucap dari luar, dan aku membuka pintunya. "Ada apa?"

"Tuan besar mengajak anda makan malam," aku mengangguk, hubungan ayah denganku menjadi semakin dekat. Entah apa yang terjadi kepadanya, tetapi ini membuatku senang!

Aku duduk di bangku sebelah kanan Ayah, aku lihat lelaki yang sudah berumur itu menungguku. "Apa ayah menunggu lama?" tanyaku padanya, sedangkan si empu menggeleng sembari tersenyum.

"Tidak. Apakah kau sudah mengemasi barang-barangmu?" Aku mengangguk, yah lusa aku akan berangkat kembali ke akademi.

"Apa ada yang mengganggumu? Ayah dengar banyak hal yang terjadi di sana." Ayah mengusap rambutku dengan tatapan khawatir, aku memegang tangan ayah dan membawanya ke pangkuanku. "Ayah tak perlu khawatir, aku dapat menjalani ini. Yah, walau aku tidak pandai dalam kelas ramuan."

"Begitu? Sepertinya kau harus membawa buku ramuan dari perpustakaan keluarga. Fench, tolong bawalan putriku beberapa buku ramuan."

"Eh, ayah tunggu dulu! Biar aku saja, aku lebih nyaman mencarinya sendiri." Aku teesenyum, ayah sangat perhatian sekali kepadaku dan ini membuatku senang!

.
.
.

Aku mengambil beberapa buku ramuan dan menetap di perpustakaan untuk membaca novel yang baru kulihat di sini, ah suasana yang kurindukan!

Tenang dan sunyi, tiap kali kau bernapas akan tercium wangi pohon pinus yang tajam itu. Namun, selalu saja ada hal yang mengganggu. Lukisan di perpustakaan ini sangat menyeramkan.

Aku tak pernah mengeluh tentang makhluk seram lain, kecuali mereka! Vodun. Entah apa mereka itu, yang kudengar mereka adalah sekumpulan orang yang dapat meramal masa depan dengan bantuan makhluk halus.

Aku masih tidak percaya aku mengingatnya, aku pernah mendengar kalau Vodun itu menyanyi untuk merapalkan masa depan yang terjadi. Entah apa benar atau tidak.

Saat aku sedang membaca ada bisikan halus yang terus menggangguku, sebenarnya apa ini? Maka dari itu aku mengemasi buku dan mulai mencari dari mana sumber suara ini.

Langkah demi langkah aku mencari sumber dari suara yang memilukan ini hingga aku berada di depan pintu gudang perpustakaan, aku tidak nyaman berada di sini ... karena lukisan Vodun tepat berada di atas pintu gudang.

"Tuum Lunae est clades cum ostium non est amica ...." Bisikan itu lagi, aku tak tahan dan membuka pintu gudang.

Yang kudapati hanya keheningan luar biasa sebelum aku dikejutkan oleh semua mata Vodun yang berada di lukisan menatapku intens dengan mata berwarna merah menyala.

Lirihan seperti yang kudengar tadi perlahan-lahan
Kembali menyapa pendengaranku, sedikit demi sedikit pula suara itu mulai sanhat mengganggu karena semakin besar rasanya di telingaku.

Aku memberanikan diriku untuk menatap langsung pada lukisan itu dengan penuh berani, keringatku mengucur deras dan tak lupa suara serta debaran dari jantungku dapat kurasakan sepenuhnya.

"Tuum Lunae est clades cum ostium non est amica!" Teriakan itu memekakan telingaku setelah bisikannya yang menakutkan.

***

Aku masih ingat dengan jelas bagaimana teriakan itu memekakan telingaku, sampai sekarang dan nanti aku tidak akan pernah menyukai peramal! Astaga. Kenangan burukku disaat liburan sungguh memuakkan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro