10🌸

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pada malam itu, Filomela kembali mendapat teguran dan omelan dari ayahnya karena untuk kedua kalinya, gadis berambut merah muda itu pulang saat waktu makan malam, padahal sekolah telah usai sejak sore. Sebenarnya, ayahnya tidak akan marah sebesar itu jika saja Filomela memberitahunya, namun sayangnya, seperti yang terjadi sebelumnya, ia sama sekali tidak memberikan kabar apa pun.

"Jangan terus dibiasakan begitu," ucap sang ayah kepada Filomela yang kini sudah duduk di meja makan. "Papa marah karena Papa sayang sama kamu."

Filomela hanya merespons dengan menundukkan kepala, seraya berkata, "Maaf, Pa."

"Ya sudah, sekarang makan yang banyak, kamu juga pasti lupa makan." sang ayah berkata dengan tegas kepada Filomela, mengajaknya untuk bergabung menikmati makan malam bersama.

Dengan penuh kegembiraan, Filomela segera meraih piring dan sendok, lalu mulai mengambil nasi dan lauk-pauk yang tersaji di meja makan ke dalam piringnya, sebelum menyantapnya dengan lahap.

Ricky hanya menahan tawa, melihat tingkah laku adiknya yang sebelumnya tampak penuh penyesalan, kini mendadak berubah menjadi ceria. Sementara sang ayah tersenyum tipis, merasa senang melihat Filomela kembali riang seperti biasanya.

Setelah makan malam selesai, Filomela pergi ke kamarnya untuk beristirahat. Jam dinding di kamar menunjukkan pukul 9 malam ketika ia merebahkan tubuhnya di atas kasur yang empuk. Meski sudah larut dan waktunya untuk tidur, pikirannya justru terfokus pada kejadian-kejadian sebelumnya.

Di dalam kamarnya yang dipenuhi nuansa merah muda, Filomela melamun, menyadari bahwa dalam waktu hanya dua hari, ia telah mengalami serangkaian peristiwa besar yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Dari terbongkarnya seksualitasnya sebagai seorang lesbian, kesetiaan rekan sebangkunya, penerimaan ayahnya, pengakuan kakak laki-lakinya, 'ditembak' oleh gadis yang disukainya hingga terkuaknya identitas asli salah satu sahabatnya.

Menurut Filomela, semua peristiwa itu adalah rangkaian momen penting yang mungkin akan selalu membekas dalam ingatannya hingga kapan pun.

Tiba-tiba, saat pikirannya masih terombang-ambing, ponsel Filomela yang terletak di nakas bergetar, menandakan ada seseorang yang menghubunginya melalui telepon. Dengan cepat, Filomela bangkit dari posisi berbaringnya, duduk di tepian kasur, dan mengambil ponselnya.

"Nomor siapa ini?" Filomela sedikit terkejut saat menyadari bahwa panggilan tersebut berasal dari nomor yang tidak dikenal, namun karena rasa penasarannya, ia memutuskan untuk mengangkat telepon itu. "halo?"

Dari seberang telepon terdengar suara batuk, sebelum akhirnya muncul suara seseorang. "Filomela, ini aku, Astrid."

Hati Filomela seketika dipenuhi rasa bahagia saat mengetahui bahwa penelepon itu adalah kekasihnya sendiri. Filomela hampir lupa bahwa setelah pulang dari danau bersama Agnes, ia dan Astrid saling bertukar nomor telepon. Namun, ia merasa bingung mengapa Astrid menghubunginya menggunakan nomor yang berbeda dari yang telah ia simpan.

"A-Astrid!?" Filomela berseru dengan penuh kejutan, tak percaya akhirnya ia bisa berbicara melalui telepon dengan pacarnya sendiri. "Tapi kenapa nelponnya pakai nomor asing? Aku pikir bukan kamu yang nelpon."

Di sana, suara Astrid terdengar gelisah. "Nomorku yang itu ternyata udah keblokir, jadi aku pake nomor keduaku yang masih aktif, simpan aja nomor yang ini, maaf ya ngebingungin kamu."

Memahami alasannya, Filomela hanya tertawa kecil dan berkata, "Iya, pasti aku simpan, kok," kemudian Filomela melanjutkan. "Jadi ada apa?"

"Enggak ada apa-apa, cuma pengen telponan aja sama kamu."

Pipi Filomela langsung memerah saat mendengar jawaban Astrid. Meskipun hanya ungkapan sederhana, gadis berambut merah muda itu tampak sangat terkejut. Filomela merasakan seolah ada ledakan cinta yang meletup-letup di dadanya saat Astrid berkata demikian-terasa dramatis, namun itulah kenyataannya.

"Kirain ada apa." jawab Filomela dengan nada yang agak kaku.

"Kalau boleh tahu, kamu lagi apa sekarang?" Untuk mengalihkan topik, Astrid tampak penasaran tentang apa yang sedang dilakukan Filomela saat ini.

"Aku lagi duduk aja di ranjang," jawab Filomela, sambil tersenyum lebar. "kalau kamu?"

Belum sempat mendengar respons dari Astrid, tiba-tiba panggilan terputus secara sepihak oleh kekasihnya, meninggalkan Filomela dalam kebingungan.

"Eh?" Tentu saja Filomela terkejut, mengapa panggilan tiba-tiba terputus, padahal ia masih ingin melanjutkan obrolan.

Sambil memandang layar ponselnya, Filomela melihat sebuah pesan baru dari Astrid. Setelah memeriksanya, ia mendapati bahwa pesan tersebut adalah permintaan maaf dari Astrid karena memutuskan panggilan secara mendadak. Astrid menjelaskan bahwa ada sesuatu yang membuatnya terpaksa menghentikan telepon, namun tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang apa yang terjadi.

Filomela merasa aneh, sepertinya ada sesuatu yang belum siap ditunjukkan Astrid terkait dengan dunianya, yang tentu saja membuatnya semakin penasaran.

Filomela hanya membalas dengan 'iya gapapa, tapi besok, aku pengen main ke rumah kamu, boleh ga?', setelah mengirimkan pesan tersebut, Astrid tampak terdiam, hanya membaca tanpa memberikan balasan. Namun, tidak lama kemudian, Filomela melihat Astrid mulai mengetik, dan akhirnya muncul jawaban dari pacarnya yang berisi 'boleh, tapi gimana kalau besok kita main ke tempat lain dulu, ke rumahku nanti aja'.

Dengan pipi mengembung karena kesal, Filomela segera membalas pesan Astrid dengan isi yang menyatakan 'enggak mauuu~ aku pengen main ke rumah kamu~' disertai emotikon wajah yang menangis histeris. Akhirnya, Astrid merespons dengan stiker bergambar rumah jamur yang di bawahnya terdapat tulisan 'oke deh, yuk main ke rumah aku!'.

Menerima pesan stiker itu, Filomela langsung bersorak kegirangan, merasa puas karena akhirnya Astrid, si Ketua OSIS, memenuhi keinginannya. Ia merasa penasaran ingin melihat kehidupannya Astrid. Meskipun mereka sudah berpacaran, Filomela merasa belum benar-benar mengenal pacarnya, dan itulah sebabnya ia ingin memberanikan diri untuk memasuki dunianya Astrid.

Esok harinya, Filomela terbangun kesiangan. Suara gedoran pintu dari ayahnya tidak terdengar, membuatnya tergesa-gesa saat berpakaian dan sarapan. Bahkan Ricky sudah pergi lebih dulu, malas menunggu adiknya yang masih tertidur.

"Maaf aku terlambat!" desah Filomela kepada Laila, napasnya tersengal-sengal setelah akhirnya sampai di bangkunya. Untungnya, pelajaran belum dimulai, jadi ia masih aman dari masalah.

Laila hanya tertawa kecil sambil mengamati Filomela yang tampak kelelahan setelah berlari cepat dari gerbang sekolah ke kelas, hingga rambut merah mudanya berantakan seperti benang kusut.

Mengalihkan pandangannya dari Laila, Filomela tersenyum saat melihat Agnes sudah duduk di bangkunya, sibuk menulis di mejanya-mungkin sedang mengerjakan tugas. Yang pasti, Filomela merasa senang karena sahabatnya kini ada di kelas dan tidak menghilang seperti kemarin.

Saat bel pulang sekolah berbunyi, Filomela segera merapikan dan memasukkan alat-alat sekolahnya ke dalam tas, kemudian keluar dari kelas dengan perasaan gembira. Kegembiraannya semakin meningkat ketika ia melihat Astrid duduk sendirian di tengah lapangan sekolah, tepat di bawah tiang bendera.

"Kak Astrid!" Filomela segera berseru setelah berlari kecil dan tiba di depan gadis berkuncir kuda itu, yang sedang fokus pada ponselnya.

Mendengar namanya dipanggil, Astrid mendongakkan kepala. Kelopak matanya terbuka lebar, dan bibirnya melengkung dalam senyuman bahagia saat melihat Filomela sudah ada di depannya.

Astrid berdiri dan mendekati Filomela sambil berkata, "Kamu udah makan?"

Dengan penuh senyuman, Filomela menjawab, "Udah kok! Waktu jam istirahat aku udah makan banyak!"

Senang mengetahui pacarnya sudah makan, Astrid segera mengajak Filomela pulang bersamanya. Dalam perjalanan, Filomela tampak tidak sabar untuk segera tiba di rumah pacarnya, sementara Astrid sendiri hanya menampilkan senyuman pahit.

"Inilah rumahku," ucap Astrid kepada Filomela setelah mereka tiba di depan sebuah gerbang besi kecil, di mana terlihat halaman luas dengan sebuah rumah sederhana yang dikelilingi pepohonan mangga. "ayo masuk."

Astrid membuka gerbang dan mempersilakan Filomela masuk ke pekarangan rumahnya. Sambil mengamati setiap sudut, Filomela terpesona oleh luasnya halaman rumah pacarnya.

"Kayaknya enak ya lari-larian di sini~" kata Filomela sambil berjinjit dengan penuh semangat, seperti anak kecil.

Astrid hanya tertawa melihat tingkah laku pacarnya yang kekanak-kanakan.

Kemudian, Astrid mengantar Filomela masuk melalui pintu depan rumahnya. Gadis berambut merah muda itu terkejut melihat betapa gelapnya setiap ruangan, dengan semua jendela tertutup rapat oleh gorden. Seolah-olah cahaya matahari dilarang masuk ke dalam rumah ini.

Belum sempat menjelajahi ruangan lainnya, tangan Filomela segera ditarik oleh Astrid menuju sebuah kamar tidur. Di dalam kamar itu, Filomela melihat berbagai piala dan medali yang terpajang di lemari kaca.

"WOW!" Filomela ternganga melihat semua piala dan medali yang menghiasi kamar ini. "Ini kamar kamu, kan?" tanya Filomela sambil menoleh ke arah Astrid yang baru saja menutup pintu kamar.

Setelah berdiri di samping Filomela dan ikut memandangi semua piala serta medali tersebut, Astrid berkata dengan tenang, "Iya, ini kamar aku."

"Artinya! Semua piala dan medali ini, punya kamu dong!? Wow!" Filomela tidak bisa menyembunyikan kekagumannya yang mendalam terhadap pacarnya, yang ternyata telah meraih banyak prestasi sehingga kamarnya dipenuhi dengan piala dan medali.

Melihat ekspresi terpukau di wajah Filomela, Astrid hanya tersenyum kecil sebelum akhirnya membalikkan badan, melangkah menuju ranjang, dan duduk di tepiannya.

"Kamu mau minum apa?" tanya Astrid kepada Filomela, menawarkan minuman untuk pacarnya yang sedang berkunjung.

Belum sempat Filomela menjawab pertanyaan Astrid, suara pecahan piring yang dibanting ke lantai dari ruangan lain-mungkin dapur-membuat mereka terkejut.

Kemudian terdengar suara pertengkaran sengit antara seorang wanita dewasa dan pria dewasa, yang saling berteriak dan menjerit, menyelimuti rumah dengan suasana suram dalam sekejap.

Ekspresi Filomela yang sebelumnya dipenuhi kekaguman dan senyuman tiba-tiba memudar, digantikan oleh kepanikan dan ketakutan.

Sementara itu, Astrid hanya tersenyum getir, berkata dengan tatapan mata yang tampak murung kepada Filomela.

"Beginilah rumahku, Filomela."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro