4. Teka Teki

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dering suara jam beker membangunkan Sandra, gadis yang memakai piyama doraemon itu melangkah ke dekat nakas dan mematikan alarm. Pukul 04.55, Sandra melangkah keluar menuju kamar ke-empat sahabatnya.

Seperti biasa Sandra akan membangunkan mereka untuk melaksanakan salat subuh berjamaah. Kegiatan rutin yang selalu mereka lakukan sejak memutuskan untuk tinggal bersama. Walaupun terlihat bad di luar, tapi mereka mempunyai prinsip 'Kewajiban terhadap Tuhan tetap harus dijalankan sesibuk apapun'

"Guys, abis salat kita lanjut kegiatan seperti biasa, oke!" Sandra menginterupsi ketiga sahabatnya, Razel sedang tidak salat karena tengah berhalangan salat.

Usai salat subuh mereka melanjutkan kegiatan lain seperti membersihkan mansion. Sandra dan Lisa bekerja sama membersihkan lantai, Razel sendiri berada di dapur sedang berkutat dengan alat masak untuk menyiapkan sarapan mereka. Sedangjan, Disti dan Arin, keduanya sibuk merapikan kamar tidur. Mereka tidak mempekerjakan asisten rumah tangga, selagi masih bisa dikerjakan sendiri. Di rumah ini hanya ada dua orang satpam saja yang bertugas menjaga mansion.

"Guys, sarapan sudah siap!!" Seru Razel ketika menata makanan yang tadi dimasaknya, di atas meja makan.

Mendengar hal itu, keempatnya pun langsung berkumpul di ruang makan, tampak menikmati hasil masakan Razel.

"Seperti biasa. Masakan lo memang selalu enak, Zel!" Disti memberikan pujian.

"Gue gitu, calon istri idaman!" Razel membanggakan diri, perempuan itu tersenyum riang. Senang jika ada yang memuji masakannya.

Uhuk..

Keempat temannya terbatuk saat mendengar ucapan Razel.

Razel meringis, dan terkekeh. Yang membuat keempat temannya menggeleng, Razel dengan rasa percaya dirinya tidak pernah hilang.

Sepuluh menit dihabiskan dengan sarapan, kini kelimanya tengah bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Motor vespa berwarna-warni yang berjajar rapi di depan halaman terlihat sudah dipanaskan oleh mereka.

Mereka sudah menaiki motor vespa masing-masing, baru saja akan menyalakan mesin vespa, suara notifikasi dari handphone Razel membuat mereka semua menatap perempuan itu.

Kedua alis Razel mengernyit melihat sebuah email masuk, sebuah email dari nomer asing. Karena merasa penasaran Razel dengan segera membuka email itu.

333 2 777 44 2 66, 777 2 44 2 777 3 444 2 66
Dia sudah terlihat.
-R

Razel memperlihatkan email itu pada mereka, Arin mengerutkan keningnya tak paham.

"Teka-teki lagi?" Razel mengangguk.
"Jangan sampai kita terkecoh lagi sama teka-teki ini!"
Sandra ingat dulu dia dan ke-empat sahabatnya hampir menghilangkan nyawa seseorang yang tak bersalah hanya karena terkecoh oleh teka-teki sampah ini. Entah siapa pengirimnya? Mereka tidak pernah tahu sampai saat ini.

"Kita kumpulkan semua teka-teki dan jawaban ini, guys. Biar kita tahu apa maksud dari semua ini," jelas Disti yang disetujui oleh ke-empat
nya.

"Kita bicarakan lagi nanti, sekarang mending kita berangkat. Sudah hampir telat nih," ujar Sandra sambil melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

⚘⚘⚘

Kantin memang tidak pernah sepi dari kerumunan siswa siswi, apalagi pada jam istirahat yang sudah dipastikan penuh dengan lautan pelajar. Dan kini jajaran most wanted SMA Pancasila berniat untuk mengisi perut mereka yang sudah keroncongan. Pekikan histeris dari para siswi terdengar sampai ke telinga mereka, sehingga mereka bosan mendengarnya.

"Kak Arvan ganteng bangettttt sumpau."

"Kak Ardan apa lagi."

"Ka Arion senyum dikit dong."

"Kak Arlan manisnya kelewatan."

"Kak Arsen liat aku dong, jangan buku terus yang diliat."

Arlan dan Ardan sontak tertawa mendengar ucapan terakhir dari siswi yang sepertinya adik kelas mereka, Arlan menyikut lengan Arsen yang masih setia membaca bukunya.

"Sen, dengerin tuh! Jangan buku terus yang diliatin!" Arlan meledek Arsen.

Arsen menggendikkan bahunya tampak tidak peduli, baginya membaca lebih penting dari pada mendengar ocehan tidak jelas dari perempuan-perempuan yang sibuk mencari perhatiannya.

"Duduk di mana?" Arvan bertanya, pandangannya mencari-cari kursi kosong untuk mereka menghabiskan jam istirahat.

Ardan mengitari sekeliling kantin mencari tempat yang kosong, lalu tatapan pria itu jatuh pada tempat di ujung kantin. Dia melihat kursi yang sedang diduduki oleh kelima siswi yang dia ketahui sebagai murid baru di sekolah ini.

"Sorry, boleh gabung ?" tanya Arlan meminta izin saat dia sudah berada diantara kelima gadis itu.

Mendengar suara Arlan, Sandra sontak menoleh.

"Silahkan, lagian masih kosong kok." Sandra mengizinkan, karena memang kursi mereka masih kosong, kursi panjang itu masih cukup untuk menampung 5 sampai 6 orang lagi.

Kelima pemuda itu duduk di depan Sandra dan kawan-kawan.

"Lo?!"

Suara pekikan Razel membuat keempat temannya menatap gadis itu, pun dengan five AR.

"Kenapa si teriak-teriak?" Sandra bertanya pada Razel, namun gadis itu hanya diam dengan pandangan terpaku pada satu sosok pria yang juga tengah menatapnya. Pada sosok pria menyebalkan yang bertemu dengannya di toko buku.

"Kenapa lo bisa di sini?!" Berharap tidak lagi bertemu dengan pemuda itu, namun harapannya malah pupus.

"Ternyata kita satu sekolah," ujar pemuda itu yang tidak lain ialah Arlan. Pemuda itu menyeringai, menatapnya dengan raut menyebalkan.

"Kalian saling mengenal?" Lisa dan Sandra kompak bertanya. Merasa aneh dengan Arlan dan Razel yang tengah saling pandang.

"Enggak! Gue enggak kenal dia!" kata Razel terlalu cepat, seolah tidak sudi jika ia dianggap mengenal Arlan.

"Dia cowok songong yang kemarin gue ceritain." Namun, diam-diam Razel berbisik pada Sandra, gadis itu mencoba tidak menatap Arlan.

"Lo ikut gue sebentar!" Arlan tiba-tiba saja bangkit dari kursi, meminta Razel untuk ikut dengannya.

Razel tentu saja menggeleng. "Enggak mau! Gue enggak ada urusan apapun sama lo!" Dia menolak.

Namun Arlan tidak menerima penolakan, pemuda itu menyambar pergelangan tangan Razel, memaksa untuk ikut dengannya.

"Lepasin gue, lo mau bawa gue ke mana?" Berusaha menarik lepas tangannya yang digenggam erat oleh Arlan, namun tidak bisa karena lelaki itu menggenggamnya terlalu erat.

Banyak pasang mata yang memandang mereka, atau lebih tepatnya memandang Razel dengan tatapan tajam.

Bagaimana tidak, status Razel masih murid baru tapi dengan mudah dia dapat bergandengan tangan dengan salah satu anggota Five AR, tentu saja itu membuat kaum hawa merasa iri dan berdecak. Mereka juga ingin berada di posisi Razel. Tangan kanan Razel semakin dingin dan berkeringat ketika Arlan membawanya ke tempat sepi, rooftoop.

"Lo ngapain si bawa gue ke sini?" Razel merasa was-was.

Arlan tidak langsung menjawab. Memilih menatap Razel sejenak. "Gue mau minta maaf sama lo untuk kejadian kemarin," ujar pemuda itu.

Mata Razel membulat, seingatnya Arlan adalah sosok yang kemarin terlihat pongah, tapi mengapa sekarang dia terlihat berbeda?

"Mau maafin gue?" ucap pemuda itu lagi,

"Awalnya gue nggak mempermasalahkan sikap lo itu ke gue, tapi ucapan lo kemarin itu yang bikin gue muak sama lo. Yaudahlah, nggak perlu dibahas lagi, yang lalu biarlah berlalu!" Kata Razel dengan senyumannya.

"Lo beneran maafin gue?" Arlan memastikan sekali lagi.

Razel pun mengangguk. "Iya, tapi lain kali jangan kayak gitu lagi! Minimal ucapin terima kasih ke!"

Arlan mengangguk. Pria itu membalas senyuman Razel. "Sebagai tanda permintaan maaf gue, gue mau ngajak lo makan, apa lo bersedia?"

"Ehmm." Razel terlihat berpikir, dia tidak menyangka kalau pemuda asing yang baru dikenalnya mengajak dirinya makan bersama. Inginnya si dia langsung mengiyakan tanpa pikir panjang, tapi gengsi juga, Razel harus bisa menjaga sikap, biar tidak terlihat terlalu kesenangan karena diajak makan oleh cowok sekece Arlan.

"Yaudah gue mau!" ujarnya, dengan wajah sebiasa mungkin.

Arlan tersenyum, senyum yang sangat memikat. Razel suka melihat senyum pemuda itu. "Gue boleh minta nomer lo?"

Mengiyakan tanpa pikit panjang, Razel menyebut nomernya yang langsung disimpan oleh Arlan.

"Eh, siapa nama lo?" Razel baru menyadari kalau sejak tadi mereka hanya saling bicara namun belum mengetahui nama masing-masing.

Arlan mengulurkan tangannya.
"Gue Arlan Mahardika Geovano, kapten futsal SMA Pancasila. Panggil ajah Arlan,"

Razel pun membalas jabatan tangan Arlan. "Gue Razel, Athala Razelya Faghira. Panggil aja Razel."

⚘⚘⚘

"APA!? Lo serius, Zel?" Suara Disti yang sangat heboh membuat Razel jengah, padahal ia hanya bercerita kejadian di rooftoop tadi bersama Arlan.

"Cuma sebagai tanda permintaan maaf kok," gadis itu tengah memasukan alat tulis dan buku ke dalam tasnya.

"Gak langsung pulang, Zel?" Razel menggeleng pelan.

"Gue nunggu Arlan selesai latihan futsal dulu, baru deh kita jalan." Sandra mengangguk paham dan mengajak Disti untuk pulang, karena Arin serta Lisa sudah menunggu mereka di parkiran.

"Kalau gitu kita balik duluan, lo hati-hati!" Disti dan Sandra keluar kelas seraya melambaikan tangan pada Razel.

Sandra bersama Disti berjalan menuju parkiran sekolah, terlihat di sana sudah ada Arin serta Lisa yang sudah nangkring di atas Vespa mereka masing-masing.
menyadari tak ada sosok Razel, Lisa bertanya pada Sandra. "Razel mana?"

"Dia nunggu Arlan latihan futsal, katanya sih mau makan bareng." Bukan Sandra yang menjawab melainkan Disti, kedua mata Lisa membulat.

"WHAT? Dia mau jalan sama Arlan? Enggak salah ya?" Arin menutup kedua telinganya karena teriakan Lisa, kenapa heboh sekali respon Lisa.

"Enggak usah teriak bisa, kan?!" Arin tampak sebal.

"Heheheh," Lisa cengengesan. "Ya maaf, habisnya enggak nyangka aja gue, si Razel udah diajak jalan aja sama si Arlan. Gue kapan ya?" Lisa jadi iri, dia juga ingin ada seorang pria yang mengajaknya jalan. Hitung-hitung untuk mengisi kesepiannya.

Sandra menggeleng menatap Lisa, lagian apa enaknya si jalan sama cowok, mengapa Lisa terlihat menginginkan hal itu. Padahal, Sandra biasa saja. Tidak terlalu iri pada Razel yang diajak jalan oleh Arlan.

Di lain tempat, Razel berjalan menuju lapangan futsal karena Arlan tadi mengabarinya untuk pergi ke sana, memasang earphone di telinga seraya bersenandung kecil, Razel terlihat menikmati setiap alunan lagu. Lapangan futsal SMA Pancasila terletak di belakang sekolah, tepatnya berdekatan dengan gedung kelas bahasa, kemudian gadis itu duduk di kursi yang berada di samping lapangan. Matanya tak lepas dari pergerakan sang kapten futsal. Menurutnya, Arlan terlihat tampan jika sedang bermain basket, rambut Arlan terlihat basah oleh keringat dan kaos futsalnya yang ikutan basah berhasil mencetak otot-otot Arlan, perut Arlan terlihat menonjol, sepertinya pemuda itu memiliki enam kotak yang menghuni di perutnya. Lemak tak bahkan terlihat insecure menempel, sehingga yang Razel lihat tubuh sempurna bag olahragawan.

"Hai!" Ketika sedang sibuk mengagumi Arlah, sosok yang menjadi bahan perhatiannya telah berdiri di depannya. "Maaf lama ya?" Arlan tersenyum, tampak tidak enak karena sudah membuat Razel menunggu dirinyam

Razel menggeleng. "Enggak ko, gue juga belum lama duduk di sini," katanya, menghilangkan rasa tidak enak Arlan. Kemudian gadis itu mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. "Buat lo!" Razel menyodorkan sebotol minum pada Arlan.

"Lo bawain gue minum?" Dia menerima botol itu.

Razel mengangguk. "Habis main basket pasti haus."

Arlan mengangguk. "Terima kasih," lalu membuka tutup botolnya dan meminumnya sambil berdiri.

Razel menggeleng. "Kalau minum duduk, jangan sambil berdiri." Razel menasehati.

Arlan menggaruk tengkuknya malu, kemudian memilih duduk di samping Razel. "Kebiasan minum sambl berdiri!" kata Arlan terkekeh.

"Jangan dibiasakan, minum itu sama kayak makan. Biasakan duduk, terus baca bismillah, itu salah satu sunnah Rasul!"

Mendengar nasehat Razel, refleks tangan Arlan mengacak gemas rambut Razel, mungkin itu hanya perhatian kecil, tapi Razel tidak tahu saja kalau ucapannya itu berhasil membuat Arlan tersentuh. Jarang-jarang ada perempuan yang dekat dengannya mau mengingatkan hal itu.

######

Selasa, 20-07-21
Maaf ya guys baru update lagi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro