12🌸

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Keesokan paginya, saat sinar matahari menerobos lembut melalui gorden merah muda di kamar Filomela, gadis berambut merah muda itu tampak sudah siap dengan seragam khusus hari Jumat. Ia berdiri di depan cermin panjang yang tergantung di dinding, memperhatikan bayangan dirinya dalam balutan seragam pramuka: kemeja lengan pendek cokelat muda dipadukan dengan rok pendek cokelat tua.

Dengan senyum merekah, Filomela tampak penuh semangat, seolah tak sabar untuk segera berangkat ke sekolah.

"Kamu pacaran sama Astrid Si Ketua OSIS?"

Itulah ucapan sambutan dari Ricky saat Filomela tiba di meja makan untuk bergabung dalam sarapan bersama kakak laki-lakinya dan ayah mereka. Tampaknya Ricky sudah mengetahuinya-mungkin dari ayah, entah bagaimana caranya. Filomela merasa lega karena tidak perlu lagi repot-repot menjelaskannya.

Setelah duduk, Filomela meletakkan piring kosong di meja, lalu dengan sigap menyendok nasi dan lauk-pauk sambil menjawab pertanyaan dari Ricky, "Iya, aku pacaran sama Astrid Si Ketua OSIS, keren, kan?" ujar Filomela, dengan senyum penuh kebanggaan, seolah berpacaran dengan sosok seperti Astrid adalah sebuah pencapaian dan prestasi yang layak diunggulkan.

"Siapa yang nembak duluan?"

Mata Filomela membelalak saat Ricky mengajukan pertanyaan itu. Gadis itu tampak tidak suka, karena menurutnya, pertanyaan semacam itu terlalu pribadi dan seharusnya tidak perlu ditanyakan. Filomela pun mengembungkan pipinya, tampak kesal dengan kebiasaan Ricky yang sering melontarkan pertanyaan-pertanyaan blak-blakan seperti itu.

"Rahasia dong!" Filomela berseru, sambil menjulurkan lidahnya ke arah kakak laki-lakinya yang sedang mengunyah daging.

Ricky hanya mengerutkan kening, tampak sedikit kecewa karena pertanyaannya tidak dijawab oleh Filomela, padahal rasa penasarannya begitu mendalam.

Sang ayah yang menyaksikan percakapan konyol antara Filomela dan Ricky hanya tersenyum lembut, merasa senang melihat interaksi dua anaknya yang menghibur.

Di kelas, saat jam pelajaran berlangsung, Filomela tampak sangat fokus pada guru yang sedang menjelaskan materi di depan. Laila, yang duduk di sampingnya-gadis berkacamata dengan rambut cokelat panjang yang dikepang dua-terkejut namun merasa senang melihat rekannya yang berambut merah muda itu akhirnya kembali serius dalam menyimak pelajaran.

"Filomela, anter aku yuk."

Saat bel istirahat berbunyi, Agnes tiba-tiba mendekati meja Filomela. Kemunculan gadis berambut hitam dengan lipstik gelap itu mengejutkan Filomela, serta Laila yang masih duduk di kursinya.

"Kemana?" tanya Filomela, penasaran tentang tujuan Agnes.

Tanpa menjawab pertanyaan Filomela, Agnes menarik gadis berambut merah muda itu menuju tempat yang ditujunya, yang ternyata adalah area toilet. Mereka berdiri di depan dua pintu-satu berwarna merah muda untuk toilet perempuan dan satu lagi berwarna biru untuk toilet laki-laki.

"Ayo masuk?" ujar Filomela, tidak memahami mengapa Agnes tiba-tiba berhenti di depan toilet.

"Aku kemarin masuk ke toilet perempuan, dan semua siswi yang ada di toilet mengobrol sambil menyindirku, bilang bahwa transpuan sepertiku harusnya masuk ke toilet laki-laki," ucap Agnes, dengan ekspresi muram, membuat Filomela tersentak. "Dan aku nurutin kemauan mereka, aku masuk ke dalam toilet laki-laki, dan coba tebak apa yang terjadi?"

Mata Filomela membelalak saat Agnes melanjutkan perkataannya.

"Semua siswa yang ada di dalam, melecehkanku, memamerkan alat kelamin mereka sambil tertawa-tawa, bahkan beberapa dari mereka berniat mau membekap dan memperkosaku di sana."

Mendengar pengalaman pahit yang dialami sahabatnya membuat dada Filomela terasa sesak; ia tidak bisa membayangkan betapa mengerikannya jika hal itu terjadi padanya sendiri. Dengan cepat, Filomela menggenggam tangan kanan Agnes dengan erat, lalu menarik gadis berambut hitam itu untuk masuk bersama ke toilet perempuan.

Setelah selesai mengantar Agnes, Filomela merasa lega karena tidak terjadi hal buruk apapun.

Saat Filomela dan Agnes berjalan di koridor menuju kelas, mereka terkejut oleh keributan yang terjadi di tengah lapangan. Langkah mereka terhenti seketika, dan mereka memandang ke arah keriuhan tersebut.

Sepertinya ada perkelahian yang sedang terjadi. Setelah memicingkan matanya, Filomela tercengang ketika menyadari bahwa kakak laki-lakinya terlibat dalam keributan tersebut.

"KAK RICKY!"

Tak ingin melihat kakak laki-lakinya terlibat perkelahian, Filomela langsung menjerit dan berlari menuju Ricky, meninggalkan Agnes yang masih terpaku di tempat. Dia mendekati Ricky, yang tampak sedang memukuli siswa lain di tengah lapangan yang dipenuhi penonton.

"Ayo bilang lagi! Heh! Bangsat! Ayo! Bilang lagi! Anjing!"

Setibanya di tengah lapangan, Filomela terkejut melihat lima siswa laki-laki tergeletak di tanah dengan wajah babak belur, penuh luka, dan darah yang bercipratan di mana-mana. Salah satunya masih dipukuli dan ditinju berulang kali oleh Ricky, yang tampak murka dan mengamuk seperti hewan buas, jelas belum puas meluapkan semua kemarahannya.

Filomela tahu bahwa kakak laki-lakinya memang dingin terhadap semua orang, termasuk terhadap dirinya sendiri, tetapi dia benar-benar tidak menyangka bahwa Ricky bisa menjadi begitu menakutkan ketika marah-begitu brutal dan liar. Saking takutnya menyaksikan kakaknya memukuli siswa-siswa lain, seluruh tubuh Filomela bahkan jadi bergetar.

"K-Kak Ricky!"

Karena teriakannya yang pertama tidak didengar, Filomela mencoba berteriak lagi. Kali ini, tampaknya Ricky mendengarnya-terlihat dari napasnya yang mulai mereda dan tinjuannya yang berhenti. Ricky menoleh ke arah sumber suara, wajahnya terkejut saat melihat adik perempuannya berdiri di sana, menyaksikan dirinya yang sedang mengamuk.

Akibat kejadian tersebut, Ricky dipanggil ke ruang guru. Setelah urusannya selesai di sana, pemuda berambut hitam itu melangkah dengan penuh kegagahan di koridor, mendekati Filomela dan Agnes yang telah menunggunya.

"Aku diskors seminggu."

Itulah satu-satunya yang diucapkan Ricky kepada adiknya sebelum dia melanjutkan langkahnya, melewati Filomela dan Agnes yang sedang memperhatikannya. Tentu saja, Filomela merasa tidak puas dan masih ingin mendengar penjelasan lebih lanjut dari kakak laki-lakinya tentang apa yang baru saja terjadi.

"Kak Ricky kenapa sampai bisa ngamuk begitu di tengah lapangan!?" seru Filomela, membuat Ricky berhenti melangkah.

Agnes, yang menyaksikan percakapan intens itu, hanya terdiam, enggan bersuara, terutama karena dia belum begitu dekat dengan kakak laki-laki Filomela.

"Aku ngamuk karena," Ricky mulai mengungkapkan alasan di balik kejadian tersebut tanpa menoleh atau membalikkan tubuhnya, hanya berdiri membelakangi Filomela dan Agnes. "karena mereka menghina adik kesayanganku hanya karena dia seorang lesbian."

Setelah mengatakan itu, Ricky melanjutkan langkahnya, meninggalkan Filomela dan Agnes yang tampak sangat terkejut. Mereka tidak menyangka ternyata itu alasan dari pemuda berambut hitam itu begitu ekstrem, sehingga membuatnya mengamuk dengan brutal di lapangan dan memukuli lima siswa laki-laki hingga mereka dalam kondisi gawat darurat dan telah dibawa oleh ambulans ke rumah sakit.

Sepulang sekolah, Filomela terkaget melihat Astrid berdiri di depan kelasnya dengan senyum simpul.

"Hai." sapaan ramah Astrid kepada Filomela

"Hai, Kak Astrid." Kali ini, suara Filomela terdengar lebih rendah dari biasanya, membuat Astrid sedikit terkejut.

Saat mereka berjalan bersama di jalan setapak menuju gerbang, Astrid mencuri-curi pandang pada Filomela yang berada di sampingnya. Ia merasa ada yang tidak biasa dan bertanya-tanya apakah ada sesuatu yang membuat pacarnya jadi tampak murung. Rasa penasaran Astrid semakin mendalam.

Namun, ia enggan menanyakan hal itu, khawatir jika itu adalah masalah pribadi dan Filomela mungkin tidak ingin membicarakannya. Astrid lebih memilih agar pacarnya mengungkapkannya sendiri jika dia mau. Karena itu, sekarang Astrid beralih ke topik lain, berharap bisa membuat Filomela merasa lebih ceria.

"Aku sudah dapat izin dari kepala sekolah, dan juga para guru," ucap Astrid, membuat Filomela yang awalnya berwajah muram terkejut dan melirik ke samping, menuju pacarnya. "jadi kita hanya perlu mengumpulkan lima orang anggota dulu, itu syarat utamanya agar resmi terbentuk sehingga kita bisa dapat ruangan khusus."

Mendengar ucapan Astrid, Filomela teringat momen semalam ketika Astrid menyatakan keinginannya untuk membentuk ekstrakulikuler baru di sekolah. Ekstrakulikuler ini bertujuan untuk menampung dan melindungi mereka yang merasa terasing, dikucilkan, atau ditindas oleh teman-temannya.

Tentu saja, ini juga merupakan salah satu strategi dari Sang Ketua OSIS untuk menangani mereka yang mungkin menjadi target berikutnya dari teror sosok misterius yang pernah menyerang Filomela dan Agnes kemarin.

"Lima orang anggota ya?" kata Filomela, sambil memikirkan beberapa orang yang mungkin bersedia bergabung dan membantu dalam ekstrakulikuler tersebut. "kalau aku dan kamu dihitung, berarti kita cuma butuh tiga orang lagi, kan?"

Astrid tersenyum sambil mengangguk.

Tiba-tiba, tiga wajah muncul dalam bayangan Filomela, membuat gadis berambut merah muda itu terkikik dan tertawa kecil. Melihatnya, Astrid yang berada di sampingnya merasa heran.

"Kamu kenapa? Kok ketawa?" tanya Astrid, tak bisa menahan rasa penasarannya.

"Enggak papa, kok," celoteh Filomela, sambil menahan tawa. "aku lagi seneng aja, soalnya aku udah dapet tiga orang yang bisa jadi kandidat untuk bergabung ke daftar lima anggota pendiri ekstrakulikuler baru kita~"

Mengernyitkan alis, rasa penasaran Astrid semakin besar saat Filomela mengatakan hal tersebut.

"Emang mereka siapa aja?"

Tanpa menjawab pertanyaan itu, Filomela mendekat dan menggandengkan tangannya ke lengan Astrid, dengan kepalanya bersandar di bahu Si Ketua OSIS.

Dari kejauhan, mereka terlihat sangat romantis.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro