Bab 5: Casting Pentas Inaugurasi (2)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Setengah jam waktu yang diberikan untuk melatih dialog casting akhirnya berakhir. Semua anak baru diminta untuk duduk berjejer di salah satu sisi ruangan, menghadap ke setengah sisi ruangan kosong yang akan mereka jadikan panggung.

"Oke, ada yang mau volunteer buat giliran pertama?" Keshia berdiri untuk bertanya, menghadap mereka semua. "Sebutkan nama, kelas, dan karakter yang kalian pilih untuk casting, terus langsung mulai aja."

Tidak ada yang bergerak atau berkata apa-apa.

"Ini teater, loh, guys," Derrick, pimpinan produksi, mengingatkan mereka dengan lembut. "Nggak perlu takut untuk maju terlebih dahulu, atau untuk ngomong di depan banyak orang."

Gerakan di samping Elizabeth. Taran mengangkat tangannya. "Aku maju duluan, boleh?"

"Silakan," Keshia tersenyum pada Taran. Pada yang sama, Miranda juga mengangkat tangan.

"Aku mau maju," kata Miranda pada Keshia. Elizabeth menyadari kalau Miranda langsung melirik padanya dan Taran setelah mengumumkan dirinya sendiri.

"Bagus, kamu urutan kedua," kata Arial. "Taran, panggungnya milikmu."

Taran bangkit untuk maju ke depan sedangkan Arial, Keshia, dan Derrick bergerak untuk duduk bersama anak-anak baru. Arial sebagai asisten sutradara yang memegang tugas utama untuk melakukan casting sedangkan Keshia sebagai penulis naskah diperbolehkan untuk mengirim masukan. Derrick sebagai pimpinan produksi sebenarnya memiliki jobdesk yang lebih banyak berpusar di surat-menyurat, menyusun jadwal produksi, dan detail-detail teknis lainnya, tapi secara pada saat ini mereka masih berada di tahap yang sangat awal, pekerjaan Derrick belum sebanyak itu dan dia masih bisa bergabung dengan sisi kreatif Teater PERKASA.

Masih ada beberapa anggota lama Teater PERKASA di sana, termasuk Drew (Elizabeth tidak ingat pekerjaannya apa di pentas inaugurasi ini) yang sedang sibuk berceloteh pada Stanley (sound) yang kelihatan menderita, Lukas sebagai publikasi dokumentasi yang sedari tadi hanya berdiri di pojok ruangan memegang kamera, dan Layla (make-up dan kostum) bersama Julian (lighting) yang menemani Pak Rio di meja sound dan lighting miniatur ruangan teater mereka.

Oh, ya, Pak Rio, guru pengawas Teater PERKASA yang secara teknis merupakan sutradara mereka, tapi jujur saja Elizabeth belum pernah mendengarnya berbicara. Sepertinya pekerjaan Pak Rio selama ini hanya duduk di meja dengan laptop-nya ketika Teater PERKASA sedang memiliki sesi pertemuan.

Kembali pada casting. Elizabeth mengarahkan pandangannya kembali ke depan setelah sengaja menyibukkan dirinya sendiri tadi. Dia tidak suka melihat kegugupan Taran meski dia tahu Taran dapat mengatasinya baik-baik saja.

Taran mengambil tempat di tengah, menarik napas panjang, dan mulai berbicara: "Selamat sore semuanya, perkenalkan namaku Taran Lizhen Zhang dari kelas 10 IPA 3. Hari ini, aku akan melakukan casting sebagai Alfredo."

Taran memasukkan sebelah tangannya ke dalam kantong celana, sebelah tangannya lagi dia gunakan untuk menurunkan kacamatanya seraya mengangkat alis ke tempat kosong di sebelahnya, seolah-olah sedang memandang seseorang dengan penuh penghakiman. "Jadi lo yang namanya Timun Mas?" tanyanya dengan suara rendah. 

"Iya, gue Timun Mas. Lo siapa ya?" Keshia membacakan dialog Timun Mas dari tempat duduknya.

"Gue? Suami masa depan lo, kalau orang tua kita mendapatkan keinginan mereka."

"Hah, lo ... lo Alfredo? Ngapain lo cariin gue ke sekolah?"

"Gue bakal ngomong ini sekali dan cuma sekali," Taran berkata, sekarang melipat kedua tangannya di depan dada, "gue dan lo? Not happening. Gue butuh bantuan lo buat putusin pertunangan kita."

"End scene!" Arial berseru. "Bagus, Taran!" Beberapa orang bertepuk tangan, Elizabeth yang paling kencang.

Tatapan merendah Taran menghilang, digantikan dengan kilau berseri-seri yang Elizabeth lebih kenali. "Makasih, Arial."

"Gue boleh maju sekarang?" Miranda memotong. 

"Taran, lo boleh kembali ke tempat dudukmu," ucap Arial. "Buat yang mau maju selanjutnya, silakan."

Seperti yang dapat diduga, Miranda melakukan casting sebagai Timun Mas. Setelah Miranda, masih ada ketiga anggota baru Teater PERKASA dari kelas 12 yang melakukan casting sebagai Katerina, lalu ibu kandung Timun Mas, lalu ayah angkat Timun Mas, dan barulah Elizabeth mengajukan dirinya sendiri.

Dalam ruang teater, mereka memiliki miniatur stagelights seperti dalam panggung-panggung besar yang dapat diganti warnanya sesuai dengan keperluan. Untuk kegiatan casting kali ini, cahaya yang dipilih adalah sorot kuning pucat, sederhana tapi klasik, lurus langsung mengarah pada titik tengah panggung di mana Elizabeth sedang berdiri.

Oh, pikir Elizabeth, mengerjapkan matanya sedikit, ini nyata sekarang.

"Selamat sore semuanya, namaku Elizabeth Robin dari kelas 10 IPS 2 dan pada kesempatan ini aku akan melakukan casting sebagai Timun Mas."

Dengan sorot lampu ke wajahnya, Elizabeth tak dapat melihat ekspresi penonton yang duduk tak sampai lima meter di depannya. 

Namun suara tepukan tangan setelah dia selesai membacakan dialognya, suara Keshia menyerukan "Bagus, bagus!", dan suara Arial yang berkata padanya,"Terima kasih, Elizabeth! Gua suka akting lo!" dapat didengarnya dengan sangat jelas.

Elizabeth tersenyum ketika duduk kembali di samping Taran ("Keren, Bets!"). Miranda sedang menatapnya dengan sorot menusuk.

"Apa masalahnya Miranda sih?" dia berbisik pada Taran di sebelahnya ketika anak baru selanjutnya, seorang cowok bernama Morgan, maju untuk casting sebagai Demian. "Dari tadi melotot terus." 

"Nanti gue ceritain," Taran berbisik balik. 

Arial menoleh ke belakang, mengangkat satu jari ke bibirnya.

Taran menyikut Elizabeth. Elizabeth menyikutnya balik. Mereka menutup mulut dan lanjut menonton Morgan berupaya untuk berakting di depan. Elizabeth menebak bahwa cowok itu akan bertugas di belakang panggung full time  setelah pentas inaugurasi.

***

"Karena ini udah sore dan sekolah membatasi kita terakhir kegiatan di sekolah jam 5, jadi gua bakal langsung bacain hasil casting kita di sini, cepet-cepet aja. Hasil ini merupakan hasil diskusi gue, Keshia, dan Pak Rio, dan sudah nggak bisa diganggu gugat apa pun alasannya," Arial mengumumkan. "Gue bakal mulai. Tapi gue nggak bakal mulai sebelum kalian semua tenang."

Serentak, semua orang yang tadinya sibuk berbisik-bisik dengan teman yang duduk di sebelah mereka berhenti berbicara. 

"Oke, langsung aja, yang jadi Timun Mas adalah Elizabeth."

Hah, pikir Elizabeth, Arial berbicara dengan cepat tadi, dan sekarang berhenti hanya untuk melempar senyum padanya.

Suara tepuk tangan. Taran menepuk-nepuk pundaknya dengan antusias. 

"Oke, selanjutnya. Yasmin sebagai Katerina. Loren sebagai Alfredo." Elizabeth berganti menepuk-nepuk pundak Taran penuh simpati karena dia tidak mendapatkan karakter yang diinginkannya, tapi tak bisa dipungkiri anak bernama Loren tadi memiliki penampilan yang lebih bagus dibandingkan dengan Taran. 

"Morgan sebagai Demian." Sedikit mengejutkan tapi oke. "Taran dan Nadine sebagai orang tua angkat Timun Mas."

Elizabeth nyengir pada sahabatnya, menggenggam tangan Taran dan mengguncang-guncangnya. "Selamat menjadi ayah, Ta."

"Eddie dan Miranda sebagai orang tua kandung Timun Mas. Alicia dan Felicia sebagai bully. Dan terakhir, Rendi sebagai penagih utang." Arial melipat kertas yang dipegangnya dan mengantonginya. "Itu saja buat hari ini. Untuk yang belum dapat peran, dapat ditunggu pengumumannya nanti di group chat kita karena perannya bakal ditulis masuk dulu. Sekian, jangan lupa untuk datang di jadwal latihan selanjutnya, semuanya."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro