BAB 10

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

     Lokasi kejadian telah ramai sewaktu Rayyan dan Ryu datang. Beberapa polisi mengatur lalu lintas agar tidak menimbulkan kemacetan panjang. Posisinya berada di depan masjid, persis di pinggir jalan.

      Rayyan menerobos kerumunan, sedangkan Ryu memilih tetap berada agak jauh dari keramaian, setelah melihat foto tadi, dia khawatir korbannya jauh lebih mengerikan.

      "Anak sekolah kayaknya, lehernya dibacok."

      Begitu jelas dan senada bisikan-bisikan para warga yang datang menyaksikan.

      Tiba-tiba bahu Ryu ditepuk seorang laki-laki. "Eh, Pak!" sapa Ryu pada pemimpin POKDAR Khamtibnas di wilayahnya.

      "Ke sini sama abang?" Ryu mengangguk dan menunjuk sepupunya yang telah bergabung dengan Bhabinkamtibnas dan Babinsa setempat. Rekan-rekan Rayyan rupanya belum ada yang sampai di lokasi.

      Yang bisa Ryu lihat dari sela-sela badan warga adalah sepasang kaki si korban dan celana lusuhnya juga jejak darah yang masih baru.

      Mengetahui korban dalam keadaan utuh. Ryu berani mendekat sedikit demi sedikit. Tubuhnya telah tertutup kardus dan kain-kain dari warga. Tidak bisa dia lihat jelas. Terlalu ramai orang yang ingin tahu.

      Ryu menepi di depan teras rumah warga, mencari celah agar bisa melihat dengan jelas.

      Suara ambulan terdengar. Mobil berwarna oren nyaris merah bertuliskan INAFIS datang. Para warga menepi. Di belakangnya mengekor rekan satu tim abang sepupunya yang datang memakai mobil hitam.

      Garis polisi dipasang di sekitar korban membentuk persegi. Kemudian kain yang tadinya menutupi wajah korban direntangkan menghalangi sisi kiri wajah korban dan membiarkan sisi lainnya terekspos guna mempermudah tim INAFIS bekerja.

      Ryu penasaran apa yang sedang dilakukan para anggota INAFIS itu. Dia maju lebih dekat sambil memperhatikan sekeliling. Beberapa remaja yang dia kenal ikut menyaksikan.

      Tapi tetap saja dia tidak bisa melihat wajah si korban.

      Di sana! Di pelataran mesjid. Ryu bisa dengan jelas menyaksikan para anggota INAFIS bekerja. Di sana juga ada seorang temannya.

      Ryu buru-buru mendekati temannya sebelum tempat yang diincarnya diambil orang lain.

      "Eh, Bro," sapa temannya. Ryu hanya memainkan alis. Matanya terlalu sibuk mengamati kegiatan polisi berseragam navy tersebut.

      Yang dilihatnya saat itu, para anggota INAFIS sedang berdiskusi. Dia gagal melihat wajah korban, sebab saat Ryu datang, wajahnya telah kembali ditutup. Mengecewakan! Tapi Ryu tidak beranjak dari posisi. Tim INAFIS masih sibuk berunding. Salah satu dari mereka kemudian kembali ke ambulan dan datang membawa alat mirip tab dengan warna dasar hitam dan ada sentuhan oren, warna khas ambulan INAFIS. Ryu penasaran dengan alat itu.

      Salah satu tim INAFIS berbadan proporsional mengoperasikan alat tersebut, sementara tangan satunya sibuk mengusap-usap telapak tangan korban. Ryu tak bisa melihat dengan pasti apa yang dilakukan petugas tersebut, karena terhalang kaki si petugas.

      Tapi rasa penasaran Ryu masih belum terbayarkan. Dia masih belum bisa melihat wajah si korban.

      Drrrtt ....

      Ponselnya bergetar lebih dari sekali. Itu adalah grup anak remaja di wilayahnya yang berkumpul atas alasan kesamaan hobi.

      Foto-foto dan video yang didapat salah satu anggota dikirim ke grup dengan catatan tidak boleh dipublikasikan.

      "Yang nyebarin auto kick plus di-bully." Begitu peringatannya.

      Ini dia. Ini yang ditunggu Ryu sejak tadi. Foto korban.

      Darah membasahi nyaris setiap inci wajah anak itu. Dengan mulut yang sedikit terbuka, begitu juga matanya, dia merenggang nyawa. Dilihat dari postur dan wajah si korban, umur mereka sama. Darah di sisi korban begitu kental. Tak pernah Ryu melihat darah sekental itu. Darah yang masih baru dan belum seutuhnya diserap aspal.

      Fokusnya buyar begitu adzan magrib berkumandang. Petugas kepolisian meminta masa membubarkan diri. Ada yang pergi dan ada yang menetap. Ryu memilih menetap, dia ingin melihat prosesnya hingga akhir. Tapi begitu matanya beradu dengan Rayyan, Ryu memilih untuk balik badan.

      "Ini bukan kasus gua, murni tawuran."

      Pesan itu masuk ke HP-nya.

_o0o_

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro